Monday, July 7, 2014

MAKALAH ISLAM DI INDONESIA

Makalah
Islam di Indonesia

Dosen Pembina :
Dr. H. A. Khudori Soleh M. Ag


Oleh :
Ali Ahsan Al Haris


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
TAHUN 2012



 
BAB I
Pendahuluan

Latar belakang
Sejarah telah mencatat bahwa semua agama, baik agama samawi atau agama wadl’i disiarkan dan dikembangbiakkan oleh para pembawanya yang disebut utusan Tuhan dan oleh para pengikutnya. Mereka yakin bahwa kebenaran dari Tuhan itu harus disampaikan kepada umat manusia untuk menjadi pedoman hidup.
Para penyebar agama banyak yang menempuh jarak jauh dari tempat tinggal dan kelahirannya sendiri demi untuk menyebarkan dan menyampaikan ajarannya. Misalnya Nabi Ibrahim berhijrah dari daerah Babylonia menuju Palestina,Mesir dan Mekkah. Nabi Musa pulang balik dari Mesir dan Palestina. Nabi Isa hijrah dari Bait Lahm ke Yerussalem dan Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah. Para pemeluk agama menyebarkan lagi ke tempat tempat yang jauh secara langsung atau secara beranting ( estafet ) sehingga agama – agama sekarang telah tersebar ke seluruh pelosok dunia.
Di antara agama-agama besar di dunia ini adalah Yahudi, Nasrani, Islam, Hindu, dan Budha, tetapi yang paling luas dan banyak pengikutnya ialah Nasrani dan Islam. Hal tersebut tentu berhubungan dengan usaha penyiarannya oleh para pemeluknya.
Usaha penyiaran agama pasti menghadapi rintangan, hambatan, gangguan bahkan ancaman yang berat, itulah sebabnya maka kadang-kadang penyiaran suatu agama berjalan lancar, kadang-kadang tersendat – sendat dan mengalami kemacetan walaupun tidak total.
Pengembangan dan penyiaran agama Islam termasuk paling dinamis dan cepat dibandingkan dengan agama – agama lainnya. Termasuk akselarasi dan dinamika penyebaran agama Islam di Indonesia yang akan kami bahas dalam makalah ini.

Rumusan Masalah
1. Seperti apa islam di Indonesia.
2. Bagaimana Islam masuk ke indonesia.
3. Bagaimana gerakan NU dan Muhammadiyah di Indonesia

Tujuan
1. Mengerti islam di Indonesia.
2. Mengetahui Islam masuk ke indonesia.
3. Mengetahui gerakan NU dan Muhammadiyah di Indonesia


BAB I
Pendahuluan

Peran perdagangan dan para pedagang dalam mengislamkan Indonesia, dimana pengaruh dan penyebaran Islam sangat efektif sekali. Hal ini disebabkan karena banyak orang yang begitu saja tertarik untuk memeluk agama Islam sebelum mempelajari syari’at agamanya secara rinci dan mendalam. Di tambah pula dengan sikap masyarakat pada umumnya yang tidak suka berfikir lama dan mengadakan pembahasan yang dalam mengenai masalah aqidah, cukup dengan melihat dan mengamati tingkah laku yang diperagakan oleh mereka yang telah memeluk Islam, baik dalam melaksanakan ajaran aqidahnya maupun dapat melaksanakan akhlak dan ajarannya di tengah-tengah masyarakat, mereka sudah tertarik dan ingin memeluk Islam.
Tentang masuknya Islam di Indonesia ada beberapa pendapat dari para ahli diantaranya :
1.      Pendapat pertama yang dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda di antaranya Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa agama Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat ( bukan dari Arab langsung ) dengan bukti ditemukannya makam Sultan yang beragama Islam Pertama yakni Malik As-Sholeh, raja pertama kerajaan Samudera Pasai yang di katakan berasal dari Gujarat.

2.   Pendapat kedua di pelopori sarjana-sarjana muslim, di antaranya Prof Hamka yang mengadakan seminar “sejarah masuknya Islam ke Indonesia” di Medan pada tahun 1963, Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah           ( kurang lebih abad ke-7 sampai abad ke-8 M ) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh sebelum abad ke-13. Jalur pelayaran ini melaui selat Malaka yang menghubungkan dengan Dinasti Tang di Cina ( Asia Timur ). Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayah di Asia Barat.

3.  Sarjana muslim kontemporer seperti Taufiq Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurut pendapatnya  memang benar Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 atau abad ke-8 M, tetapi baru di anut oleh para pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah pada abad ke-13 Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik dengan berdirinya kerajaan Samudera Pasai. Hal ini terjadi karena akibat arus balik kehancuran Baghdad, ibukota Abasiyyah oleh Halugu. Kehancuran Baghdag menyebabkan pedagang muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara.

Bersamaan dengan para pedagang, datang pula da’i-da’i dan musafir-musafir sufi.  Melalui jalur pelayaran itu pula mereka dapat berhubungan dengan pedagang dari negeri-negeri di ketiga bagian benua Asia tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik sehingga terbentuklah perkampungan masyarakat muslim. Pertumbuhan perkampungan ini semakin meluas sehingga perkampungan itu tidak hanya bersifat ekonomis tetapi embentuk struktur pemerintahan. 

Mengenai perbedaan pendapat mengenai asal-usul Islam di Indonesia, telah menyita banyak perhatian sejarawan. Tetapi sejauh itu dipergunakan untuk mencari asal-usul Islam di Indonesia hampir semua teori yang kemudian dikenal dengan teori Gujarat dan teori Arab yang menegaskan masing-masing sebagai hal yang paling benar. Tetapi sebenarnya keduanya mempunyai pengaruh yang sama besarnya. Untuk penjelasan teori-teori ini dapat dilacak dalam beberapa buku. Misalnya T.W Arnold, The Preaching of Islam : A History of  The Propagation of The Muslim Faith. ( Lahore : SA Muhammad Asraf,1968 ). Hlm : 369-371. 

Sedangkan menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul “ Menemukan Sejarah” mengenai proses masuk dan berkembangnya agama  Islam di Indonesia terdapat tiga teori yaitu : teori Gujarat, teori Mekkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya Islam ke Indonesia. Asal negara dan tentang penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. 

Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing mempunyai kebenaran dan kelemahannya tetapiberdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke-7 dan mengalami perkembangn pada abad ke-13 M. sebagai pemegang peranan dalam penyebaran agama Islam adalah bangsa Arab,Persia dan Gujarat ( India ).
B.    Proses Masuknya Islam Ke Indonesia.
Pada mulanya proses penyebaran agama Islam masih terbatas pada daerah-daerah pesisir pantai, namun sejak abad ke- 15 kota-kota di dekat pantai baik di Jawa, Sumatera maupun daerah-daerah lainnya berubah menjadi wilayah yang berpenduduk muslim. Dari uraian di atas jelaslah bahwa masuknya Islam ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu jalur darat dan jalur laut. 

Melalui jalur darat Islam di bawa dari Mekkah melalui Baghdad-Kabul-Kashmir, lalu singgah di Siangkiang diteruskan ke Malaka melalui  daerah pesisir. Sedangkan melalui jalur laut mula-mula Islam disebarkan dari Jeddah menuju Aden ( sekarang Yaman ) terus ke Maskat dan Baisut ( keduanya termasuk daerah Oman ). Dari Oman kemudian ke pantai Malabar terus ke Kodonggalor, Qulam Nali ( Qutan ) dan Kalian, kemudian ke negeri Cyilon dan melalui pantai koromandel ( India )  menuju Saptagrum ( dekat Kalkuta ), menuju Chittagong ( Bangladesh ) dan Akhjab ( Birma ) kemudian dari Birma akhirnya Islam sampai ke Nusantara melalui dua jalur yaitu :
1.      Melaui Malaka, Patani, kanton ( Cina Selatan ), Brunai dan akhirnya sampai di kepulauan Mindanau.
2.      Peurelak, Samudera Pasai, Kuta raja, Lamuo, Barus, Padang, Banten, Jepara, gresik, ujung Pandang, ternate dan Tidore.


C.    Cara Dan Saluran Islamisasi Di Indonesia.
            Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat Indonesia pada umumnya dilakukan secara damai. Berbeda dengan penyebaran Islam di Timur Tengah yang dalam beberapa kasus disertai dengan pendudukan wilayah oleh militer Muslim. Islam dalam batas tertentu disebarkan oleh para pedagang, kemudian di lanjutkan oleh para guru agama ( Da’i ) dan pengembara Sufi. Orang yang terlibat dalam kegiatan dakwah pertama itu tidak bertendensi apapun kecuali bertanggung jawab menunaikan kewajiban tanpa pamrih.

Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan yang disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka behubungan dengan pedagang-pedagang muslim yang posisi ekonominya lebih kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap kerajaan non Islam. Hal ini bukan karena persoalan agama tetapi karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran – saluran islamisasi yang berkembang di Indonesia melalui enam cara, yaitu :
1. Saluran Perdagangan.
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah melalui perdagangan, kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang muslim ( Arab, persia, dan India ) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua Asia. Saluran islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.
2. Saluran Perkawinan.
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih tinggi dan baik daripada kebanyakan masyarakat pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan tertarik untuk menjadi istri-istri saudagar-saudagar tersebut. Sebelum menikah mereka di islamkan lebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan lingkungan mereka semakin meluas dan akhirnya muncul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan dan lebih cepat dalam penyebaran agama Islam karena apabila terjadi perkawinan antara anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena mereka adalah orang – orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam masyarakat dan kemudian turut mempercepat proses islamisasi.
3. Saluran Tasawuf.
Pengajar-pengajar tasawuf, atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada yang mengawini puteri  – puteri bangsawan setempat. Dengan tasawuf bentuk Islam yang di ajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru tersebut mudah dimengerti dan diterima. Ajaran mistik ini masih berkembang di abad ke- 19 bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran Pendidikan.
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang digunakan dan diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiyai-kiyai dan ulama’-ulama’. Di pesantren atau pondok itu calon ulama’, guru, dan kiyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masingatau berdakwah ke tempat tertentu untuk mengajarkan agama Islam.
5. Saluran Kesenian.
Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang . dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan tetapi ia meminta para penonton untuk mengikuti mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapidi dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat islamisasi, seperti sastera ( hikayat, babad dan sebagainya ), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran Politik.
Di beberapa daerah di Indonesia kebanyakan rakyat masuk Islam setelah penguasa atau rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik para raja dan penguasa sangat membantu tersebarnya Islam di nusantara ini. Di samping itu kerajaan-kerajaan yang sudah memeluk agama Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

Gerakan NU
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsaa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan “Kebangkitan Nasional“. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana – setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikanTaswirul Afkar atau dikenal juga dengan “Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bidah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KH. A Dahlan . Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
Disamping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namnaya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namnaya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.
Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama ‘Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

BAB III
Kesimpulan

Pada dasarnya Islam adalah agama yang efektif dalam penyebaran ajarannya, kita dapat dengan mudah mengerti syariat dan akidah dengan tingkah laku akidah orang yang beragama Islam. Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi dan berkembang pesat pada abad ke-13 Masehi karena banyak para pedagang, da’I dan sufi dating ke Indonesia. Masuknya Islam ke Indonesia dibagi menjadi dua jalur, jalur darat yaitu dengan melewati Mekkah, Bagdhad, Kabul, Kashmir, Singkang, Malaka, Indonesia. Kemudian jalur laut, yaitu melewati Jeddah, Yaman, Baisut, Omar, Malabar, Kedong Langgar, Kalian, Burma , Indonesia. Di Burma masuknya Islam ke Indonesia dibagi menjadi dua yaitu melalui Malaka, lalu mindanau,dan Burlak ke Padang.
Dalam penyebaran Islam si Indonesia, terdapat enam cara dalam menyebarkan Islam, yaitu : saluran perdagangan, yang menyebarkan agama dengan cara berdagang yang dilakukan oleh pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India, serta raja dan para bangsawan. Saluran perkawinan, ini adalah cara paling cepat dalam penyebaran Islam di Indonesia karena dengan menikah dapat menyebarkan Islam ke sanak saudara dan anak. Saluran tasawuf, kekuatan menyembuhkan dan magis sangat cocok dengan budaya Indonesia dari abad 19 samapai ke-20. Saluran pendidikan, siswa pondok adalah calon ulama yang akan menyebarkan dakwah Islam ke daerah masing-masing. Saluran kesenian, wayang salah satu budaya yang paling terkenal di masyarakat yang dibawakan oleh Sunan Kalijaga, kemudian pada beberapa cerita seperti cerita Ramayana dan Mahabrata diganti dengan ajaran dan pahlawan Islam. Saluran politik, ini diaplikasikan setelah Raja masuk Islam, kemudian mengislamkan keluarganya dan juga rakyatnya.
Nahdatul Ulama yang berarti kebangkitan para Ulama13 Rajab 1344 Hijriah. Ini berawal dari golongan pesantren yang berjuang untuk melestarikan peninggalan berejarah dan menghindari keputusan satu mazhab di kota Mekkah dari kebijakan Raja Ibnu Saud.  Kemudian Hasyim Asy’ari menetapkan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar) dan I’Tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai prinsip dasar NU.
Muhammadiyah, lahir dair kampus Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah. Ini didirikan oleh Muhammad Darwis alias KH. A. Dahlan berdasarkan keprihatinan atas masyarakat yang jumud, beku dan penuh mistis. Berawal dari keluarga dekat, kemudian orang sikitar, dan pergi keluar jawa.
Metode dakwah yang ia gunakan adalah dengan memberikan pengajaran Sidrathal Muntaha, mendirikan sekolah, dan mengadakan pengajian-pengajian. Pada tahun 1913-1918 ia telah mendirikan lima sekolah dasar dan mendirikan Hodge School Muhammadiyah (SMP) pada tahun 1919.
System kepemimpinan dari organisasi ini adalah permusyawaratan rapat tahunan tahun 1922, kemudian diganti menjadi muktamar tiga tahunan pada tahun 1926. Demikianlah makalah ini dibuat, semoga dengan ini kita menjadi mengeti tentang peradaban Islam di Indonesia dan mengamalkannya dengan ikhlas agar menjadi barokah kita semua.

BAB IV
Daftar Pustaka

Dr. Badri Yatim, M.A. sejarah Peradaban Islam,  Jakarta, Raja Wali Press, 2003
www. muhammadiyah.or.id
http://langitcirrus.wordpress.com/2009/03/31/sejarah-nu/

No comments:

Post a Comment