Showing posts with label CORAT-CORET. Show all posts
Showing posts with label CORAT-CORET. Show all posts

Saturday, July 29, 2017

Hamba

Hamba

Entah, seperti itulah Hamba merasa
Bagaimana lagi seorang Hamba harus memaknai sebuah kehendak
Kehendak ego yang cederung merusak semua yang kini ada
Terlampau besar apa yang Hamba yakini sebagai identitas, sekarang menjadi menjadi eksistensi diri semata.
Lantas, apa yang Hamba tuturkan menjadi sebuah pertanyaan besar
Bagaimana lagi Hamba harus melangkah
Hamba yang sering lupa akan rasa syukur
Hamba yang sengaja lupa bagimana berterimakasih
Hamba yang lupa bagaimana berharap ke yang Maha
Hamba harus bagaimana?
Seperti inilah Hamba, tentu Hamba pesimis dalam menjalani hidup
Sampai kapan? Sungguh, Hamba juga tak faham dengan apa yang sekarang hamba lakukan
Banyak factor yang  membuat Hamba harus sadari, jika itu adalah kehendakMu
Hamba, harus bagaimana?
Hamba yang lupa caranya bersyukur
Hamba yang lupa caranya berterimakasih
Namun, Hamba masih berusaha untuk tak lupa dengan Mu. Tuhan
Sekali lagi, kasihanilah Hamba. Tolonglah Hamba

Seperti Engakau mengasihani para kekasihmu, tolong hamba. Tuhan

Friday, July 14, 2017

Warga Negara Yang Baik (Nipu)

Warga Negara Yang Baik (Nipu)

*Ali Ahsan Al Haris

Mungkin aku perlu belajar lebih dalam lagi untuk menjadi warga negara yang baik. Mungkin aku yang terlampau bodoh sehinga tidak faham apa yang telah pemerintah hari ini kerjakan, bekal ilmu jurnalistik yang tidak kunjung aku kuasai membuatku selalu muak atas pemberitaan media masa sekarang. Ya bagaimana tidak, kalau aku pintar dalam hal tersebut tentu aku takan memiliki keinginan untuk menjadi warga negara yang baik.

Aku coba memahami saat ada media mainstream, offline maupun online memberitakan tentang presiden kita. Bayangkan, hanya mau mengantri kopi, sekedar jajan dan makan gorengan di pedagang kaki lima, naik kereta api klas ekonomi menjadikan beliau artis pemenuh headline media-media kita.
Terbayangkan gak sih kalau itu semua kadang membuat kita merasa konyol dan cenderung berfikir itu adalah hal memalukan, seperti halnya status facebook kawanku “Bisa gak sich setiap apa yang kita lakukan tidak berujung status di facebook?”

Apa presiden dan petinggi negeri ini gak tahu atau memang gak mau tahu tentang kerusakan hutan di negerinya sendiri, rusaknya terumbu karang, banyaknya pungutan liar, proyek jalan yang cenderung asal jadi, terlebih naikya bahan pokok, komoditas utama pula.

Hai bapak dan ibu yang terhormat di negeri ini, bisa kan membeli kopi dengan meminta tolong staff kalian, makan gorengan masakan cheff pribadi kalian tanpa harus susah antri demi liputan berita semata. Waktu yang ada pada kalian dapat dipergunakan untuk memikirkan masalah-masalah negeri ini. Cari solusi yang tepat agar negeri ini tak tercekik hutang yang makin tahun makin bertambah, masa anak baru lahir saja sudah menanggung hutang negara. Meyedihkan bukan.

Akh tapi ya sudahlah. Rasa-rasanya aku memang kudu belajar menjadi warga negara yang baik kok, Pak. Dulu aku berfikiran bahwa menghargai dan mebela kalian itu adalah hal yang menjijikan, posisi kita lho sama sebagai warga negara.


Tapi mulai sekarang, aku akan menjadi warga negara yang baik. Setidaknya aku akan berusaha mempercayai pemberitaan Bapak dan Ibu, entah apapun itu. Begitu ya, Pak.

Saturday, November 26, 2016

Mencium Belahan Pantat Nabi Palsu

Mencium Belahan “Pantat” Nabi Palsu
*Ali Ahsan Al Haris

Cukup mudah dan sangat mudah untuk diterima dalam lingkungan baru. Alih-alih lingkungan tersebut di isi oleh para kalangan penggila nama. Cukup kau usik mereka dengan cerita humor karanganmu akan kebaikanmu, cukup sudah bagimu merebut hati mereka atas jasa cerita bohongmu.

Cerita itu aku temui sejak aku masih menyusu pada payudara ibuku, toh hal-hal semacam itu memang sudah layak dan patut di sandang oleh orang semacam dirimu. Yang kini ponggah menatap calon kerajaan baru dengan raja dan nabi palsu.

Tapi mana ada aku terang-terangan untuk mau berselisih denganmu (aku pecundang), terlebih mereka yang aku anggap sebagai kalangan nomaden yang haus akan ilmu untuk menjadi nabi palsu. Semacam halnya para penganut komunis-sosialis di Kuba yang menganggap Che Guevara sebagai nabi karena aksi heroiknya, dan kamu ingin seperti Che yang mencoba mempraktikan marxist ala gayamu namun gagal menurut pemahamanku (aku bodoh).

Aku akan kembali pada maksut tulisanku, namun apa daya karena aku terlalu emosi melihat tingkahmu sehingga membuatku tak konsen menulis tentangmu. Semoga saja emosiku ini menularkan dan memahamkan apa yang aku maksut, terkhusus pada kamu dan kaum-Mu.

Seperti halnya patung Multatuli di jalan Koerjespoortsteeg yang sedang memandangi para pelacur, bagiku kau seperti pelacur  yang dimaksut Sigit Susanto dalam buku yang sedang aku baca. Ya, pelacur Borjuis. Apa yang kau kerjakan dan apa yang kau alami sehari-hari sangatlah jauh berbeda, kau terlalu memaksa demi sebuah Nama.

Setelah dongenganmu berhasil menaklukan para nabi-nabi mu, sedikit lagi kau akan menerima fatwa dari mereka untuk menjadi kalimat legitimasimu dalam berdakwah. Itu sah-sah saja, tapi bolehkan aku tersenyum manis rasa sinis di depan layar laptopku? Aku harap nabimu mengizinkanku.

Akh sudahlah, mengapa aku harus membuang waktu untuk memikirkanmu. Aku rasa aku sudah teracuni oleh sifat kikir dan dengki sesuai fatwamu [Kalian semua suci, dan aku penuh dosa(DN. Aidit)]. Atau bisa jadi, aku telah masuk perangkapmu. Kau perlu tahu [Idealismeku tiada batasanya(Ernesto Che Guevara)].


Malang, 26 Nov 2016

Ali Ahsan Al Haris



Kamu

KaMU

Bagaikan api dalam tungku, hanya air yang dapat memadamkan ku.
Sosokmu membuatku kagum akan suatu hal, yang itu adalah bakatmu.
Terlebih lagi memang parasmu, toh semua itu hanya aku yang tahu.
Sekarang aku diam-diam mengamatimu dari jauh, sejauh pos pendakian itu.
Kesibukanmu itu, selalu membuatku penasaran akan suatu hal, dan itu kamu.
Salahkan aku jika bertanya, siapa nama pasanganmu? Atau sudikah aku jika dekat denganmu.

Oh Tuhan, betapa hinanya aku menganggumi yang bukan hak ku.
Atau memang Engkau sengaja menyiksaku dengan hal macam itu.
Terkhusus kamu, aku ingin membisikan sesuatu yang sejatinya tak ingin orang lain tahu

Aku sayang kamu.
Cukup kau tahu, karena sedari itu aku diam-diam menjadi pengagum mu.
Karena yang kutahu, yang kutahu dan yang kurasa hanya mencintaimu.
Bersyukur, aku sudah jujur dengan diriku.


Malang, 25 November 2016


Ali Ahsan Al Haris

Monday, November 21, 2016

Cinta Dalam Cerita

Cinta Dalam Cerita

Ada hidup demi menyambung hidup semata
Mengacuhkan nasihat tua untuk saling berbagi atas nama cinta
Tak serahim bukan berarti harus tak bercinta dalam setiap nada cerita
Karena batin seorang Ibu melebihi analisismu tentang-Nya,
Yang bahkan Tuhan sendiri enggan untuk memarahinya
Kau tahu betapa aku juga mencintainya, namun apa disangka ada ego yang berkata “Cukup untuk aku tahu”
Sendiriku disini, menjadi pertekelir demi sebuah cita
Oh cinta, kadang kau datang tiba-tiba tanpa harus mengetahui apa yang kurasa
Kau bilang padaku, mana yang harus aku priotaskan
Kamu, dia, mereka atau kita saja. Cukuplah
Sayang di sayang, nestapa hanya nestapa. Kau disana membidik aku dengan jerat penuh dialektika
Kurasa cukup, tapi bukan berarti sampai disini kita berjumpa
Aku yakin akan ada kisah yang lebih menarik, terutama menyangkut kita berdua
Terlebih dan tekhusus, ini semua demi Ibu.
Ibu ku dan Ibu mu

Malang, 21 November 2016

Ali Ahsan Al Haris

Sunday, November 20, 2016

Buku Dalam Taman

Buku Dalam Taman

Kalau efek globalisasi itu benar adanya, aku mengamini
Ke astaralanmu memang ku rasa ada dan menusuk keberadaanku
Sengaja aku memang datang menghampirimu, kau mempersilakan
Sekarang aku sendiri yang kau buat bingung, aku harus bagaimana
Satu hal yang paling lucu dan berkenan di hatiku, tentunya hal ini subjektif
Suaramu begitu terngiang dalam alunan sinyal elektromagnetik dalam mengantar subuhku
Kau siksa aku sedikit demi sedikit, aku bisa anggap hal ini kau menjebakku
Apakah aku boleh mengenalmu lebih dekat? Bertanya diriku
Kau mempersilakan dan kau sudi meluangkan waktu menemuiku
Betapa bahagianya aku, itu sudah tentu
Demi dendam yang membara, rindu memang harus dibayar
Kalau beliau berkata, hujan bulan November ini menghamilkan rindu
Aku bersyukur kau sudi menemuiku, dalam taman yang sama sekali tak aku kenal
Sekarang aku hanya berfikir, bisakah aku masuk dalam kehidupanmu
Setidaknya hanya untuk menemanimu, saja
Aku mulai bingung harus menuangkan rasa macam apa lagi kehadapmu
Karena yang ku tahu hanya, rindu padamu
Selamat bagiku karena kau telah menerimaku, mengenalmu
Sekarang, buku yang kau pegang. Aku harap dapat mengingatkanmu padaku
Aku harap itu dan hanyalah itu harapanku
Terimakasihku untukmu, idamanku

Malang, 20 November 2016
Ali Ahsan Al Haris