Saturday, February 22, 2014

INDONESIA BUKAN NEGARA AGAMA



INDONESIA BUKAN NEGARA AGAMA


              Banyak pihak yang berpendapat bahwa Indonesia bukanlah Negara agama. Dengan alasan itu, maka sering kali muncul pandangan, bahwa ajaran Islam tidak bisa diterapkan dalam bidang kenegaraan. Bahkan, ada yang menganggap, penerapan Syariat Islam di Indonesia, sebagai penyebab disentrigasi Bangsa. Ada juga yang beraksi menolak campur tangan Negara dalam urusan agama, termasuk menolak UU No. 1/PNPS/1965 Tentang Penodaan Agama.

                Bahkan, seorang tokoh Katolik, Dr. Soedjati Djiwandono, pernah mengusulkan, agar Indonesia menjadi Negara Sekuler dengan mengubah Mukaddimah UUD 1945. Gagasan ini ia tulis dalam sebuah artikel yang berjudul “Mukaddimah UUD 1945 tidak Sakral” di Harian Suara Pembaruan, (9 Februari 2004). Soedjati mengusulkan agar Indonesia secara terbuka menjadi Negara sekular.
                Cara pandang bahwa Indonesia adalah Negara netral agama atau Negara sekular adalah sangat keliru. NKRI, menurut pancasila dan UUD 1945 bukanlah negrara yang netral agama. Pancasila dan UUD 1945 sangat erat dengan muatan Islamic Worldview (Pandangan alam-Islam). Hilanganya tujuh kata dari UUD 1945, meskiput sangat disesalkan umat Islam, sama sekali tidak membuang kerangka Islamic Worldview tersebut.
                Itu bisa dibuktikan dengan munculnya kata “Allah” dalam alinea ketiga pembukaan UUD 1945. Allah adalah nama tuhan bagi umat Islam, dimanapun. Satu-satunya agama di Indonesia yang kitab sucinya menyebut nama Tuhanya Allah adalah agama Islam. Karena itulah, Sila Ketuhanan yang Maha Esa, bermakna pengakuan Allah sebagai satu-satunya Tuhan. Munculnya istilah-istilah baku dalam Islam (Islam basic vocabulary), seperti kata “adil”, “adab”, “musyawarah”, “hikmah”, “wakil” menunjukan, bahwa UUD 1945 sama sekali tidak netral agama.
                Karena itu, seyogyanya, pemahaman terhadap Pancasila dan UUD 1945 tidak dilepaskan dari kerangka Islamic woldview dan diseret ke kutub netral Agama. Pemahaman semacam ini, selain keliru, juga akan berakhir dengan sia-sia, sebab kaum Muslim, secara umum, tidak mungkin bisa dilepaskan dari ajaran-ajaran Islam, baik secara Aqidah maupun Syariahnya. Guru besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Prof. Hazairin, dalam bukunya, Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990, cetke-6), menulis: “bahwa yang dimaksud dengan Tuhan yang Maha Esa adalah Allah, dengan konsekuensi (akibat mutlak) bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa” berarti pengakuan “Kekuasaan Allah” atau “Kedaulatan Allah”. (hal.31) “Negara RI, wajib menjalankan Syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasrani bagi orang Nasrani dan Syariat Hindu bagi orang Hindu, sekedar menjalankan Syariat tersebut memerlukan perantara Negara”. (hal.34).
                Argumentasi Prof. Hazairin tersebut sangat masuk akal. Sebab, dalam ajaran Islam, sekedar pengakuan saja terhadap Allah sebgai satu-satunya Tuhan belum memenuhi Konsep Tauhid yang sempurna. Iblis pun telah mengakui Allah sebagai Tuhanya, tetapi dalam Al-Quran (Surah Al-Baqarah ayat 34), Iblis disebut Kafir. Seorang muslim yang baik tentulah tidak mau statusnya disamakan dengan Iblis, yakni hanya mengakui keberadaan Allah yang Maha Esa tetapi membangkang akan perintah-perintahnya.
                Pemahaman sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai konsep Tauhid ditegaskan oleh NU dan Muhamadiyah. Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Situbondo, Jawa Timur, 16 Rabiulawal 1404 menetapkan sejumlah keputusan diantaranya: Pertama Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai dasar Negaea Indonesia pasal 29 ayat 1 UUD 1945, yang menjiwai sila yang lain, mencerminkan Tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam. Kedua, bagi Nahdlatul Ulama (NU), Islam adalah Akidah dan Syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia. Ketiga, penerimaan dan Pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dan upaya umat Islam untuk menjalankan syariat Agamanya.
                Jelas Indonesia adalah Negara Tauhid! Karena itu, paham-paham syirik dan kemunkaran, seharusnya tidak dikembangkan di negeri Muslim ini!
 

No comments:

Post a Comment