Wednesday, December 3, 2025

Sayangku, Tiga Hal Tentang Dirimu

Sayangku, Tiga Hal Tentang Dirimu/
aliahsan27.blogspot.com

Setiap malam, sebelum tidur, Nakabiru punya kebiasaan kecil: bertanya pada dirinya sendiri, “Apa tiga hal yang ingin orang lain kenal dariku?” Bukan pertanyaan sederhana, karena jawabannya selalu berubah-ubah mengikuti arah hidup yang sering memelintirnya tanpa aba-aba.

Suatu hari, ia menemukan jawabannya. Tiga hal itu muncul bukan dari ambisi besar, melainkan dari aktivitas-aktivitas kecil yang justru paling jujur menggambarkan dirinya. Ia mencatatnya diam-diam, seperti seseorang yang mencatat doa.


Lalu ia memulai ritual baru. Setiap hari, selama berbulan-bulan, ia membagikan tiga aktivitas itu ke status WhatsApp dan Instagram Story. Bukan demi pamer, bukan pula demi tepuk tangan; ia hanya penasaran apakah dunia akan benar-benar mempercayai gambaran yang ia ulang-ulang.

Dan benar saja, dunia mempercayainya. Lambat laun, orang-orang mulai mengenalnya melalui tiga hal yang ia unggah itu. Mereka menyapa dengan kalimat-kalimat seperti, “Kamu pasti suka ini, ya?” atau “Ini cocok banget sama kamu.” Padahal mereka tak pernah benar-benar mengenalnya—setidaknya tidak secepat itu.

Untuk menguatkan citra yang sudah terbentuk, Nakabiru mengikuti saran seorang kawan: Cari komunitas yang seirama dengan apa yang ingin kamu tampilkan. Maka ia pun datang ke perkumpulan, bertemu orang-orang yang benar-benar menjadikan tiga hal itu sebagai jalan hidup. Ia memotret, merekam, lalu membagikannya lagi ke dunia maya.

Tiga bulan berlalu, dan personal branding itu melekat padanya lebih kuat daripada nama belakangnya sendiri. Di mata para pengikutnya, ia adalah tiga hal itu. Tidak kurang, tidak lebih.

Ironisnya, justru pada titik ketika semua orang merasa paling mengenalnya, Nakabiru mulai merasa seperti orang asing di dalam kulitnya sendiri.

Ia duduk di kamar yang sunyi, menggulir story miliknya dari hari ke hari. Dari luar tampak seperti seseorang yang telah menemukan jati diri. Namun dari dalam, ia bertanya pelan, “Apakah ini benar diriku? Ataukah hanya bayangan yang kubentuk supaya dunia percaya aku seseorang?”

Ia ingat satu hal yang membuatnya tercekat: betapa mudahnya dunia membentuk citra seseorang dari potongan-potongan kecil kehidupan yang disusun rapi oleh jempol. Dan betapa cepat pula citra itu bisa runtuh dalam hitungan menit, hanya karena satu kesalahan, satu cerita, atau satu aib yang tak sengaja terbuka.

Nakabiru menutup ponselnya. Ia tarik napas panjang.

“Jujurlah pada dirimu sendiri,” gumamnya lirih. “Apa benar kamu ingin dikenal seperti itu? Atau kamu ingin hidup dengan tenang tanpa perlu membentuk panggung apa pun?”

Malam itu ia sadar, bahwa personal branding adalah alat—bukan jati diri. Bahwa dunia maya hanya mengenal serpihan yang ia izinkan muncul, bukan keseluruhan dirinya. Dan bahwa ada hal-hal yang lebih indah ketika hanya ia dan Tuhan yang tahu.

Nakabiru tersenyum pelan. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia merasa utuh.

Tanpa perlu diunggah ke mana-mana.

Arjowinangun, 3 Desember 2025

Ali Ahsan Al Haris 

No comments:

Post a Comment