TATA KELOLA WILAYAH PESISIR DAN PULAU KECIL MENUJU KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Pada saat ini terdapat
319 kabupaten/kota yang berada di wilayah pesisir,kabupaten/kota
tersebut mempunyai peranan yang strategis selain menjadi pusat
konsentrasi penduduk, juga menjadi pusat pertumbuhan kegiatan ekonomi.
Terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kegiatan ekonomi yang
prospektif di kabupaten/kota pesisir,
seperti: kegiatan perikanan, industri maritim, pariwisata bahari,
perhubungan, jasa-jasa perdagangan, serta pemukiman. Menjadikan hampir
sebagian besar ibukota Provinsi, kabupaten/kota berada di wilayah
pesisir. Dengan demikian, maka kota-kota pantai memiliki
peranan penting sebagai pembentuk struktur ruang di wilayah
kepulauan Indonesia. Sehingga perlu ditata secara harmonis
dan bersinergis agar tidak menimbulkan konflik kepentingan,
degradasi lingkungan, dan penggunaan sumberdaya secara tidak efisien dan
efektif. Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, Sudirman Saad dalam acara Sosialisasi UU No. 1 tahun 2014,
di Jakarta (18/6).
Perkembangan wilayah DKI Jakarta, tentunya tidak
dapat dipisahkan dari perkembangan kota-kota pantai lainnya yang berada di
wilayah pantura Jawa atau bahkan kota-kota lain di Indonesia dan manca negara.
Kebutuhan perkembangan kota Jakarta, baik sebagai ibukota negara, maupun
sebagai pusat utama kegiatan sosial-budaya dan ekonomi, tentu saja memerlukan
dukungan infrastruktur yang lengkap dan memadai. Di satu sisi, upaya pemenuhan
kebutuhan lahan bagi pembangunan infrastruktur dan kegiatan kota, biasanya
dihadapkan pada persoalan sosial, politik, dan ekonomi yang sangat kompleks. Di
sisi lain, kota perlu memiliki luas lahan untuk ruang terbuka yang memadai,
agar kenyamanan dan kesegaran lingkungan kota dapat terjamin, tambahnya.
Dalam menghadapi masalah keterbatasan lahan,
kota-kota besar dihadapkan pada dua pilihan, yaitu mengembangkan kota di dalam
perut bumi, atau mengembangkan kota dengan mereklamasi pantai. Dengan
mempertimbangkan segenap kendala dan tantangan, maka reklamasi pantai sering
menjadi pilihan dalam mengatasi kebutuhan lahan bagi pengembangan kota ke
depan. Sebagai contoh, kota-kota pantai di dunia yang telah melakukan reklamasi
pantai antara lain Kawasan Palm Island di Dubai, Shenzen
Area di Hongkong, Changi di Singapura,Thilafushi
Island di Maldives, dan Amsterdam di Belanda. Dalam perkembangannya,
kawasan baru hasil reklamasi pantai selain dapat menjadi sumber pendapatan dari
aktivitas di dalamnya, juga dapat menjadi icon kunjungan wisata yang bernilai
tinggi.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
joncto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, mengamanatkan pada pasal 34, bahwa reklamasi di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil (WP-3-K), dilakukan dalam rangka meningkatkan
manfaat dan/atau nilai tambah WP-3-K ditinjau dari aspek teknis, lingkungan,
dan sosial-ekonomi.
Untuk menghindari dampak negatif kegiatan reklamasi
pantai, maka Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah mengatur ketentuan-ketentuan mulai
dari aspek pertimbangan, ketentuan ijin lokasi reklamasi, hingga ketentuan
ijin pelaksanaan reklamasi. Untuk menjamin agar kegiatan reklamasi pantai
mampu memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi kesejahteraan masyarakat,
baik masyarakat lokal, masyarakat tradisional, maupun masyarakat adat, maka
Perpres Nomor 122 Tahun 2012 mengamanatkan untuk memperhatikan aspek-aspek teknis,
aspek lingkungan hidup, dan aspeksosial-ekonomi. Hal
tersebut bertujuan untuk meminimalkan terjadinya konflik
pemanfaatan sumberdaya, pesisir dan pulau-pulau kecil.
Berbagai
penguasaan atas perairan laut, seperti daerah lingkungan kerja pelabuhan,
daerah konsesi pertambangan, kawasan konservasi perairan, alur pipa/kabel laut
dan alurpelayaran/kapal, juga harus diperhatikan dalam pemberian ijin lokasi
reklamasi pantai. Terkait dengan kompleksnya penguasaan dan penggunaan ruang di
perairan laut tersebut, maka Perda RZWP-3-K menjadi sangat penting, karena
didalam RZWP-3-K seluruh kegiatan diatur rencana alokasi ruangnya secara
harmonis. Untuk itu, maka Perpres Nomor 122 Tahun 2012
mensyaratkan bahwa penerbitan ijin lokasi dan ijin pelaksanaan reklamasi, harus
mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan atau Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K). Dengan kata lain, bahwa ijin
reklamasi di perairan pesisir tidak dapat diterbitkan sebelum provinsi dan atau
kabupaten/kota belum menetapkan RZWP-3-K menjadi peraturan daerah. Sesuai
amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
jonctoUndang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah Daerah wajib menyusun RZWP-3-K, yang
merupakan instrumen perijinan kegiatan di perairan pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Dalam hal
kewenangan pemberian ijin dan persyaratan serta tata cara pemberian ijin
reklamasi dan ijin pelaksanaan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, telah diatur ketentuannya secara jelas didalam Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor17/PERMEN-KP/2013 tentang Perijinan Reklamasi di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kewenangan pemberian ijin tersebut
berada pada Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing. Sedangkan
untuk pemberian ijin reklamasi dan ijin pelaksanaan reklamasi di Kawasan
Strategis Nasional Tertentu, Kawasan Strategis Nasional, Kawasan Lintas
Provinsi, Kawasan Pelabuhan Perikanan yang dikelola Pemerintah, dan di lokasi
obyek vital nasional menjadi kewenangan pemerintah.
Reklamasi pantai di Teluk Jakarta dapat kita lihat
sebagai bagian dari upaya merevitalisasi Pantura Jawa. Di satu sisi, kita
merasakan bahwa Pantura Jawa saat ini telah dihadapkan pada berbagai persoalan
lingkungan, seperti penurunan permukaan tanah, kenaikan permukaan air
laut, proses pengasinan air tanah oleh air laut, abrasi dan erosi
pantai akibat kerusakan hutan pantai, banjir di daerah muara sungai, dan
sedimentasi secara intensif. Persoalan-persoalan tersebut sedikit banyak
berpengaruh kepada kelancaran kegiatan produksi, koleksi, dan distribusi barang
dan jasa pada wilayah-wilayah di Pantura Jawa. Di sisi lain, penguasaan lahan
di wilayah Pantura Jawa sudah sangat komplek. Berbagai jenis kegiatan telah
tumbuh dan berkembang di Pantura Jawa. Revitalisasi Pantura Jawa secara terpadu
dalam satu pulau merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tata
ruang wilayah sekaligus untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan Pantura Jawa agar
berkelanjutan, produktif, aman, dan nyaman.
Saat ini, rencana reklamasi pantai untuk kota-kota
lainnya di Pantura Jawa sebagian besar sudah dipersiapkan, seperti Kota
Tangerang, Cirebon, Semarang, Pekalongan, Surabaya dan sekitarnya. Secara
keseluruhan rencana tersebut masih perlu kita serasikan, agar dapat menjadi
satu kesatuan sistem revitalisasi Pantura Jawa yang terpadu, baik sistem
lingkungan, sistem infrastruktur, maupun sistem sosial-ekonomi. Sistem jaringan
prasarana, seperti kepelabuhanan, pipa atau kabel bawah laut, prasarana
kebencanaan, dan sistem pusat-pusat kegiatan sosial-budaya maritim, ekonomi
kelautan, serta jaringan ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
merupakan unsur-sunsur penting yang menghidupkan kota-kota pantai.Sebaliknya,
reklamasi pantai akan menuai akibat negatif apabila diselenggarakan dengan
tanpa prosedur yang benar, sebagaimana diatur di dalam ketentuan perundangan
terkait reklamasi pantai.
Nice blog. go ahead!
ReplyDelete