Monday, March 30, 2015

Resensi Buku Konsep Manusia Menurut Marx



KONSEP MANUSIA MENURUT MARX
(Marx’s Concept of Man)


Judul Buku : KONSEP MANUSIA MENURUT MARX
Judul Buku Asli : Marx’s Concept of Man
Penulis : Erich Fromm
Penerjemah : Agung Prihantoro
Penyunting : Kamdani
Tebal Buku : xiv+352 halaman dan indeks
Tahun Penerbitan : 2001
Penerbit : Pustaka Pelajar
Alamat Penerbit : Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167


Pengantar
Isi buku tersebut adalah membahas pemikiran filosofis dan hitoris Karl Marx, yang pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat, kemudian ada tambahan manuskrip dari penulis (Erich Fromm) karena pribadi Marx, sebagaimana ide-idenya, telah difitnah serta dicemarkan oleh banyak penulis.
Pemikiran Marx yang banyak eksistensialis, mempresentasi sebuah protes untuk menentang aliansi manusia, hilangnya jati diri manusia, dan perubahan manusia menjadi sebuah benda. Sehingga kalau kita telaah secara mendalam filsafat Marx adalah merupakan gerakan untuk melawan dehumanisasi dan otomatisasi manusia yang selalu melekat kebanyakan pada industrialisasi Barat.

Marx mengungkapkan secara sangat artikulatif dalam “Economic and philosophical manuscrips”. Kemudian sebagai isu sentralnya adalah “Eksestensi manusia individual yang nyata, yakni apa yang diperbuatnya, dan yang sifatnya membuka dan menyingkap dirinya sendiri dalam sejarah serta protes yang diilhami oleh keyakinan pada manusia, pada kemampuan manusia untuk membebaskan dirinya dan menyadari potensialitasnya”.

A.                  KONSEP MANUSIA MENURUT MARX

1. Kesalahpahaman terhadap Konsep-konsep Marx
Ada suatu keanehan, yaitu betapa banyaknya para ilmuwan sosial dan filosof yang disegani, secara membabibuta menyalahpahami dan mendistorsikan teori Karl Marx, sebagai mana yang diungkapakan Erich Fromm bahwa diantara kesalahpahaman terhadap konsep Marx yaitu Marx dianggap percaya bahwa motifpsikologis manusia yang tertinggi adalah keinginannya untuk memperoleh dan bersenang-senang dengan uang, dan bahwa upaya untuk memperoleh keuntungan maksimal merupakan pendorong utama dalam kehidupan pribadinya dan dalam kehidupan manusia umumnya. Disisi lain juga kritik Marx terhadap aqidah agama dianggap identik dengan penolakan atau penafikan terhadap semua nilai –nilai spritual, orang-orang yang beranggapan bahwa percaya kepada Tuhan berarti berorientasi spritual.

Berjuta-juta orang yang bepandangan minor terhadap Marx, sebenarnya mereka adalah yang menyerah terhadap berokrasi negara yang sangat kuat, penduduk yang terkekang kebebasannya, sehingga menjadi otomat dan manusia robot yang serba seragam dan sentralistik, yang mana dikendalikan oleh segelintir elit pemimpin yang secara ekonomi mereka lebih baik dan selalu berusaha mempertahankan kekuasaannya.

Secara jelas sebagai bantahan dari anggapan minor terhadap teori Marx, Erich Fromm (2001:6), mengungkapkan bahwa teori Marx tidak mengasumsikan bahwa motif utama manusia adalah mencari materi tetapi lebih penting dan jauh dari sekadar itu adalah untuk membebaskan manusia dari tekanan kebutuhan ekonomi, supaya manusia dapat sepenuhnya menjadi manusia dari dirinya sendiri, emansipasi manusia sebagai seorang individu yang utuh menyeleluruh, mengentaskan alienasi, restorasi kemampuan manusia untuk menghubungkan dirinya secara utuh dengan sesama manusia dan alam sekitar, yang penuh perbedaan dan interaktif secara murni dan bertanggungjawab.

2. Materialisme Historis Marx
Ada beraneka-ragam filsafat materialis dan idealis, untuk memahami materialisme Marx, seyogyanya harus melewati definisi yang umum dulu. Menurut Erich Fromm (2001:14), Marx menentang materialisme mekanis borjuis, yaitu materialisme abstrak dalam sains alam yang mengabaikan kesejarahan dan prosesnya. Dan Marx tidak pernah menggunakan istilah materialisme historis atau materialisme dialektis, tetapi dia memakai istilahnya sendiri yaitu dengan istilah metode dialektika, sehingga dia mengacu kepada kondisi-kondisi fundamental eksistensi manusia.

            Searah dengan perjalanan waktu, sebagaimana Erich mengatakan bahwa, kini menjadi jelas mengapa ide populer mengenai sifat materialisme historis itu ternyata keliru. Sehingga pandangan populer tersebut mengasumsikan bahwa dalam pandangan Marx, motif psikologi manusia yang paling kuat adalah meraih uang dan mendapatkan kesenangan material yang lebih banyak, seandainya motif ini merupakan kekuatan utama dalam diri manusia, maka begitulah materialisme historis ditafsirkan, adapun sebagai kunci untuk memahami sejarah adalah nafsu manusia itu sendiri terhadap materi, serta kunci untuk menjelaskan sejarah adalah perut manusia itu sendiri serta kerakusannya terhadap kepuasan materi. Menurut Erich bahwa Marx justru jauh dari materialisme borjuis sebagaimana ia jauh dari idealisme Hegel dan sebenarnya filsafat Marx adalah bukan idealisme maupun materialisme tetapi sintetis antara humanisme dan naturalisme.

Marx lebih lanjut dalam capital membicarakan tentang ketergantungan manusia pada alam, organisme-organisme produksi sosial kuno, dibanding masyarakat borjuis, maka sangat sederhana dan transparan. Tetapi organisme-organisme tersebut ditemukan juga dalam perkembangan individual manusia yang belum dewasa, sehingga menyatukannya dengan sesama manusia dalam komunitas suku primitif sekalipun.

3. Masalah Kesadaran, Struktur Sosial dan Penggunaan Kekuatan.
Ada sebuah pernyataan yang diungkapkan dalam buku tersebut yaitu “Bukanlah kesadaran manusia yang menentukan keadaannya, tetapi sebaliknya, keadaan sosialnyalah yang menentukan kesadarannya. Tetapi didalam pernyataan yang lain, Marx percaya bahwa sebagian besar dari apa yang dipikirkan manusia secara sadar adalah kesadaran palsu, yaitu ideologi dan rasionalisasi, bahwa dorongan utama prilaku manusia yang sebenarnya tidaklah disadari.

Bagi Marx, bahwa sains dan semua kekuasaan itu sendiri inheren didalam manusia adalah bagian dari kekuatan-kekuatan produksi yang berinteraksi dengan alam, bahkan, sejauh berkenaan dengan pengaruh ide-ide ini pada evolusi manusia.

Secara terstruktur persiapan yang harus melalui proses sosial dan politik. “Kekuatan,” dalam pandangan Marx sebagaimana dikatakan Erich, adalah laksana seorang bidan yang membantu setiap masyarakat yang hamil tua untuk melahirkan masyarakat baru.”

4. Watak Manusia
Marx tidak pernah tergoda untuk berasumsi bahwa manusia mempunyai watak identik dengan ungkapan, baik watak manusia dalam kelompok masyarakat secara umum maupun secara khusus. Marx mengatakan bahwa seseorang yang mengadakan action dan atau mengkritisi karakteristik manusia, maka haruslah mempunyai watak dengan pertimbangan azas manfaat sebagaimana dikemukakan ungkapan Marx yang ditulis Erich Fromm dalam bukunya Konsep Manusia Menurut Marx, yaitu; “…pertama-tama harus mempelajari watak manusia secara umum, dan kemudian mempelajari watak manusia yang telah dimodifikasi oleh setiap kurun sejarah”. (Erich Fromm,2001:34).

Di dalam buku ini juga memuat beberapa pendapat pemikir yang lain sebagai perbandingan, yaitu antara lain; Spinoza, Goethe,dan Hegel yang kemudian menyertai kesepakatan Marx bahwa “manusia akan hidup hanya jika dia produktif, menguasai dunia di luar dirinya dengan tindakan untuk mengekspresikan kekuasaan manusiawinya yang khusus, serta menguasai dunia dengan kemampuan dan kekuasaannya yang tidak terpasung oleh kekuasaan lain selain dirinya baik secara sadar ataupun tidak sadar.”

Hubungan aktif dengan dunia objektif oleh Marx disebutnya sebagai “hidup yang produktif” dan inilah sesungguhnya hidup yang menciptakan hidup dan kehidupan. Dalam kehidupan seperi ini, aktivitas menempati seluruh watak spesiesnya (species-character) dan aktivitas yang sangat besar adalah watak manusia.

Konsep Marx tentang perwujudan diri manusia dapat sepenuhnya dipahami hanya dalam kaitannya dengan konsepnya tentang kerja. Tentang kerja, erat kaitannya dengan buruh. Buruh, kalau menurut Marx, yaitu sebuah aktivitas, bukan komoditas. Marx sendiri menyebut fungsi manusia sebagai “aktivitas diri”, bukan buruh, dia juga menganggap penghapusan buruh adalah sebagai tujuan dari sosialisme. Marx menggunakan istilah “emansipasi buruh” dalam membedakan antara buruh yang bebas dan buruh yang teralienasi.

5. Alienasi
Konsep Marx tentang sosialisme adalah pembebasan dari alienasi, mengembalikan manusia menjadi dirinya sendiri dan atau suatu perwujudan diri sendiri. Marx mengatakan bahwa manusia bisa berubah menjadi barang ciptaannya sendiri sebagai hiasan hidupnya. Ketika menganggap dirinya sebagai manusia yang menciptakan, justru hanya berhubungan dengan dirinya disaat dia menjadi musyrik.

Dalam konsep Marx, Erich Fromm (2001:59), mengatakan, secara gamblang Marx mengatakan (Kematian dan kekosongan berhala diungkapkan dalam Kitab Perjanjian Lama) “Mata yang mereka miliki tidak melihat, telinga yang mereka miliki tidak mendengar,” dan seterusnya …semakin manusia memindahkan keuasaannya pada berhala, semakin dia tidak bisa menjadi dirinya sendiri, dan semakn ia tergantung pada berhala, semakin sedikit bagian dirinya yang asli yang dapat diperolehnya.(berhala dapat berupa: patung, negara, gereja, orang, atau kepemilikan yang mengkungkung sehingga membatasi potensi kebebasan manusia).

Dalam kerja yang tidak teralienasi, manusia bukan hanya mewujudkan dirinya sebagai seorang individu, tetapi juga sebagai sebuah makhluk spesies. Para pemikir abad pencerahan sejalan dengan Marx bahwa setiap individu merepresentasikan spesies, yakni kemanusiaan sebagai keseluruhan, universalitas manusia yang mana perkembangan manusia mengarah pada terhamparnya seluruh kemanusiaannya.

Manusia, dengan keabsolutan berhala, hidupnya menjadi bermakna, dan dia menemukan kesenangan. Namun, kesenangan tersebut tidak terputus dari kesenangan yang diperolehnya dalam keterhubungan produktif atau, jika orang mengatakannya secara simbolik, bahwa kesenangan itu tidak ubahnya laksana “membakar es.” Kemudian Erich Fromm (2001), mengatakan bahwa Marx berpendapat “Semakin Anda kurang mengada, semakin Anda kurang mengekspresikan hidup Anda, semakin Anda banyak memiliki, semakin besar alienasi yang Anda alami, dan semakin banyak tabungan Anda sebagai akhluk yang justru teralienasi adanya.”

6. Konsep Sosialisme Marx.
Sebagaimana dikemukakan Erich (2001:7), bahwa menurut Marx, Sosialisme bukanlah sebuah masyarakat yang individunya tersubordinasikan oleh negara, mesin dan birokrasi, walaupun negara tersebut sebagai pemilik modal yang abstrak tetapi adalah majikan, walaupun seluruh modal sosial dikuasai oleh satu perusahaan atau suatu lembaga yang kapitalis, sebenarnya yang demikian itu bukanlah sosialisme. Sosialisme adalah “sebuah gerakan resistensi yang menentang penghancuran cinta yang terdapat dalam realitas sosial.” (pendapat Marx tersebut sama dengan pendapat Paul Tillich).

Sebagai realisasi konsep Marx tersebut, Marx menentang keras terhadap agama karena agama dianggapnya teralienasi serta tidak memenuhi kebutuhan manusia yang sebenarnya, sehingga Marx pernah menulis motto diungkapkan Erich Fromm dalam buku Konsep Manusia Menurut Marx, sebagai berikut:

Not those are godless who have contempt for the gods of the masses but those who attribute the opinions of the masses to the gods”. Maksudnya adalah bukan orang tidak bertuhan yang jijik dengan tuhan masyarakat tetapi sebenarnya orang yang menjadi pandangan masyarakat sebagai tuhan. (Erich Fromm, 2001: 84)

            Erich (2001), sosialisme adalah resolusi definitif dan bukan rekayasa diluar kedirian atas antagonisme antara manusia dan alam, serta antara sesama manusia. Sosialisme juga sebagai solusi atas konflik antara eksistensi dan esensi, antara objektifikasi dan penegasan diri, antara kebebasan dan keterikatan, antara individu dan spesies, antara keterbukaan dan keterkungkungan, antara keberbedaan dan sentralistik, antara rational dan emosional.

7. Kontinuitas dalam Pemikiran Marx
Sesuai fakta, bahwa ide-ide dasar tentang manusia, sebagaimana yang dikatakan Marx dalam Manuskrip tentang Ekonomi dan Filsafat, serta kaitannya dengan ide-ide tantang Marx tua, sebagaimana yang dituangkan dalam capital, adalah tidak mengalami perubahan yang sangat mendasar, dan ternyata Marx tidak meninggalkan beberapa pandangan awalnya.

Sesuai dengan perjalanan waktu, tentang kontinuitas dalam pemikiran Karl Marx, walaupun tidak terlalu banyak perubahan, namun dia menjadi enggan untuk menggunakan istilah-istilah yang sangat dekat dengan idealisme Hegelian, bahasanya menjadi kurang antusias dan eskatologis, dan pada tahun-tahun terakhir hidupnya menjadi kurang bersemangat. Dengan kenyataan demikian, sesungguhnya keadaan jiwanya, bahasanya, inti filsafat yang dikembangkan Marx muda tidak pernah surut dan tidak pernah berubah, serta konsep sosialismenya dan kritik terhadap kapitalisme selalu muncul pada tahun-selanjutnya dengan tetap berlandaskan pada konsep-konsep yang mengkristal pada Karl Marx muda.

8. Marx sebagai Seorang Manusia
Marx sebagai seorang manusia biasa sudah barang tentu mempunyai kebutuhan biologis, dalam tulisan Erich Fromm (2001), mengatakan, bahwa mungkin hanya ada sedikit saja rumah tangga yang dikenal dunia luas karena mampu memenuhi kebutuhan secara manusiawi hubungan suami-istri secara luar biasa sebagaimana rumah tangga Karl dan Jenny Marx. Perkawinan mereka diliputi cinta yang tak tergoyahkan walaupun mereka sarat dengan kemiskinan, penderitaan, tantangan yang serba pahit dan getir, dan kemelaratan serta dilanda penyakit. Keutuhan perkawinan tersebut bisa langgeng, jika disangga oleh dua orang yang memiliki kapasitas cinta yang luar biasa dan sangat mendalam. Kemudian hubungan Marx dengan anak-anaknya jauh dari noda dominasi, serta penuh dengan cinta yang produktif, kreatif, dan dinamis walupun tanpa harus dilimpahi harta benda yang tidak lebih hanyalah simbolis ketimbang nilai hidup dan kehidupan itu sendiri.

Gambaran tersebut di atas, hanyalah potret dari kepribadian Marx. Kesalahpahaman dan kesalah-penafsiran terhadap tulisan Marx sama dengan kesalahpahaman terhadap pribadi Marx. Marx adalah seorang humanis, dia sangat mengagungkan manusia sampai Erich Fromm mengemukakan sebagai beriukut:

sehingga secara serius dia mengekspresikan kekagumannya itu dengan berulang-ulang kali dengan mengutip ungkapan Hegel yaitu “Bahkan pikiran buruk seorang penjahat itu lebih agung dan mulia daripada orang-orang yang mengagumi surga.”(even the criminal thught of a malefactore has more grandeur and nobility than the wonders of heaven). (Erich Fromm, 2001:109).

Menurut Erich Fromm (2001),Idenya Marx tentang penderitaan sangatlah rendah hati, kejahatan yang sangat dibencunya adalah perbudakan, dan pribahasa favoritnya adalah “tidak ada manusia yang asing baginya “dan “orang harus meragukan segalanya”. Marx adalah seorang yang tidak mampu menoleransi kepura-puraan dan penipuan, sangat serius dengan masalah-masalah eksistensi manusia, serta rasionalisasi yang tidak jujur adalah musuh besarnya. Marx juga merepresentasikan tradisi Barat yang terbaiknya yaitu keyakinan atas kemajuan akal serta konsep manusia yang bertitik tengah kepada berpikir.

B. MANUSKRIP-MANUSKRIP TENTANG EKONOMI DAN FILSAFAT

1.                   Buruh yang Teralienasi
Dalam ekonomi politik, dalam arti katanya sendiri, para pekerja terbenam sampai menjadi komoditas yang paling sengsara, kesengsaraan tersebut semakin bertambah buruk dikala mana bertambahnya kekuasaan dan produksinya, hasil persaingan berarti sebagai akumulasi modal dari segelintir manusia untuk menindas manusia yang jumlahnya lebih besar sehingga sistem menopoli membentuk lebih buruk lagi. Kenyataan sebagai akibatnya, betapa kontradiknya yaitu menjadikan masyarakat terbagi dua yaitu, kelas pemilik yang kaya-raya dan kelas pekerja yang serba kekurangan (miskin).

Ada kontroversi yang takterpecahkan antara lain: Pertama, Ekonomi politik dimulai dengan buruh senyatanya sebagai jantung produksi dan kemudian tidak memberikan apapun kepada buruh, sementara buruh memberikan segalanya kepada pemilik pribadi. Kedua, adalah hubungan buruh yang teralienasi dengan kepemilikan pribadi diikuti dengan pembebasan masyarakat kepemilikan pribadi, perbudakan, mengambil bentuk politik, pembebasan para pekerja dari sifat ketidak kemanusiaan.

2.                   Hubungan Kepemilikan Pribadi
Hubungannya dalam kepemilikan pribadi, ada siklus yang menarik sebagaimana yang dikemukakan Erich Fromm (2001:145), yaitu pekerja menghasilkan modal dan modal menghasilkan pekerja. Makanya, pekerja menghasilkan dirinya sendiri, dan manusia sebagai pekerja, sebagai komoditas, adalah produk dari keseluruhan proses ini. Manusia secara sederhana adalah seorang pekerja, dan sebagai pekerja, kualitas kemanusiaannya hanya eksis demi modal yang justru menjadi asing baginya.

Dalam industri, dan lainnya sebagai lawan dari kepemilikan tanah, yang ada hanyalah modal awal dan antitesis dari pertanian yang dengannya industri telah berkembang. Karena buruh yang khusus, dan perbedaan yang lebih signifikan, penting dan komprehensif hanya ada selama industri sebagai salah satu ciri kehidupan diperkotaan. Kepemilikan secara pribadi, bertentangan dengan kepemilikan tanah, yangmana sangat feodal dan aristokratik serta masih dominan dengan ciri-ciri kontradiksi yaitu dalam bentuk menopoli, keahlian, serikat kerja, perusahaan, dan lain sebagainya. Namun kalau ditinjau dari segi perburuhan, buruh masih mempunyai makna sosial, masih memiliki signifikansi kehidupan komunal yang asli, dan belum mampu mencapai kemajuan yang sampai menetralitas yakni sampai kepada abstraksi dari semua eksistensi lain menjadi modal yang terbebaskan.

Kepemilikan tanah, yang berbeda dari modal, adalah kepemilikan pribadi, modal, yang masih dirundung prasangka politik, kepemilikan tanah adalah modal yang belum muncul dari keterlibatannya dengan dunia, modal yang belum berkembang. Sebagai hubungannya dengan kepemilikan pribadi adalah modal, buruh dan interkoneksinya.

3.                   Kepemilikan Pribadi dan Buruh
Menurut Erich (2001), dikatakannya dalam manuskrip, bahwa esensi subjektif daripada kepemilikan pribadi sebagai aktivitas untuk dirinya sendiri, sebagai subjek, sebagai orang, adalah buruh itu sendiri. Di bawah tamaram yang mengenal manusia, ekonomi politik yang prinsipnya buruh, sampai pada kesimpulan logis yang menolak manusia. Manusia tidak lagi berada dalam kondisi ketegangan eksternal dengan substansi eksternal kepemilikan pribadi sehingga menjadikan dirinya sebagai mahluk yang memiliki barang pribadi yang ditunggangi ketegangan.

Di bagian lain dalam pernyataan sebagaimana tertuang dalam buku ini yaitu menafikan, bahwa antitesis antara ketakberpemilikan dan kepemilikan masih merupakan anti tesis yang tidak pasti, kemudian juga tidak dipahami sebagai hubungan intrinsiknya, namun juga bukanlah suatu kontradiksi, sepanjang antitesis tersebut tidak dimengerti sebagai antitesis antara buruh itu sendiri dengan modal.

Dalam sistem kepemilikan pribadi, manifestasi memiliki makna yang berlawanan. Sebagaimana kita ketahui setiap manusia berspekulasi dengan menciptakan kebutuhan baru untuk memaksanya menyerahkan pengorbanan baru, untuk menempatkannya dalam ketergantungan baru, dan untuk memikatnya kedalam kesenangan baru, sehingga dengan cara ini menjerumuskannya kedalam reruntuhan ekonomi, yang justru secara giat dicarinya.

Sebuah ma’na ungkapan yang logis Erich (2001:219), bahwa, jika saya tidak memiliki uang untuk bepergian, maka saya tidak memiliki kebutuhan. Sebaliknya, jika saya benar-benar tidak memiliki kesempatan untuk bepergian, tetapi saya memiliki uang dan mempunyai dorongan untuk bepergian, maka saya memiliki kesempatan yang efektif. Berarti uang adalah merupakan sebuah kekuasaan yang melebihi makna kepemilikan itu sendiri.

B.                  PRIBADI MARX DALAM SOROTAN

1. Mengenang Marx (Oleh Paul Lafargue)
Menurut Erich (2001: 294), seseorang yang bernama Paul Lafargue dalam kenangannya mengemukakan bahwa Karl Marx adalah seorang yang langka di planet bumi ini yang dapat menjadi pemimpin dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan publik sekaligus. Menurut Paul, dua aspek ini begitu menyatu dalam dirinya sehingga orang hanya dapat memahami karakteristiknya jika memandang Marx dengan jujur sebagai seorang sarjana serta pejuang dalam meletakan dan membangun pondasi sosialis.

Betapa luasnya Marx, dia tidak membatasi aktivitasnya dinegara kelahirannya saja. Sehingga ia berkata “Saya seorang warga dunia,” dan Saya aktif dimanapun saya berada.” Dan pada kenyataannya, berbagai peristiwa dan penganiyaan di Prancis, Belgia dan Inggris mendorongnya mengambil peran penting dalam beberapa gerakan revolusioner yang berkembang di beberapa negara antara lain seperti negara-negara tersebut di atas.

Seorang Karl Marx, sangat luar biasa, ia mampu membaca semua bahsa Eropa dan menulis dalam tiga bahasa yaitu; Jerman, Prancis, dan Inggris, sehingga mengundang decak kagum ahli-ahli bahasa. Dan kebisaan yang selalu dilakukannya adalah mengulang-ulang sebuah ungkapan “Bahasa asing adalah merupakan senjata untuk berjuang dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini”.

Marx sangat mengutamakan perpustakaan, walaupun perpustakaan Marx berisi lebih dari seribu buku yang dikoleksinya secara seksama, namun perpustakaan tersebut tetap tidak mencukupi baginya, sehingga selama bertahun-tahun secara teratur dan rutin dia mengunjungi British Museum, yang katalognya sangat -amat diapresiasinya.

Sebagai seorang yang berkeluarga, ia adalah seorang ayah yang sangat penyayang, ksatria dan ramah. “Anak-anak harus mendidik orang tuanya.” Dan ia tidak pernah memberi perintah, tetapi meminta mereka melakukan sesuatu yang diinginkan Marx sebagai hal yang menyenangkan atau membuat anak-anaknya merasa bahwa mereka tidak boleh melakukan apa-apa yang sebenarnya dilarang oleh Marx sebagai ayahnya.

Setelah kematian istrinya (meninggal: 2-12-1881), kehidupan fisik dan mental Marx mengalami kelabilan yang dijalaninya dengan sangat tabah. Kehancuran fisik dan mentalnya diperparah dengan menyusul kematian anak tertuanya, Nyonya Longuet, setahun kemudian. Sehingga kehidupan Marx menjadi berantakan dan akhirnya ia tidak tertolong lagi, maka tepatnya pada tanggal 14 Maret 1883 dalam usia enam puluh empat tahun, Marx meninggal dunia tergeletak di meja kerjanya (sangat mengagumkan, seorang pekerja keras sampai ajal menjemputnya, tanpa pamrih, kecuali terbangunnya pondasi sosialis di dunia ini).

2. Beberapa Catatan Singkat Marx (Oleh Eleanor Marx-Aveling/Anak Marx)
Masih menurut Erich (2001: 330), Sebagaimana penuturan anaknya, bahwa Marx ketika bercengkrama dengan anak-anaknya, mungkin Marx-lah orang yang paling luwes. Anak-anaknya memang tidak pernah mempunyai seorang teman bermain yang lebih menyenangkan kecuali ayahnya. Dikatakan anaknya, suatu kenangan yang indah dan pertama dengan ayah saya adalah ketika saya berumur sekitar tiga tahun, Marx memanggul saya dipundaknya mengelilingi kebun kecil kami di Grafton Terrace, dan menyuntingkan bunga dirambut keriting saya yang coklat. Sehingga Marx bagaikan seekor kuda yang sangat menyenangkan. Dan kiasan ini, juga bermakna dalam pemikul beban serta penarik beban dalam kehidupan kami.

3.                   Pandangan Singkat Frederick Engels
Menurut Erich, pandangan singkat Frederick Engels adalah sebagai berikut: “Kaum proleter Eropa dan Amerika yang militan, juga ilmu sejarah merasa sangat kehilangan dia. Segera kita rasakan berapa dekat jarak antara kelahiran dan kematiannya… Namanya akan terus hidup sepanjang zaman, begitu juga karyanya.” (Erich Fromm, 2001: 339).

Behind the Gun : @aliahsanID
Membaca adalah jendela ilmu, membaca menambah wawasan wacana, karena alam Ide adalah kekal.

No comments:

Post a Comment