Wednesday, April 1, 2015

Resensi Novel “Negeri Para Bedebah”



Resensi Novel “Negeri Para Bedebah”


Saat temen-temen baca buku ini pasti serasa yang diceritakan itu pernah ada.
Judul: Negeri Para Bedebah
Pengarang: Tere Liye
Tahun Terbit: 2012
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 433
Kategori: Fiksi
Harga: Rp 60.000,-

)*Milawaddah

Satu lagi novel karya Tere Liye beredar di toko-toko buku. Novel bersampul merah dengan gambar lelaki berjas berhidung pinokio dan seekor musang berbulu domba sukses menarik perhatian. Apalagi judulnya Negeri Para Bedebah. Dalam hati saya berpikir apakah tidak ada judul yang lebih sopan dan tidak sesarkas ini. Demi menghilangkan rasa penasaran, akhirnya saya membeli novel cetakan pertama Juli 2012 ini.

Kesan pertama yang melekat di benak saya ketika membaca novel Negeri Para Bedebah seperti belajar teori ekonomi, dunia perbankan dan fananya uang... Well, prolog yang menghentak, membuat saya ingin membacanya sampai tuntas... :) Jangan khawatir bagi pembaca yang tidak berlatar fakultas ekonomi. Penjelasan-penjelasan mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan teori ekonomi dijelaskan dengan analogi yang mudah dan tidak membosankan. Apalagi Tere Liye adalah dosen FE UI.

Novel ini berlatar krisis ekonomi global tahun 2008 sebagai akibat subprime mortgage yang membuat bank-bank, lembaga keuangan, dan bursa terbesar di dunia tumbang satu per satu dan tinggal menunggu waktu untuk ditutup atau di-bail out oleh pemerintah setempat. Katakanlah: Citigroup; Lehman Brothers; Merril Lynch; Fannie Mae & Freddie Mac; AIG; General Motors; Ford; Chrysler; Bursa New York, London, Frankfurt, Amsterdam, Paris. Hal ini membuat heboh 0,2% penduduk bumi (prinsip pareto).

Novel ini dimulai dengan sebuah wawancara dari wartawan majalah mingguan terbesar di Asia Tenggara (Julia) kepada Thomas (Tommi) yakni tokoh utama di novel ini yang berprofesi sebagai konsultan keuangan terkemuka bahkan menjadi pembicara di sebuah konferensi internasional di London.

“…ketika satu kota dipenuhi orang miskin, kejahatan yang terjadi hanya level rendah, perampokan, mabuk-mabukan, atau tawuran. Kaum proletar seperti ini mudah diatasi, tidak sistematis dan jelas tidak memiliki visi-misi, tinggal digertak, beres. Bayangkan ketika kota dipenuhi orang yang terlalu kaya, dan terus rakus menelan sumber daya di sekitarnya. Mereka sistematis, bisa membayar siapa saja untuk menjadi kepanjangan tangan, tidak takut dengan apapun. Sungguh tidak ada yang bisa menghentikan mereka selain sistem itu sendiri yang merusak mereka.” (Halaman 18)

Tidak bisa dipungkiri bahwa krisis ekonomi global telah membuat perekonomian Indonesia fluktuaktif terutama berpengaruh terhadap bank, lembaga keuangan, dan bursa. Namun, karena fundamental ekonomi Indonesia yang berbeda dengan perekonomian dunia membuat Indonesia bisa bertahan dari krisis walau ada salah satu bank yang terkena dampak krisis ekonomi global yakni Bank Semesta yang dipimpin oleh Om Liem.

Bank Semesta kalah kliring LIMA MILYAR! Padahal hanya lima Milyar namun hal ini sudah membuat rush dan dampak sistemis bagi perbankan di Indonesia. Di sisi lain, tak banyak pihak yang bisa menolong bahkan partner bisnis Om Liem selama ini yakni Tuan Shinpei pun tidak bisa membantu. Bahkan para penguasa dan orang-orang yang berkepentingan atas kekuasaan serta uang sibuk mengais keuntungan di tengah situasi kacau balau dengan melakukan rekayasa-rekayasa.

Novel ini juga dipenuhi dengan flashback yang mengisahkan asal muasal bisnis keluarga Om Liem. Cikal bakal bisnis Om Liem dimulai dari toko tepung terigu Opa. Lalu Om Liem yang cerdik mempunyai ide membuat arisan berantai untuk memperbesar modalnya dengan berhutang kepada pihak-pihak yang ingin berinvestasi. Om Liem menjanjikan pengembalian uang tersebut dengan ditambah bunga. Bisnis Om Liem dan Papa Edward (ayah Thomas) berkembang dengan pesat. Mereka bisa membeli kapal-kapal dan mengimpor barang-barang dagang untuk dijual. Om Liem dan Papa Edward berpartner dengan Tuan Shinpei dalam bisnisnya.

Bisnis yang pesat itu pun hancur dalam sekejap. Terlalu banyak sabotase. Hal tsb membuat limbung bisnis Om Liem dan Papa Edward. Investor meminta uangnya dikembalikan. Mereka berdemo di depan rumah Opa sekaligus rumah Om Liem dan Papa Edward. Lalu datanglah Wusdi (polisi) dan Tunga (jaksa) yang dibayar untuk mengamankan situasi. Wusdi dan Tunga berjanji akan mengurus semua dokumen-dokumen penting dan akan menjual aset untuk membayar hutang kepada investor. Saksikanlah, mereka berkhianat! Dengan tawa licik mereka puas telah menguasai dokumen-dokumen penting tsb dan tentu saja tidak akan memenuhi janjinya kepada Opa dan Papa Edward. Wusdi dan Tunga menyuruh para preman yang telah ikut berbaur berdemo dengan para investor arisan berantai untuk segera melakukan provokasi. Tinggal menunggu waktu, mereka membakar apa saja. Tak terkecuali rumah itu. NAHAS! Papa Edward beserta istrinya tidak bisa melarikan diri dan terbakar. Sementara itu, Opa dan Tante Liem bisa melarikan diri dan selamat. Lalu, dimana Om Liem dalam situasi genting seperti ini? Lalu dimana Thomas? 

Mulailah Thomas hidup di asrama, belajar apa saja. Petugas asrama menghapus nama keluarganya demi keamanan. Beberapa bulan kemudian Opa dan Tante Liem datang berkunjung untuk membujuk supaya Thomas pulang. Namun Thomas bersikukuh tak mau kembali. Thomas membenci Om Liem. Tanpa sikap serakah dan keras kepala Om Liem, mungkin tak akan pernah ada kejadian memilukan ini. Di samping itu, Om Liem tak kenal kata menyerah. Akhirnya Om Liem mengakuisisi Bank Semesta 6 tahun lalu. Om Liem juga memiliki tangan kanan yang sangat bisa dipercaya sekaligus Direktur Bank Semesta yakni Ram.

Bank Semesta tak kuasa menghadapi krisis ekonomi global, limbung dan tinggal menunggu waktu untuk ditutup. Sebenarnya sudah sejak lama seharusnya bank ini harus ditutup karena bank ini banyak melanggar prinsip kehati-hatian dan kepatuhan perbankan. Dalam situasi genting, Ram menghubungi Thomas dan mengabarkan kalau rumah Om Liem—perumahan elit di Jakarta—dikepung oleh polisi. Namun belum ditangkap karena kesehatan Tante Liem memburuk. Sebenarnya Thomas sangat membenci Om Liem dan tak pernah bertemu dengan Om Liem semenjak kejadian memilukan itu. 

Akhirnya Thomas pun datang dan merencanakan sebuah strategi untuk melarikan Om Liem dengan menempatkan seolah-olah yang ada di ranjang darurat adalah Tante Liem dan segera buru-buru menaikkannya ke ambulans. Lalu bagaimana kelanjutan kisahnya? Gak asik dong kalo dikasitahu semua. Jadi baca novelnya ya….

Selanjutnya, cerita berpilin dari satu pesawat ke pesawat yang lain dan novel ini bergerak hanya dalam waktu DUA HARI! Jadi bisa dibayangkan alurnya benar-benar membuat pembaca menjadi tak sabar untuk segera menuntaskannya. 

Apakah Bank Semesta bisa diselamatkan? Lalu, siapa sejatinya pengkhianat Om Liem sekaligus otak dibalik semua sabotase dan kejadian memilukan? Penasaran? Buruan beli novelnya di toko buku terdekat, hehehe….

Overall, Novel Negeri Para Bedebah karya Tere Liye ini recomended banget, keren isinya, penuh kejutan di setiap babnya, klimaks. Kisahnya dipenuhi dengan para mafia dan kayak film action. Keren jika difilmkan! Happy reading :)

Sekuel dari Novel karya bang Tere Liye ini adalah Negeri di Ujung Tanduk, jangan lupa baca ya.
@aliahsanID

No comments:

Post a Comment