Makalah
Islam di Indonesia
Dosen Pembina :
Dr. H. A. Khudori Soleh
M. Ag
Oleh :
Ali Ahsan Al Haris
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
TAHUN
2012
BAB
I
Pendahuluan
Latar
belakang
Sejarah
telah mencatat bahwa semua agama, baik agama samawi atau agama wadl’i disiarkan
dan dikembangbiakkan oleh para pembawanya yang disebut utusan Tuhan dan oleh
para pengikutnya. Mereka yakin bahwa kebenaran dari Tuhan itu harus disampaikan
kepada umat manusia untuk menjadi pedoman hidup.
Para
penyebar agama banyak yang menempuh jarak jauh dari tempat tinggal dan
kelahirannya sendiri demi untuk menyebarkan dan menyampaikan ajarannya.
Misalnya Nabi Ibrahim berhijrah dari daerah Babylonia menuju Palestina,Mesir dan
Mekkah. Nabi Musa pulang balik dari Mesir dan Palestina. Nabi Isa hijrah dari
Bait Lahm ke Yerussalem dan Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah. Para
pemeluk agama menyebarkan lagi ke tempat tempat yang jauh secara langsung atau
secara beranting ( estafet ) sehingga agama – agama sekarang telah tersebar ke
seluruh pelosok dunia.
Di
antara agama-agama besar di dunia ini adalah Yahudi, Nasrani, Islam, Hindu, dan
Budha, tetapi yang paling luas dan banyak pengikutnya ialah Nasrani dan Islam.
Hal tersebut tentu berhubungan dengan usaha penyiarannya oleh para pemeluknya.
Usaha
penyiaran agama pasti menghadapi rintangan, hambatan, gangguan bahkan ancaman
yang berat, itulah sebabnya maka kadang-kadang penyiaran suatu agama berjalan
lancar, kadang-kadang tersendat – sendat dan mengalami kemacetan walaupun tidak
total.
Pengembangan
dan penyiaran agama Islam termasuk paling dinamis dan cepat dibandingkan dengan
agama – agama lainnya. Termasuk akselarasi dan dinamika penyebaran agama Islam
di Indonesia yang akan kami bahas dalam makalah ini.
Rumusan Masalah
1. Seperti apa islam di Indonesia.
2.
Bagaimana Islam masuk ke indonesia.
3.
Bagaimana gerakan NU dan Muhammadiyah di Indonesia
Tujuan
1.
Mengerti islam di Indonesia.
2.
Mengetahui Islam masuk ke indonesia.
3.
Mengetahui gerakan NU dan Muhammadiyah di Indonesia
BAB
I
Pendahuluan
Peran
perdagangan dan para pedagang dalam mengislamkan Indonesia, dimana pengaruh dan
penyebaran Islam sangat efektif sekali. Hal ini disebabkan karena banyak orang
yang begitu saja tertarik untuk memeluk agama Islam sebelum mempelajari
syari’at agamanya secara rinci dan mendalam. Di tambah pula dengan sikap
masyarakat pada umumnya yang tidak suka berfikir lama dan mengadakan pembahasan
yang dalam mengenai masalah aqidah, cukup dengan melihat dan mengamati tingkah
laku yang diperagakan oleh mereka yang telah memeluk Islam, baik dalam
melaksanakan ajaran aqidahnya maupun dapat melaksanakan akhlak dan ajarannya di
tengah-tengah masyarakat, mereka sudah tertarik dan ingin memeluk Islam.
Tentang masuknya
Islam di Indonesia ada beberapa pendapat dari para ahli diantaranya :
1.
Pendapat pertama
yang dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda di antaranya Snouck
Hurgronje yang berpendapat bahwa agama Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13
M dari Gujarat ( bukan dari Arab langsung ) dengan bukti ditemukannya makam
Sultan yang beragama Islam Pertama yakni Malik As-Sholeh, raja pertama kerajaan
Samudera Pasai yang di katakan berasal dari Gujarat.
2. Pendapat kedua di
pelopori sarjana-sarjana muslim, di antaranya Prof Hamka yang mengadakan
seminar “sejarah masuknya Islam ke Indonesia” di Medan pada tahun 1963, Hamka
dan teman-temannya berpendapat bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad
pertama Hijriyah (
kurang lebih abad ke-7 sampai abad ke-8 M ) langsung dari Arab dengan bukti
jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh
sebelum abad ke-13. Jalur pelayaran ini melaui selat Malaka yang
menghubungkan dengan Dinasti Tang di Cina ( Asia Timur ). Sriwijaya di Asia
Tenggara dan Bani Umayah di Asia Barat.
3. Sarjana muslim kontemporer
seperti Taufiq Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurut
pendapatnya memang benar Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad
pertama Hijriyah atau abad ke-7 atau abad ke-8 M, tetapi baru di anut oleh para
pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah pada abad ke-13 Islam
masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik dengan berdirinya
kerajaan Samudera Pasai. Hal ini terjadi karena akibat arus balik kehancuran
Baghdad, ibukota Abasiyyah oleh Halugu. Kehancuran Baghdag menyebabkan pedagang
muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke Asia Selatan, Asia Timur dan Asia
Tenggara.
Bersamaan
dengan para pedagang, datang pula da’i-da’i dan musafir-musafir sufi.
Melalui jalur pelayaran itu pula mereka dapat berhubungan dengan pedagang dari
negeri-negeri di ketiga bagian benua Asia tersebut. Hal ini memungkinkan
terjadinya hubungan timbal balik sehingga terbentuklah perkampungan masyarakat
muslim. Pertumbuhan perkampungan ini semakin meluas sehingga perkampungan itu
tidak hanya bersifat ekonomis tetapi embentuk struktur pemerintahan.
Mengenai
perbedaan pendapat mengenai asal-usul Islam di Indonesia, telah menyita banyak
perhatian sejarawan. Tetapi sejauh itu dipergunakan untuk mencari asal-usul
Islam di Indonesia hampir semua teori yang kemudian dikenal dengan teori
Gujarat dan teori Arab yang menegaskan masing-masing sebagai hal yang paling
benar. Tetapi sebenarnya keduanya mempunyai pengaruh yang sama besarnya. Untuk
penjelasan teori-teori ini dapat dilacak dalam beberapa buku. Misalnya T.W
Arnold, The Preaching of Islam : A History of The Propagation of The
Muslim Faith. ( Lahore : SA Muhammad Asraf,1968 ). Hlm : 369-371.
Sedangkan
menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul “ Menemukan
Sejarah” mengenai proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia
terdapat tiga teori yaitu : teori Gujarat, teori Mekkah dan teori Persia.
Ketiga teori tersebut memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya
Islam ke Indonesia. Asal negara dan tentang penyebar atau pembawa agama Islam
ke Nusantara.
Ketiga
teori tersebut, pada dasarnya masing-masing mempunyai kebenaran dan
kelemahannya tetapiberdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam
masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke-7 dan mengalami perkembangn
pada abad ke-13 M. sebagai pemegang peranan dalam penyebaran agama Islam adalah
bangsa Arab,Persia dan Gujarat ( India ).
B. Proses
Masuknya Islam Ke Indonesia.
Pada
mulanya proses penyebaran agama Islam masih terbatas pada daerah-daerah pesisir
pantai, namun sejak abad ke- 15 kota-kota di dekat pantai baik di Jawa,
Sumatera maupun daerah-daerah lainnya berubah menjadi wilayah yang berpenduduk
muslim. Dari uraian di atas jelaslah bahwa masuknya Islam ke Indonesia melalui
dua jalur, yaitu jalur darat dan jalur laut.
Melalui jalur
darat Islam di bawa dari Mekkah melalui Baghdad-Kabul-Kashmir, lalu singgah di
Siangkiang diteruskan ke Malaka melalui daerah pesisir. Sedangkan melalui
jalur laut mula-mula Islam disebarkan dari Jeddah menuju Aden ( sekarang Yaman
) terus ke Maskat dan Baisut ( keduanya termasuk daerah Oman ). Dari Oman
kemudian ke pantai Malabar terus ke Kodonggalor, Qulam Nali ( Qutan ) dan
Kalian, kemudian ke negeri Cyilon dan melalui pantai koromandel ( India )
menuju Saptagrum ( dekat Kalkuta ), menuju Chittagong ( Bangladesh ) dan
Akhjab ( Birma ) kemudian dari Birma akhirnya Islam sampai ke Nusantara melalui
dua jalur yaitu :
1.
Melaui Malaka,
Patani, kanton ( Cina Selatan ), Brunai dan akhirnya sampai di kepulauan
Mindanau.
2.
Peurelak, Samudera Pasai, Kuta raja,
Lamuo, Barus, Padang, Banten, Jepara, gresik, ujung Pandang, ternate dan
Tidore.
C. Cara Dan Saluran Islamisasi Di Indonesia.
Kedatangan Islam dan penyebarannya
kepada golongan bangsawan dan rakyat Indonesia pada umumnya dilakukan secara
damai. Berbeda dengan penyebaran Islam di Timur Tengah yang dalam beberapa
kasus disertai dengan pendudukan wilayah oleh militer Muslim. Islam dalam batas
tertentu disebarkan oleh para pedagang, kemudian di lanjutkan oleh para guru
agama ( Da’i ) dan pengembara Sufi. Orang yang terlibat dalam kegiatan dakwah
pertama itu tidak bertendensi apapun kecuali bertanggung jawab menunaikan kewajiban
tanpa pamrih.
Apabila
situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan yang
disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam
dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang
menghendaki kekuasaan itu. Mereka behubungan dengan pedagang-pedagang muslim
yang posisi ekonominya lebih kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan.
Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap
kerajaan non Islam. Hal ini bukan karena persoalan agama tetapi karena dorongan
politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Menurut Uka
Tjandrasasmita, saluran – saluran islamisasi yang berkembang di Indonesia
melalui enam cara, yaitu :
1.
Saluran Perdagangan.
Pada
taraf permulaan, saluran islamisasi adalah melalui perdagangan, kesibukan lalu
lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang
muslim ( Arab, persia, dan India ) turut ambil bagian dalam perdagangan dari
negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua Asia. Saluran islamisasi
melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan
turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan
saham.
2.
Saluran Perkawinan.
Dari
sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih tinggi
dan baik daripada kebanyakan masyarakat pribumi, sehingga penduduk pribumi,
terutama putri-putri bangsawan tertarik untuk menjadi istri-istri
saudagar-saudagar tersebut. Sebelum menikah mereka di islamkan lebih dahulu.
Setelah mereka mempunyai keturunan lingkungan mereka semakin meluas dan
akhirnya muncul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan dan lebih cepat dalam penyebaran agama
Islam karena apabila terjadi perkawinan antara anak bangsawan atau anak raja
dan adipati, karena mereka adalah orang – orang yang mempunyai kekuasaan dan
pengaruh dalam masyarakat dan kemudian turut mempercepat proses islamisasi.
3.
Saluran Tasawuf.
Pengajar-pengajar
tasawuf, atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal
magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada yang
mengawini puteri – puteri bangsawan setempat. Dengan tasawuf bentuk Islam
yang di ajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran
mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru tersebut mudah
dimengerti dan diterima. Ajaran mistik ini masih berkembang di abad ke- 19
bahkan di abad ke-20 M ini.
4.
Saluran Pendidikan.
Islamisasi
juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang digunakan
dan diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiyai-kiyai dan ulama’-ulama’. Di pesantren atau pondok itu calon ulama’, guru, dan kiyai mendapat
pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang
ke kampung masing-masingatau berdakwah ke tempat tertentu untuk mengajarkan
agama Islam.
5.
Saluran Kesenian.
Saluran
islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang .
dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh paling mahir dalam mementaskan wayang.
Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikuti mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih
dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapidi dalam cerita itu
disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam. Kesenian-kesenian lain juga
dijadikan alat islamisasi, seperti sastera ( hikayat, babad dan sebagainya ),
seni bangunan dan seni ukir.
6.
Saluran Politik.
Di
beberapa daerah di Indonesia kebanyakan rakyat masuk Islam setelah penguasa
atau rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik para raja dan penguasa sangat membantu tersebarnya Islam
di nusantara ini. Di samping itu kerajaan-kerajaan yang sudah memeluk agama
Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara
politis menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Gerakan NU
Keterbelakangan
baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan
maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar
untuk memperjuangkan martabat bangsaa ini, melalui jalan pendidikan dan
organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan “Kebangkitan Nasional“. Semangat kebangkitan
memang terus menyebar ke mana-mana – setelah rakyat pribumi sadar terhadap
penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya,
muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk
organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul
Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916.
Kemudian pada tahun 1918 didirikanTaswirul
Afkar atau dikenal juga dengan “Nahdlatul
Fikri” (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum
dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut
Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat
itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain
tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang
sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan
sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena
dianggap bidah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat
sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama
ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya
yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak
dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan
tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh
minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap
pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat
delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan
kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala
penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya.
Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab
mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama,
yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan
peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite
dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu
dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih
sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi
dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk
organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344
H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan
prisip dasar orgasnisai ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan
dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan
warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan
politik.
Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan
di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912
oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KH. A Dahlan . Beliau
adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku
dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk
mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an
dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya
ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran
ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat
sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat
mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke
luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk
mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan
kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping
memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi
pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidratul
Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan.
Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
Disamping
memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak,
beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau
telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge
School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namnaya menjadi
Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri
perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namnaya dirubah menjadi
Mu`allimin dan Mu`allimat.
Muhammadiyah
mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama ‘Aisyiyah yang disitulah
Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi
pemimpinnya.
KH A Dahlan
memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih
menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11,
Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang
Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian
berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah
menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
BAB
III
Kesimpulan
Pada dasarnya
Islam adalah agama yang efektif dalam penyebaran ajarannya, kita dapat dengan
mudah mengerti syariat dan akidah dengan tingkah laku akidah orang yang
beragama Islam. Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi dan berkembang
pesat pada abad ke-13 Masehi karena banyak para pedagang, da’I dan sufi dating
ke Indonesia. Masuknya Islam ke Indonesia dibagi menjadi dua jalur, jalur darat
yaitu dengan melewati Mekkah, Bagdhad, Kabul, Kashmir, Singkang, Malaka,
Indonesia. Kemudian jalur laut, yaitu melewati Jeddah, Yaman, Baisut, Omar,
Malabar, Kedong Langgar, Kalian, Burma , Indonesia. Di Burma masuknya Islam ke
Indonesia dibagi menjadi dua yaitu melalui Malaka, lalu mindanau,dan Burlak ke
Padang.
Dalam penyebaran
Islam si Indonesia, terdapat enam cara dalam menyebarkan Islam, yaitu : saluran
perdagangan, yang menyebarkan agama dengan cara berdagang yang dilakukan oleh
pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India, serta raja dan para bangsawan.
Saluran perkawinan, ini adalah cara paling cepat dalam penyebaran Islam di
Indonesia karena dengan menikah dapat menyebarkan Islam ke sanak saudara dan
anak. Saluran tasawuf, kekuatan menyembuhkan dan magis sangat cocok dengan
budaya Indonesia dari abad 19 samapai ke-20. Saluran pendidikan, siswa pondok
adalah calon ulama yang akan menyebarkan dakwah Islam ke daerah masing-masing.
Saluran kesenian, wayang salah satu budaya yang paling terkenal di masyarakat
yang dibawakan oleh Sunan Kalijaga, kemudian pada beberapa cerita seperti
cerita Ramayana dan Mahabrata diganti dengan ajaran dan pahlawan Islam. Saluran
politik, ini diaplikasikan setelah Raja masuk Islam, kemudian mengislamkan
keluarganya dan juga rakyatnya.
Nahdatul Ulama
yang berarti kebangkitan para Ulama13 Rajab 1344 Hijriah. Ini berawal dari golongan
pesantren yang berjuang untuk melestarikan peninggalan berejarah dan
menghindari keputusan satu mazhab di kota Mekkah dari kebijakan Raja Ibnu
Saud. Kemudian Hasyim Asy’ari menetapkan
kitab Qanun Asasi (prinsip dasar) dan I’Tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai
prinsip dasar NU.
Muhammadiyah, lahir dair kampus Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 Hijriah. Ini didirikan oleh Muhammad Darwis alias KH. A. Dahlan
berdasarkan keprihatinan atas masyarakat yang jumud, beku dan penuh mistis. Berawal dari keluarga dekat, kemudian orang
sikitar, dan pergi keluar jawa.
Metode dakwah
yang ia gunakan adalah dengan memberikan pengajaran Sidrathal Muntaha,
mendirikan sekolah, dan mengadakan pengajian-pengajian. Pada tahun 1913-1918 ia
telah mendirikan lima sekolah dasar dan mendirikan Hodge School Muhammadiyah
(SMP) pada tahun 1919.
System
kepemimpinan dari organisasi ini adalah permusyawaratan rapat tahunan tahun
1922, kemudian diganti menjadi muktamar tiga tahunan pada tahun 1926.
Demikianlah makalah ini dibuat, semoga dengan ini kita menjadi mengeti tentang
peradaban Islam di Indonesia dan mengamalkannya dengan ikhlas agar menjadi
barokah kita semua.
BAB IV
Daftar Pustaka
Dr. Badri Yatim, M.A. sejarah Peradaban
Islam, Jakarta, Raja Wali Press, 2003
www. muhammadiyah.or.id
http://langitcirrus.wordpress.com/2009/03/31/sejarah-nu/