Tuesday, July 15, 2014

HANYA MAMPU BERONANI FIKIRAN


HANYA MAMPU BERONANI FIKIRAN
)*Ali Ahsan

kaum muda sepertiku yang seharusnya dapat berbuat banyak untuk negeri ini ternyata hanya menjadi onak dalam duri saja. Keseharianku yang hanya membaca buku, merenung dan ngobrol tak jelas tanpa mengeluarkan sebuah solusi dan aksi nyata bagi masyarakat terasa sangat rugi. Percuma saja aku banyak membaca buku dan memiliki impian segudang jikalau saat ini aku hanya berdiam diri dan mengkritik kinerja pemerintah. 

Di kalanganku mungkin tak asing dengan istilah golongan kiri, namun menurutku golongan kiri yang kumaksudkan adalah mereka bergerak sendiri dengan membenarkan sistem menurut mereka dan itu memang nyata dilakukanya. Bukan hanya bersuara tanpa landasan yang ujung-ujungnya hanya seperti burung beo di dalam kandang. Di rentang waktu yang terjal dan memburai di masa mudaku ini, aku mencoba untuk mencari solusi di tengah-tengah permasalahan masyarakat sekitarku. Ide dan keinginan yang belum membeku ini aku harapkan dapat bermanfaat bagi sesama. Aku tak ingin keinginanku ini hanya sebatas onani fikiran semata.

Kembali ke golongan kiri, aku mengenal Tan Malaka, Hitler, Lenin, Munir dan Wiji Thukul. Mereka sering di sebut sebagai orang-orang kiri pada zamanya. Namun yang kuketahui mereka bergerak atas dasar kemauan yang memang didasarkan pada ketimpangan sosial ekonomi dan politik zamanya. Dalam hati aku bukan bermaksud untuk meniru mereka, aku sadar bahwa Ali hanya akan menjadi Ali, apapun yang kuperbuat dan kufikirkan hanyalah dasar dari niatku. Pemikiran mereka hanya membuatku sadar bahwa kaum muda sepertiku memang seharusnya bergerak untuk menata masyarakat yang adil dan sejahtera serta jauh dari ketimpangan yang ada saat ini.

Ketidakmampuanku yang entah mengapa tak biarkan untuk segera pergi dari benak ini membuatku menjadi malas untuk bertindak terjun ke masyarakat langsung. Percuma saja aku mengenyam pendidikan yang tinggi jikalau aku mengabaikan kondisi masyarakat terutama petani, nelayan dan pedagang kecil yang hidupnya serba kecukupan jauh dari kata normal. Pendidikan dan hak bersuarapun rasa-rasa memang jauh dari benak mereka, para klas borjuis yang cenderung di hargai dan omonganya di dengarkan membuat posisi kaum proletar seperti mereka di tengah-tengah masyarakat menjadi terhimpit dan semakin tenggelam dalam hal demokrasi.

Pendidikanku hanya kumanfaatkan untuk nampang gengsi di masyarakat, banyak buku yang telah kubaca hanya kupergunakan untuk membungkam mulut orang-orang yang tak kukehendaki menjatuhkan kepribadianku semata. Apakah ini yang kulakukan selam ini! Secara sadar memang hal ini telah kulakukan, ilmu dan pengalaman hidup yang kudapatkan selama ini telah kupergunakan dengan tidak semestinya. Aku bangga pada para aktivis era dulu yang rela berkorban menggadaikan segalanya demi keadilan sosial masyarakat yang memang ia perjuangkan dengan konsisten. Mereka hanya membutuhkan satu –harga diri. 

Kaum muda yang hanya pandai berwacana sepertiku memang seharusnya tak dilahirkan di bumi ini, aku tak bisa apa-apa dengan ide yang kupunya. Yang kuperbuat hanya opini-opini semata tanpa adanya wujud yang pasti. Selama ini aku hanya mengalami kecelakaan berfikir, idealisme yang kupertahankan tak dapat merubah dan memberi manfaat masyarakat.
Betapa ruginya aku menjadi pemuda, rugi sekali aku menjadi mahasiswa.

No comments:

Post a Comment