TEKNIK PENGERINGAN
REVIEW
UNTUK MEMENUHI NILAI UJIAN TENGAH
SEMESTER MATA KULIAH
DASAR-DASAR PENGAWETAN
Yang diajar oleh Ibu Ir. Titik Dwi
Sulistiyati, MP
Oleh:
ALI AHSAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM AGROBISNIS PERIKANAN
MALANG
2015
Konsep dasar pengawetan : Konsep dasarnya
adalah bagaimana membuat olahan ikan dengan tujuan untuk memperpanjang masa
simpan atau tahan lama atau awet.Misal : pengeringan, penambahan asam,
pemindangan, pengalengan dll
Teknik pengawetan terbagi menjadi dua, yakni
secara Tradisonal dan Modern. Tradisional (Pengeringan, Pengasinan,
Pemindangan, Pengasapan dan Pengasman). Cara pengawetan modern : pengalengan,
pendinginan dan radiasi
A. Proses
Pengeringan
Proses
pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut dilakukan dengan
menurunkan kelembapan nisbi
udara dengan mengalirkan udara
panas di sekeliling
bahan, sehingga tekanan uap
air bahan lebih
besar dari tekanan uap
air di udara.
Perbedaan tekanan itu menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan
ke udara. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penguapan adalah :
1. Laju pemanasan
waktu energi panas dipindahkan pada bahan.
2. Jumlah panas
yang dibutuhkan untuk menguapkan air.
3. Suhu maksimum
pada bahan.
4. Tekanan pada
saat terjadinya penguapan.
Perubahan
lain mungkin terjadi di dalam bahan selama proses penguapan berlangsung . Peristiwa yang
terjadi selama pengeringan
meliputi dua proses, yaitu :
1. Proses perpindahan
panas, yaitu proses menguapkan air
dari dalam bahan
atau proses perubahan bentuk
cair ke bentuk gas.
2. Proses perpindahan
massa, yaitu proses perpindahan massa
uap air dari permukaan bahan ke udara. Proses perpindahan
panas terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari suhu
udara yang dialirkan di sekelilingnya. Panas yang diberikan akan menaikkan suhu
badan dan menyebabkan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari
tekanan uap air
di udara, sehingga
terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara yang merupakan
perpindahan massa.
Sebelum proses pengeringan
berlangsung, tekanan uap air di dalam bahan berada dalam keseimbangan dengan
tekanan uap air di udara sekitarnya. Pada saat pengeringan dimulai, uap
panas yang dialirkan
meliputi permukaan bahan akan
menaikkan tekanan uap
air, terutama pada daerah
permukaan sejalan dengan kenaikan
suhunya.
Proses tersebut
terjadi karena perpindahan massa
panas dari bahan ke udara
dalam bentuk uap
air, berlangsung atau terjadi pengeringan
pada permukaan bahan.
Setelah
itu, tekanan
uap air pada
permukaan bahan akan menurun.
Jika kenaikan suhu terjadi pada
seluruh bagian
bahan, maka terjadi pergerakan air
secara difusi dari
bahan ke permukaannya dan seterusnya,
proses penguapan pada permukaan bahan
diulang lagi. Akhirnya, setelah air
bahan berkurang, tekanan
uap air bahan akan
menurun sampai terjadi keseimbangan dengan udara
disekitarnya.
Proses pengeringan
tidak dapat terjadi dalam
satu waktu sekaligus.
Jadi, dalam
pengeringan diperlukan
waktu istirahat (tempering time).
Selama waktu tersebut seluruh air
di dalam bahan
akan mencapai keseimbangan.
B. Pengeringan Ikan
Pengeringan
ikan sebagai salah satu cara pengawetan
yang paling mudah,
murah, dan merupakan cara
pengawetan yang tertua. Dilihat dari
segi penggunaan energi, pengeringan dengan
sinar matahari dapat dianggap tidak memerlukan biaya sama
sekali. Pengeringan akan bertambah
baik dan cepat apabila
sebelumnya ikan digarami
dengan jumlah garam yang cukup untuk menghentikan bakteri pembusuk.
Meskipun pengeringan itu akan
mengubah sifat daging ikan
dari sifatnya ketika
masih segar, tetapi nilai
gizinya relatif tetap.
Kadar air yang mengalami penurunan
akan mengakibatkan kandungan
protein di dalam bahan mengalami peningkatan.
Proses
pengeringan pada umumnya selalu didahului
dengan penggaraman. Hasilnya
berupa ikan
kering asin. Meskipun asinnya tidak seperti
ikan asin. Jadi,
ikan kering tawar
yang terasa agak asin
adalah ikan teri
yang dicelupkan dalam larutan garam encer sebelum
dikeringkan.
Nelayan yang lama tinggal di laut, kadang-kadang juga
menghasilkan ikan kering
karena mereka
hanya sedikit membawa garam untuk mengasinkannya.
Pengawetan ikan
dengan pengeringan bertujuan mengurangi
kadar air dalam
daging ikan sampai batas
tertentu, sehingga perkembangan mikroorganisme akan terhambat atau
terhenti. Perubahan yang terjadi
dan merugikan dalam
daging ikan juga akibat kegiatan enzim.
Proses pengeringan
dapat meningkatkan daya awet
ikan karena dapat
disimpan cukup lama dan
dalam keadaan layak
sebagai makanan manusia. Penggaraman
yang dilakukan sebelum pengeringan
dimaksudkan untuk menarik air
dari permukaan badan
ikan dan mengawetkan ikan
sebelum tercapai tingkat kekeringan
yang dapat
menghambat/menghentikan
kegiatan-kegiatan mikroorganisme
selama proses pengeringan berlangsung. Kemudian
dengan menjemurnya, sinar matahari
akan melanjutkan pengeringan sampai ikan cukup kering.
Demikian juga yang terjadi pada pengeringan
buatan, kadar air dalam
badan ikan dapat
dikurangi sampai batas tertentu
dalam waktu yang lebih cepat.
Makanan yang
dikeringkan mempunyai nilai gizi
yang lebih tinggi dibandingkan denganbahan
segarnya. Selama pengeringan
juga terjadi perubahan antara
lain warna, tekstur, dan
aroma. Meskipun perubahan
tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan jalan memberikan perlakuan
pendahuluan terhadap bahan pangan
yang akan dikeringkan.
Pada umumnya, ikan yang
dikeringkan berubahan warna menjadi
coklat. Perubahan warna tersebut dikarenakan
reaksi browning. Reaksi browning non enzimatis pada ikan yang
paling sering terjadi adalah
reaksi antara asam organik
dengan gula pereduksi,
serta antara asam-asam amino
dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di
dalamnya.
Pengawetan ikan
pada umumnya dengan pengeringan saja.
Akan tetapi penggaraman yang diikuti
pengeringan dilakukan apabila hasil
tangkapan tidak mungkin
dimanfaatkan lagi dengan cara
pengolahan lain. Pola pemanfaatan ikan di Indonesia umumnya
masih berdasarkan anggapan bahwa ikan harus dijual dengan keadaan segar atau
hidup.
Ikan dengan
mutu rendah baru
diolah menjadi pindang atau
cue. Sedangkan untuk ikan yang tidak laku dijual atau sisa
penjualan ikan segar, diolah
menjadi ikan kering.
Tetapi kenyatannya cara penanganan
bahan mentah, cara penggaraman,
maupun pengeringan masih dilakukan
sekadarnya. Hal itu, mengakibatkan banyak
ikan kering yang berukuran kecil, mutu olahan kurang
baik, dan berbagai kekurangan yang masih perlu diatasi.
Tubuh ikan
mengandung 56–80% air.
Jika kandungan air ini dikurangi, bakteri mengalami kesulitan dalam
lingkungannya, yaitu dalam hal melarutkan
makanan. Pada kadar
air 40%, bakteri sudah
tidak bisa aktif,
tetapi sporanya masih tetap
hidup. Spora tersebut akan tumbuh dan
aktif lagi jika
kadar air naik.
Terbatasnya kadar air akan menyebabkan enzim-enzim tidak aktif dan
pertumbuhan mikroorganisme terhambat.
Oleh karena itu, ikan hampir selalu digarami sebelum dilakukan pengeringan
untuk menghambat pembusukan selama
proses pengeringan.
Batas kadar
air yang diperlukan
kira-kira 30% atau setidak-tidaknya 40%,
agar perkembangan
jasad-jasad pembusuk dapat terhenti/terhambat. Meskipun
sudah cukup kering, apabila
tidak diikuti dengan
langkahlangkah yang baik
untuk mempertahankan kekeringan,
misalnya dengan cara pengepakan dan
penyimpanan yang baik,
kadar air akan naik
dengan cepat sampai
50% atau lebih sehingga mikroorganisme dapat aktif
kembali.
Pengeringan ikan
di Indonesia masih dilakukan dengan
cara tradisional yaitu menebarkan ikan di atas tikar atau di
tepi jalan yang kotor sehingga
kurang bersih atau higienis. Untuk
di daerah kepulauan
atau perkampungan nelayan yang
didirikan di atas air,
penjemuran biasanya dilakukan
di pelataran bambu atau kayu yang relatif bersih. Untuk ikan-ikan
yang besar, pengeringan dilakukan dengan
cara yang lebih
baik, yaitu digantung sambil
dijemur di atas genting.
Usaha peningkatan
dan pengembangan cara tradisional
dilakukan dengan tujuan meningkatkan mutu
dan memudahkan cara pengeringan, contohnya :
1.
Usaha pertama
memindahkan ikan yang dijemur
di pasir, di
atas tikar, maupun
di tepi jalan yang kotor ke atas rak atau parapara.
2.
Usaha kedua
melengkapi alat penjemuran (para-para)
dengan lembaran plastik bening
sebagai penutup.
C. Faktor Kecepatan Pengeringan
Faktor yang
mempengaruhi kecepatan pengeringan
ikan diantaranya sebagai berikut :
a. Luas permukaan
ikan
Perbandingan antara luas permukaan
dengan berat tergantung ukuran
ikan. Perbandingan tersebut menjadi lebih
besar pada ikan
yang kecil dan sebaliknya
lebih kecil pada
ikan yang besar. Oleh sebab
itu, ikan yang
kecil permukaan tubuhnya setelah
disiangi relative lebih luas dan
dagingnya lebih tipis sehingga lebih
cepat menjadi kering,
dibandingkan dengan ikan yang besar.
b. Kecepatan arus
angin
Peningkatan kecepatan
arus angin berakibat mempercepat proses
pengeringan ikan terutama pada tingkat
pengeringan constant rate
periode.
c. Wet bulb
depression
Kecepatan pengeringan
ikan berbanding langsung dengan
wet bulb depression udara. Semakin besar
nilai wet bulb
depression semakin cepat proses pengeringan ikan.
d. Sifat ikan
Ikan
berlemak tinggi lebih lama dikeringkan
D. Teknik Pengeringan Ikan
Pada dasarnya,
persiapan pengeringan sama dengan
penggaraman pada proses pengolahan ikan
asin. Secara umum,
cara pengeringan bertujuan untuk
mengurangi kadar airnya, hal
itu dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1.
Pengeringan dengan Sinar Matahari (Sun
Driying)
Cara
tersebut sangat sederhana sehingga setiap
orang dapat melaksanakannya bahkan tanpa
alat sekalipun, dikenal
dengan penjemuran. Keuntungan pengeringan
dengan sinar matahari tidak
diperlukan penanganan khusus dan
mahal serta dapat
dikerjakan oleh siapa saja. Namun
kelemahan dari pengeringan dengan
sinar matahari berjalan
sangat lambat sehingga terjadi
pembusukan sebelum ikan kering. Hasil pengeringanpun tidak
merata dan pelaksanaannya
tergantung oleh alam.
Jarang diperoleh ikan kering
yang berkualitas tinggi, selain itu
memerlukan tempat yang
luas dan mudah terkontaminasi.
Di
dalam pengeringan alami
yang hanyamemanfaatkan sinar
matahari dan angin,
ikan dijemur di atas
rak-rak yang dipasang
agak miring (+ 150) ke
arah datangnya angin,
dan diletakkan di bawah
sinar matahari tempat angin bebas bertiup.
Angin berfungsi
memindahkan uap air yang
terlepas dari ikan
dan dari atas
ikan ke tempat lain,
sehingga penguapan dapat berlangsung lebih
cepat. Tanpa adanya pergerakan udara,
misalnya jika penjemuran dilakukan pada
tempat tertutup dan
tidak ada angin di tempat itu,
maka pengeringan berjalan lambat.
Intensitas sinar
matahari mempengaruhi
kecepatan penguapan, penguapan
berjalan
lambat jika
tidak ada sinar
matahari. Pada musim hujan,
pengeringan ikan biasanya menghabiskan waktu sangat lama,
apalagi jika tidak ada angin.
Oleh karena itu
pengeringan ikan di musim hujan
seringkali terganggu oleh
rendahnya intensitas sinar
matahari dan jatuhnya air
hujan. Pembusukan ikan
yang dijemur dapat terjadi
pada musim hujan. Gangguan hujan
dapat diatasi dengan
cara sebagai berikut :
1. Apabila ikan
belum terlanjur dijemur,
ikan tetap direndam dalam
larutan garam. Jadi penjemuran ditunda.
2. Jika pada saat
sedang dijemur turun hujan, ikan
diangkat dan ditumpuk
serta diberi pemberat. Ikan
tersebut dapat juga dimasukkan ke
dalam larutan garam sampai dapat dijemur kembali.
Sebaliknya, bila
cuaca terlalu panas, pengeringan berlangsung lebih cepat
sehingga dapat terjadi case
hardening yaitu permukaan daging ikan
mengeras. Pengerasan pada bagian
permukaan daging ikan
tersebut dapat dicegah dengan
cara sebagai berikut :
1. Penjemuran
dilakukan di tempat teduh di bawah atap (shade drying)
2.
Penjemuran dilakukan secara
periodik, misal ikan dijemur
dari pagi hari
hingga siang hari, kemudian pada siang hari ikan diangkat dan sore hari
dijemur lagi.
Masalah lain
yang dihadapi dalam pengeringan ikan
adalah gangguan lalat. Karena
pengeringan dilakukan di
tempat terbuka, maka banyak lalat yang hinggap pada ikan. Lalat-lalat tersebut
akan bertelur pada ikan
yang masih basah.
Dalam waktu 24
jam, telur lalat akan
menetas menjadi larva berwujud ulat yang tumbuh dan makan
daging, serta meninggalkan kotoran
berbau busuk. Lalat dapat
dikurangi dengan membuat asap di sekitar tempat sarang lalat.
Proses pengeringan
untuk ikan-ikan berlemak seringkali
mengalami oksidasi dengan udara
jika dijemur, dan
menimbulkan bau tengik. Oksidasi
dapat dihindari dengan pemakaian antioksidan,
misalnya asam askorbat
(vitamin C), asam tartrat, jeruk nipis, kunyit
dan sebagainya. Antioksidan
dilarutkan dalam air dan
ikan dicelupkan di
dalamnya selama beberapa detik sebelum dijemur.
2. Introduksi Alat Pengering Surya (Mechanical
Driying)
Jika ada
perbaikan proses pengeringan tradisional, maka
dibuatlah inovasi alat-alat pengeringan, seperti
alat pengering surya berbentuk peti
maupun tenda, alat
pengering
surya tidak
langsung, dan alat
pengering ikan sederhana. Keuntungannya, alat
dapat dibuat dari bahan-bahan
yang relatif murah
dan mudah diperoleh, dapat
memanfaatkan sinar surya yang
kurang terik, waktu
hujan rintikrintik ikan
tidak menjadi basah,
dan secara mutlak dapat
mencegah pencemaran lalat, karena
selain terisolasi, suhu
di dalam alat pengering dapat
mematikan lalat atau belatung.
Kelemahannya, suhu
di dalam alat pengering harus
selalu dijaga agar
tidak melebihi 400
C pada
jam-jam pertama proses pengeringan. Apabila
suhu terlalu tinggi maka bukan
ikan kering yang
diperoleh, tetapi ikan matang
(seperti dipanggang). Selain
itu, alat tersebut masih
tergantung pada sinar matahari.
3. Pengering Rumah Kaca
Pengering rumah
kaca pada prinsipnya merupakan ruang
yang tertutup oleh
dinding atau atap transparan
(bening) sehingga sinar matahari dapat
masuk ke dalamnya.
Udara panas di dalam
ruang ditangkap sehingga suhunya makin
tinggi, lebih tinggi
dari suhu udara di
luar ruang. Suhu
yang tinggi itulah yang dimanfaatkan untuk mempercepat
proses penguapan air dari
ikan. Di dalam
ruang pengering, tidak ada
gerakan udara sehingga mengurangi kecepatan
pengeringan ikan. Namun demikian,
secara keseluruhan alat tersebut
dapat mengeringkan lebih
cepat dari pengeringan di
tempat terbuka. Uap
air
dibiarkan keluar
dari ruangan melalui
celahcelah yang ada
pada sambungan-sambungan dinding.
Pengeringan dengan
rumah kaca memberikan sumbangan
yang besar dalam meningkatkan kehigienisan
produk. Ikan yang dikeringkan tidak
terkontaminasi oleh lalat, kotoran dan debu, saat musim hujan
ikan tidak basah karena kehujanan.
Berbagai bentuk
dapat diterapkan pada pembuatan rumah
kaca. Salah satu
bentuk yang murah dan sederhana menggunakan dinding dari lembaran plastik
dengan kerangka dari bambu atau kayu. Bentuk pengering dapat berupa kotak,
persegi, kerucut, dan
piramid. Rak-rak di dalam
ruang dibuat dari
bambu 60 cm, lebar
60 cm dan
tinggi 100 cm yang
dikenal dengan pondok plastik.
Suhu dalam
ruangan pengering dapat ditingkatkan dengan
penggunaan bidang berwarna hitam.
Bidang hitam bersifat menyerap sinar
matahari sehingga cepat menjadi
panas. Lembaran plastik
hitam dapat dipakai sebagai
pelapis di atas
rak-rak dan dapat juga
dipakai pada sebagian
dinding pengering yang berbentuk
persegi. Sisi yang hitam diletakkan di bagian barat pada
pagi hari dan di bagian timur pada sore hari.
4. Pengeringan Mekanis
Alat-alat
tersebut
di atas masih tergantung dengan
cuaca dan iklim.
Oleh karena itu, dibuatlah
alat yang mekanis
yang tidak tergantung pada
alam. Alat itu
dapat digunakan untuk menanggulangi
kelimpahan ikan pada musim
hujan. Untuk mencari
alat pengeringan yang sederhana,
praktis, murah, dan dapat
dilakukan terus menerus
dengan hasil yang cukup,
dengan baik menggunakan cara pengeringan mekanis.
Cara pengeringannya, udara
dipanaskan kemudian dialirkan ke dalam ruang yang berisi ikan dalam
rak-rak pengering melalui pertolongan kipas angin. Setelah cukup kering, ikan dikeluarkan dan
diganti dengan yang lain, demikian dilakukan terus menerus. Di Indonesia pernah dicoba
alat pengering berbentuk terowongan (tunnel
dryer) dan berbentuk lemari (cabinet dryer).
Keuntungannya, pengeringan
dapat dilakukan secara terus
menerus, bebas sama sekali
dari lalat, waktu
pengeringan relative pendek, kapasitas
alat pengering besar,
mutu
ikan asin
yang dihasilkan lebih
baik. Kekurangannya biaya tinggi,
memerlukan keahlian atau peralatan-peralatan yang khusus. Hanya terbatas
pada produk-produk yang mahal.
5. Alat Pengering Tipe Sel
Alat tersebut
digunakan untuk mengeringkan
hasil pertanian berupa biji-bijian. Bentuknya
menyerupai kotak tipis
yang berlapis-lapis dan disusun
berdampingan. Prinsip kerja pengeringan alat tersebut dengan memperluas permukaan
bahan yang kontak dengan
udara pengering. Faktor
utama yang menentukan laju
pengeringan pada alat tersebut
adalah luas permukaan
pengeringan serta laju perpindahan
uap air yang
ada disekitarnya.
Posisi
masing-masing kotak harus vertical agar aliran uap air dari bahan lebih
sempurna. Permukaan daerah pengeringan
dapat diperluas dengan memperbanyak
kotak (sel). Dalam keadaan
biasa, apabila tidak
ada pengaruh angin dari
samping maka aliran udara
akan bergerak secara
konveksi dari bawah ke
atas. Oleh karena
itu, sel pengering ditempatkan di
atas sebuah rak
agar proses penguapan berlangsung
dengan baik.
Upaya
untuk mempercepat penguapan air bahan, permukaan kotak (sel) dibuat dari kawat
kasa. Jarak masing-masing
sel sekitar 20 cm,
bila lebih rapat
kapasitas alat pengering menjadi lebih
besar tetapi waktu
pengeringan menjadi lebih lama. Jarak yang terlalu renggang dapat
mempercepat waktu pengeringan, tetapi kapasitas alat lebih kecil.
Bagian atas
kotak (sel) dibiarkan
terbuka agar lebih mudah
memasukkan bahan dan mempercepat penguapan air bahan.
Sisi-sisi sel menggunakan kawat kasa, pada salah satu sisi bagian bawah
dilengkapi dengan sebuah pintu kecil
untuk mengeluarkan bahan
yang telah kering. Tinggi
masing-masing kotak (sel) sangat bervariasi,
yang paling rendah
biasanya 1 m dengan
panjang 90 cm,
disesuaikan dengan ukuran kawat
kasa. Ketebalan masing-masing sel juga bervariasi, antara
lain ditentukan oleh keadaan bahan yang dikeringkan.
6. Alat Pengering Tipe Rak
Alat tersebut
juga digunakan untuk mengeringkan hasil pertanian berupa
biji-bijian. Bahan diletakkan pada
suatu bak yang dasarnya
berlubang-lubang untuk melewatkan udara panas.
Bentuk bak yang
digunakan ada yang persegi
panjang dan ada juga yang bulat. Bak yang bulat biasanya digunakan apabila alat
pengering menggunakan pengaduk,
karena pengaduk berputar mengelilingi bak. Kecepatan pengadukan berputar
disesuaikan dengan bentuk bahan
yang dikeringkan, ketebalan bahan, serta
suhu pengeringan. Biasanya putaran pengaduk sangat lambat
karena hanya berfungsi untuk menyeragamkan pengeringan.
Alat pengering
tipe bak terdiri
atas beberapa komponen sebagai berikut :
a. Bak
pengering yang lantainya berlubang-lubang serta
memisahkan bak pengering dengan
ruang tempat penyebaran udara
panas (plenum chamber).
b. Kipas, digunakan untuk mendorong
udara pengering dari sumbernya ke plenum chamber dan
melewati tumpukan bahan
di atasnya.
c. Unit pemanas,
digunakan untuk memanaskan udara
pengering agar kelembapan
nisbi udara pengering
menjadi turun sedangkan suhunya naik.
Keuntungan dari
alat pengering jenis
itu sebagai berikut :
a. Laju
pengeringan lebih cepat
b. Kemungkinan terjadinya
over drying lebih kecil
c. Tekanan udara
pengering yang rendah dapat melalui lapisan
bahan yang dikeringkan.
7. Alat Pengering Tipe Rak
Alat pengering
tipe rak (tray
dryer) mempunyai bentuk persegi
dan di dalamnya berisi rak-rak
yang digunakan sebagai
tempat bahan yang akan
dikeringkan. Pada umumnya rak
tidak dapat dikeluarkan.
Beberapa alat pengering jenis itu
rak-raknya mempunyai roda sehingga dapat dikeluarkan dari alat pengering. Ikan-ikan diletakkan
di atas rak
yang terbuat dari logam dengan alas
yang berlubang-lubang. Kegunaan
dari lubang tersebut
untuk mengalirkan udara panas dan uap air.
Ukuran rak
yang digunakan bermacammacam, ada
yang luasnya 200
cm2 dan ada juga yang 400 cm2.
Luas rak dan besar lubanglubang rak tergantung
pada bahan yang
akan dikeringkan. Selain alat
pemanas udara, biasanya juga
digunakan kipas (fan)
untuk mengatur sirkulasi udara dalam alat pengering. Kipas yang
digunakan mempunyai kapasitas aliran 7-15
fet per detik.
Udara setelah melewati kipas
masuk ke dalam alat pemanas, pada
alat tersebut udara
dipanaskan lebih dahulu kemudian
dialirkan diantara rak-rak yang
sudah berisi bahan.
Arah aliran udara panas di dalam alat pengering dapat
dari atas ke bawah dan juga dari bawah ke atas.
Suhu yang
digunakan serta waktu pengeringan ditentukan
menurut keadaan bahan. Biasanya
suhu yang digunakan berkisar antara
80-1800 C. Tray dryer dapat
digunakan untuk operasi dengan
keadaan vakum dan seringkali digunakan
untuk operasi dengan pemanasan tidak langsung. Uap air
dikeluarkan dari alat pengering dengan pompa vakum.
8. Alat Pengering Hampa Udara
Alat tersebut
biasanya digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan
yang peka terhadap suhu
tinggi, seperti sari
buah dan larutan pekat
lainnya. Ukuran alat
itu hamper sama dengan
pengeringan tipe rak,
tetapi dioperasikan dalam keadaan
hampa udara. Perpindahan panas
berlangsung secara konveksi dan
pancaran (radiasi). Uap
air yang dihasilkan langsung
diembunkan.
Pengeringan pada
alat itu berlangsung dengan cepat
pada suhu rendah.
Pemanasan terjadi dengan jalan memasukkan udara panas ke dalam
ruang pengering melalui
lubanglubang yang terdapat
pada setiap rak.
Bahan ditebarkan setipis mungkin
di atas rak
yang terletak di atas
papan berlubang. Uap
yang terbentuk diisap dengan menggunakan eyektor uap.
9. Pengering Beku
Pengeringan beku
dan cara penanganan ikan di
dalamnya mirip dengan
tunnel dryer. Pada pengeringan
beku sangat kecil kemungkinan terjadinya
kerusakan bahan karena pada
suhu yang rendah,
kecil sekali peluang terjadinya
kebusukan. Melalui penggunaan alat
pengering beku, bentuk bahan
kering dapat diusahakan
sama dengan bentuk bahan basah.
Pada pengeringan
beku, perpindahan panas ke
daerah pengeringan terjadi
secara konduksi, radiasi, atau
keduanya. Laju perpindahan panasnya
harus selalu diawasi secara cermat.
Pengeringan berlangsung pada tekanan yang sangat rendah. Pada
pengeringan beku, bahan basah
diletakkan pada wadah yang
tersedia dalam lemari
yang kehampaannya sangat tinggi.
Umumnya, sebelum dimasukkan ke
dalam lemari bahan telah
dibekukan terlebih dahulu.
Udara dipindahkan dengan menggunakan
pompa udara dan diembunkan.
Suhu dan
tekanan udara yang
digunakan sangat rendah sehingga air bahan tetap dapat membeku dan
berada di bawah
titik tripel air. Dalam
keadaan itu air
bahan yang membeku dapat
langsung diuapkan tanpa
mencair terlebih dahulu (menyublin).
Untuk menjaga agar tetap
terjadi sublimasi laju
pindah panas harus tetap
rendah. Apabila laju
pindah panasnya tinggi, suhu bahan menjadi naik dan berada di atas titik
tripel air sehingga es pada bahan
akan mencair. Suhu
yang tinggi juga dapat
merusak permukaan bahan
yang dikeringkan.
Ikan yang
dikeringkan dengan metode pengeringan beku
memiliki mutu lebih
baik daripada ikan yang
dikeringkan dengan cara lain.
Ikan lebih ringan
karena lebih banyak
air yang keluar dan
lebih tahan lama.
Proses pengeringan ikan juga
berjalan lebih cepat. Namun
penerapan teknologi tersebut
dalam praktek industri masih
belum dapat dijalankan secara ekonomis.
10. Pengering Terowongan
Alat tersebut
digunakan untuk pengeringan bahan
dengan bentuk dan ukuran seragam. Biasanya bahan
yang dikeringkan berbentuk butiran,
sayatan/irisan, dan bentuk padatan lainnya. Bahan yang akan
dikeringkan ditebarkan dengan tebal
lapisan tertentu di atas
baki atau anyaman
kayu ataupun lempengan logam.
Baki tersebut ditumpuk
di atas sebuah rak/lori/truk. Jarak
antara baki diatur sedemikian
rupa sehingga memungkinkan udara
panas dengan bebas dapat
melewati tiap baki,
sehingga pengeringan dapat seragam.
Truk/lori/rak bagian atasnya harus
terbuka agar uap
air dapat keluar. Truk yang sudah dimuati dengan baki yang berisi bahan
basah, dimasukkan satu per satu ke
dalam lorong (tunnel)
dengan interval waktu yang
sesuai untuk pengeringan bahan. Ketika suatu rak/truk yang
berisi bahan basah masuk ke dalam terowongan, maka satu truk yang berisi
bahan yang telah kering akan keluar dari
ujung yang lain.
Terowongan tersebut merupakan ruangan yang panjang dan dialiri dengan
udara panas.
Rak/lori
digerakkan dengan menggunakan sabuk (belt) secara perlahan-lahan. Pergerakan di dalam
terowongan dapat searah
maupun berlawanan dengan aliran
udara, tergantung dari jenis
tunnel dryeryang digunakan. Panjang penampang
berbentuk empat persegi
panjang dengan ukuran 2
x 2 m.
Udara digerakkan dengan menggunakan
kipas (blower) dan bergerak
secara mendatar dengan
kecepatan sampai 400 m per menit.
11. Pengeringan dengan Sinar Inframerah
Sinar
inframerah sudah sejak tahun 1960-an
digunakan dalam industri
perikanan untuk pengeringan dan
perebusan ikan. Sinar tersebut mempunyai panjang gelombang
0,76-400 mm tergantung
pada temperaturnya. Semakin
tinggi temperaturnya, semakin pendek gelombangnya.
Sinar inframerah
memberikan panas radiasi yang
sanggup menembus kulit
ikan
karena dipantulkan
oleh dinding-dinding kapiler, bukan
oleh permukaan kulit
ikan. Sumber-sumber yang dapat
digunakan untuk menghasilkan sinar
inframerah sebagai berikut :
1. Lampu radian.
2. Permukaan pijar dari logam atau
keramik yang dipanaskan dengan
listrik, pembakaran gas atau cara lain.
3. Spiral atau
plat nikrom, dipanaskan dengan listrik hingga 8000
C.
4. Pembakar radian
yang tidak menyala (radiant flameless burner).
Pengeringan dengan
sinar inframerah tidak tergantung
pada kecepatan udara
dan temperatur sumber panas.
Percobaan yang dilakukan oleh
lembaga di Rusia
sebagai berikut :
1. Pengeringan ikan
Herring berlangsung 2-3 kali
lebih cepat dengan sinar
inframerah ketimbang dengan udara panas.
2. Pemakaian baja
dan keramik sebagai pemancar
panas radiasi lebih baik ketimbang pemakaian lampu radian.
3. Panas radiasi
harus diberikan dari kedua
sisi ikan, tetapi
dapat juga dipanaskan dengan
panas pantulan.
4. Ikan harus
berada 8 cm
di depan sumber panas atau lebih
jauh.