GURU SEJATI HASYIM ASY’ARI
Tahun
1870 menjadi titik mula masuknya kapitalisme ke Indonesia. Ditandai dengan
lahirnya Undang-Undang Gula dan Undang-Undang Agraria di Hindia Belanda.
Belanda mendirikan Pabrik Gula Cukir di wilayah Timur pulau Jawa.
Pendirian
pabrik dilakukan secara sewenang-wenang. Belanda mengambil paksa lahan para
petani dan mengabaikan hak-hak rakyat. Dengan cara sewenang-wenang Belanda
menyulap lahan penduduk menjadi lokasi pabrik. Hal itu pun memicu perlawanan
dari masyarakat sekitar.
Sebab
itu, Belanda mempertahankan pabrik tersebut dengan beragam cara. Termasuk
dengan melanggengkan pelacuran dan perjudian disekitar pabrik. Akibatnya,
suasana Dusun Sumoyono berubah menjadi carut-marut.
Perkelahian
antar warga sudah menjadi pemandangan biasa. Pemerkosaan menjadi kabar yang
menakutkan bagi kaum perempuan. Warga sekitar terlilit hutang sebab gaji yang
semestinya dibelikan bahan pokok habis dalam meja perjudian.
Penduduk
Sumoyono menyebut lokasi itu dengan nama Kebo Ireng. Kebo Ireng dikendalikan
seorang jawara bernama Joko Tulus. Ketokohan Joko Tulus di Kebo Ireng ibarat
raja kecil, sehingga masyarkat menjulukinya Kebo Kicak. (Halaman 103)
Buku
bertajuk Guru Sejati Hasyim Asy’ari ini, menguraikan perjuangan Maha
Guru Hasyim Asy’ari dalam merintis Pondok Pesantren Tebu Ireng. Agar bisa
dipakai sebagai rujukan memahami sejarah dan menjadi pelajaran berharga atas
perjuangan KH Hasyim Asy’ari.
Sebagai
dalang terkenal dan orang terhormat di wilayah Sumoyono, Sakiban tidak bisa
terus berdiam diri. Akhirnya, dia memutuskan bertemu denga Alwi untuk
membincangkan masalah Pabrik Cukir. Alwi pun mengusulkan Hasyim Asy’ari sebagai
tokoh pembaharu yang dapat merubah kondisi tersebut.
Saat
bertemu dengan Hasyim Asy’ari, Sakiban merasa menemukan tokoh yang selama ini
ia cari. Sosok pemimpin yang kharismatik, bersahaja, dan panutan menuju jalan
kebenaran. Sekaligus pemimpin yang kuat secara ilmu ekonomi dan agama Islam
terdapat dalam diri Hasyim Asy’ari.
Tidak
mudah mencari pemimpin yang amanah dan mau ikhlas mengorbankan seluruh hidup
dan matinya untuk perjuangan di tengah peradaban yang sudah rusak. Karena ini
butuh keikhlasan, kesabaran dalam melakukan perjuangan mengubah peradaban
secara permanen dan jangka panjang.
Satu-satunya
cara menghilangkan penyakit sosial di Pabrik Cukir tanpa kekerasan adalah
dengan membangun pondok pesantren. Maka Sakiban memberikan wakaf sebidang tanah
sebelah Utara Pabrik Cukir sebagai lokasi pondok pesantren.
Hasyim
Asy’ari meletakkan dasar pendidikan yang berharga dengan menolak wakaf tanah dan tetap membayar tanah
tersebut. Baginya memperjelas suatu
kepemilikan akan lebih aman dan bermartabat dibanding menerima sesuatu yang
kelak bisa diperdebatkan. (Halaman 191)
Hasyim Asy’ari bersama
Sakiban dan Alwi memulai merintis pendirian
pondok pesantren. Pada mulanya pondok pesantren ini hanya padepokan silat dan pengobatan. Itu untuk
mengelabui Belanda yang selalu mencurigai pendirian pondok pesantren. Bahkan,
Sakiban mendatangkan beberapa santri dari berbagai daerah yang menguasai ilmu
kanuragan.
Sekalipun pendirian pondok pesantren mendapatkan
gangguan dan ancaman, Hasyim Asy’ari tetep memperlihatkan sikap bersahabat dengan siapa
saja. Termasuk pihak-pihak yang tidak suka
dengannya. Kedalaman ilmu, wawasan dan kesantunan sikap selalu dia tunjukkan di
mana pun. Sehingga semkin banyak memikat hati
siapa saja yang mulai mengenalnya.
Keahliannya
dalam bercocok tanam juga membuat masyarakat sekitar semakin kagum dengannya. Menurut Hasyim
Asy’ari, perlunya membangun pondasi
agama yang baik dan membangun ekonomi masyarakat secara paralel dalam metode
pendidikan. Pembangunan pusat pendidikan yang
ideal adalah pesantren yang mampu meletakkan pondasi dengan membangun etika
bagi setiap santri. (Halaman 172)
Tujuh
tahun sejak berdirinya pondok pesantren, nama Hasyim Asy’ari semakin dikenal
masyarakat. Islam dan pondok pesantren itu berkembang pesat bukan karena
paksaan dan tekanan, melainkan dengan sukarela.
Hasyim Asy’ari menginginkan pesantren itu memiliki nama yang bisa menjadi tetenger sebuah
perubahan. Tebu Ireng adalah nama yang tepat. Nama ini memiliki nilai filosofis yang berarti
tebu yang paling baik jenisnya adalah tebu ireng, batang tebu yang berwarna
hitam. Dari tebu jenis yang paling baik inilah kita berharap dan atas izin
Allah akan menghasilkan gula yang paling bermutu dan bernilai jual tinggi. (Halaman 260)
Sebagai
keturunan Kiai Sakiban, Masyamsul Huda menyuguhkan karya yang
orisinil. Fakta-fakta yang diambil berdasarkan
cerita dari orangtua, masyarakat setempat dan Sekitar Tebu Ireng dan disadur
dari berbagai literatur.
Masyamsul Huda tidak
mengeksplorasi sosok dan ketokohan Hasyim Asy’ari secara panjang lebar. Tetapi dia hendak
menghadirkan dan menyuguhkan cerita sejarah Pabrik Cukir, Kebo Ireng, Kebo
Kicak dan Tabu Ireng sebagai rangkaian sejarah yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan yang lainnya.
Buku
ini menguak rahasia perjuangan Hasyim Asy’ari. Sebagai Maha Guru Sejati yang membangun, membesarkan dan mempertahankan Pondok
Pesantren Tebu Ireng dari Gempuran dunia hitam Kebo Ireng. Sebuah fakta sejarah
pengorbanan santri dan kiai dalam memperjuangkan kemerdekaan.
No comments:
Post a Comment