HANYA
MAMPU BERONANI FIKIRAN
)*Ali
Ahsan
kaum muda sepertiku yang seharusnya dapat berbuat banyak
untuk negeri ini ternyata hanya menjadi onak dalam duri saja. Keseharianku yang
hanya membaca buku, merenung dan ngobrol tak jelas tanpa mengeluarkan sebuah
solusi dan aksi nyata bagi masyarakat terasa sangat rugi. Percuma saja aku
banyak membaca buku dan memiliki impian segudang jikalau saat ini aku hanya berdiam
diri dan mengkritik kinerja pemerintah.
Di kalanganku mungkin tak asing dengan istilah golongan kiri,
namun menurutku golongan kiri yang kumaksudkan adalah mereka bergerak sendiri
dengan membenarkan sistem menurut mereka dan itu memang nyata dilakukanya.
Bukan hanya bersuara tanpa landasan yang ujung-ujungnya hanya seperti burung
beo di dalam kandang. Di rentang waktu yang terjal dan memburai di masa mudaku
ini, aku mencoba untuk mencari solusi di tengah-tengah permasalahan masyarakat
sekitarku. Ide dan keinginan yang belum membeku ini aku harapkan dapat
bermanfaat bagi sesama. Aku tak ingin keinginanku ini hanya sebatas onani
fikiran semata.
Kembali ke golongan kiri, aku mengenal Tan Malaka, Hitler,
Lenin, Munir dan Wiji Thukul. Mereka sering di sebut sebagai orang-orang kiri
pada zamanya. Namun yang kuketahui mereka bergerak atas dasar kemauan yang
memang didasarkan pada ketimpangan sosial ekonomi dan politik zamanya. Dalam
hati aku bukan bermaksud untuk meniru mereka, aku sadar bahwa Ali hanya akan menjadi
Ali, apapun yang kuperbuat dan kufikirkan hanyalah dasar dari niatku. Pemikiran
mereka hanya membuatku sadar bahwa kaum muda sepertiku memang seharusnya
bergerak untuk menata masyarakat yang adil dan sejahtera serta jauh dari
ketimpangan yang ada saat ini.
Ketidakmampuanku yang entah mengapa tak biarkan untuk segera
pergi dari benak ini membuatku menjadi malas untuk bertindak terjun ke
masyarakat langsung. Percuma saja aku mengenyam pendidikan yang tinggi jikalau
aku mengabaikan kondisi masyarakat terutama petani, nelayan dan pedagang kecil
yang hidupnya serba kecukupan jauh dari kata normal. Pendidikan dan hak
bersuarapun rasa-rasa memang jauh dari benak mereka, para klas borjuis yang
cenderung di hargai dan omonganya di dengarkan membuat posisi kaum proletar
seperti mereka di tengah-tengah masyarakat menjadi terhimpit dan semakin
tenggelam dalam hal demokrasi.
Pendidikanku hanya kumanfaatkan untuk nampang gengsi di
masyarakat, banyak buku yang telah kubaca hanya kupergunakan untuk membungkam
mulut orang-orang yang tak kukehendaki menjatuhkan kepribadianku semata. Apakah
ini yang kulakukan selam ini! Secara sadar memang hal ini telah kulakukan, ilmu
dan pengalaman hidup yang kudapatkan selama ini telah kupergunakan dengan tidak
semestinya. Aku bangga pada para aktivis era dulu yang rela berkorban
menggadaikan segalanya demi keadilan sosial masyarakat yang memang ia
perjuangkan dengan konsisten. Mereka hanya membutuhkan satu –harga diri.
Kaum muda yang hanya pandai berwacana sepertiku memang
seharusnya tak dilahirkan di bumi ini, aku tak bisa apa-apa dengan ide yang
kupunya. Yang kuperbuat hanya opini-opini semata tanpa adanya wujud yang pasti.
Selama ini aku hanya mengalami kecelakaan berfikir, idealisme yang
kupertahankan tak dapat merubah dan memberi manfaat masyarakat.
Betapa
ruginya aku menjadi pemuda, rugi sekali aku menjadi mahasiswa.
No comments:
Post a Comment