KONSEP MANUSIA MENURUT
MARX
(Marx’s Concept of Man)
(Marx’s Concept of Man)
Judul Buku :
KONSEP MANUSIA MENURUT MARX
Judul Buku Asli : Marx’s Concept of Man
Penulis : Erich Fromm
Penerjemah : Agung Prihantoro
Penyunting : Kamdani
Tebal Buku : xiv+352 halaman dan indeks
Tahun Penerbitan : 2001
Penerbit : Pustaka Pelajar
Alamat Penerbit : Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167
Judul Buku Asli : Marx’s Concept of Man
Penulis : Erich Fromm
Penerjemah : Agung Prihantoro
Penyunting : Kamdani
Tebal Buku : xiv+352 halaman dan indeks
Tahun Penerbitan : 2001
Penerbit : Pustaka Pelajar
Alamat Penerbit : Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167
Pengantar
Isi buku tersebut adalah
membahas pemikiran filosofis dan hitoris Karl Marx, yang pertama kali
diterbitkan di Amerika Serikat, kemudian ada tambahan manuskrip dari penulis
(Erich Fromm) karena pribadi Marx, sebagaimana ide-idenya, telah difitnah serta
dicemarkan oleh banyak penulis.
Pemikiran Marx yang banyak eksistensialis, mempresentasi sebuah protes untuk menentang aliansi manusia, hilangnya jati diri manusia, dan perubahan manusia menjadi sebuah benda. Sehingga kalau kita telaah secara mendalam filsafat Marx adalah merupakan gerakan untuk melawan dehumanisasi dan otomatisasi manusia yang selalu melekat kebanyakan pada industrialisasi Barat.
Pemikiran Marx yang banyak eksistensialis, mempresentasi sebuah protes untuk menentang aliansi manusia, hilangnya jati diri manusia, dan perubahan manusia menjadi sebuah benda. Sehingga kalau kita telaah secara mendalam filsafat Marx adalah merupakan gerakan untuk melawan dehumanisasi dan otomatisasi manusia yang selalu melekat kebanyakan pada industrialisasi Barat.
Marx mengungkapkan secara
sangat artikulatif dalam “Economic and philosophical manuscrips”. Kemudian
sebagai isu sentralnya adalah “Eksestensi manusia individual yang nyata, yakni
apa yang diperbuatnya, dan yang sifatnya membuka dan menyingkap dirinya sendiri
dalam sejarah serta protes yang diilhami oleh keyakinan pada manusia, pada
kemampuan manusia untuk membebaskan dirinya dan menyadari potensialitasnya”.
A.
KONSEP MANUSIA MENURUT MARX
1. Kesalahpahaman terhadap
Konsep-konsep Marx
Ada suatu keanehan, yaitu
betapa banyaknya para ilmuwan sosial dan filosof yang disegani, secara
membabibuta menyalahpahami dan mendistorsikan teori Karl Marx, sebagai mana
yang diungkapakan Erich Fromm bahwa diantara kesalahpahaman terhadap konsep
Marx yaitu Marx dianggap percaya bahwa motifpsikologis manusia yang tertinggi
adalah keinginannya untuk memperoleh dan bersenang-senang dengan uang, dan
bahwa upaya untuk memperoleh keuntungan maksimal merupakan pendorong utama
dalam kehidupan pribadinya dan dalam kehidupan manusia umumnya. Disisi lain
juga kritik Marx terhadap aqidah agama dianggap identik dengan penolakan atau
penafikan terhadap semua nilai –nilai spritual, orang-orang yang beranggapan
bahwa percaya kepada Tuhan berarti berorientasi spritual.
Berjuta-juta orang yang
bepandangan minor terhadap Marx, sebenarnya mereka adalah yang menyerah
terhadap berokrasi negara yang sangat kuat, penduduk yang terkekang
kebebasannya, sehingga menjadi otomat dan manusia robot yang serba seragam dan
sentralistik, yang mana dikendalikan oleh segelintir elit pemimpin yang secara
ekonomi mereka lebih baik dan selalu berusaha mempertahankan kekuasaannya.
Secara jelas sebagai
bantahan dari anggapan minor terhadap teori Marx, Erich Fromm (2001:6),
mengungkapkan bahwa teori Marx tidak mengasumsikan bahwa motif utama manusia
adalah mencari materi tetapi lebih penting dan jauh dari sekadar itu adalah
untuk membebaskan manusia dari tekanan kebutuhan ekonomi, supaya manusia dapat
sepenuhnya menjadi manusia dari dirinya sendiri, emansipasi manusia sebagai
seorang individu yang utuh menyeleluruh, mengentaskan alienasi, restorasi
kemampuan manusia untuk menghubungkan dirinya secara utuh dengan sesama manusia
dan alam sekitar, yang penuh perbedaan dan interaktif secara murni dan
bertanggungjawab.
2. Materialisme
Historis Marx
Ada beraneka-ragam
filsafat materialis dan idealis, untuk memahami materialisme Marx, seyogyanya
harus melewati definisi yang umum dulu. Menurut Erich Fromm (2001:14), Marx
menentang materialisme mekanis borjuis, yaitu materialisme abstrak dalam sains alam
yang mengabaikan kesejarahan dan prosesnya. Dan Marx tidak pernah menggunakan
istilah materialisme historis atau materialisme dialektis, tetapi dia memakai
istilahnya sendiri yaitu dengan istilah metode dialektika, sehingga dia mengacu
kepada kondisi-kondisi fundamental eksistensi manusia.
Searah dengan perjalanan waktu, sebagaimana Erich mengatakan bahwa, kini menjadi jelas mengapa ide populer mengenai sifat materialisme historis itu ternyata keliru. Sehingga pandangan populer tersebut mengasumsikan bahwa dalam pandangan Marx, motif psikologi manusia yang paling kuat adalah meraih uang dan mendapatkan kesenangan material yang lebih banyak, seandainya motif ini merupakan kekuatan utama dalam diri manusia, maka begitulah materialisme historis ditafsirkan, adapun sebagai kunci untuk memahami sejarah adalah nafsu manusia itu sendiri terhadap materi, serta kunci untuk menjelaskan sejarah adalah perut manusia itu sendiri serta kerakusannya terhadap kepuasan materi. Menurut Erich bahwa Marx justru jauh dari materialisme borjuis sebagaimana ia jauh dari idealisme Hegel dan sebenarnya filsafat Marx adalah bukan idealisme maupun materialisme tetapi sintetis antara humanisme dan naturalisme.
Marx lebih lanjut dalam
capital membicarakan tentang ketergantungan manusia pada alam,
organisme-organisme produksi sosial kuno, dibanding masyarakat borjuis, maka
sangat sederhana dan transparan. Tetapi organisme-organisme tersebut ditemukan
juga dalam perkembangan individual manusia yang belum dewasa, sehingga
menyatukannya dengan sesama manusia dalam komunitas suku primitif sekalipun.
3. Masalah Kesadaran,
Struktur Sosial dan Penggunaan Kekuatan.
Ada sebuah pernyataan
yang diungkapkan dalam buku tersebut yaitu “Bukanlah kesadaran manusia yang
menentukan keadaannya, tetapi sebaliknya, keadaan sosialnyalah yang menentukan
kesadarannya. Tetapi didalam pernyataan yang lain, Marx percaya bahwa sebagian
besar dari apa yang dipikirkan manusia secara sadar adalah kesadaran palsu,
yaitu ideologi dan rasionalisasi, bahwa dorongan utama prilaku manusia yang
sebenarnya tidaklah disadari.
Bagi Marx, bahwa sains dan semua kekuasaan itu sendiri inheren didalam manusia adalah bagian dari kekuatan-kekuatan produksi yang berinteraksi dengan alam, bahkan, sejauh berkenaan dengan pengaruh ide-ide ini pada evolusi manusia.
Secara terstruktur
persiapan yang harus melalui proses sosial dan politik. “Kekuatan,” dalam
pandangan Marx sebagaimana dikatakan Erich, adalah laksana seorang bidan yang
membantu setiap masyarakat yang hamil tua untuk melahirkan masyarakat baru.”
4. Watak Manusia
Marx tidak pernah tergoda
untuk berasumsi bahwa manusia mempunyai watak identik dengan ungkapan, baik
watak manusia dalam kelompok masyarakat secara umum maupun secara khusus. Marx
mengatakan bahwa seseorang yang mengadakan action dan atau mengkritisi
karakteristik manusia, maka haruslah mempunyai watak dengan pertimbangan azas
manfaat sebagaimana dikemukakan ungkapan Marx yang ditulis Erich Fromm dalam
bukunya Konsep Manusia Menurut Marx, yaitu; “…pertama-tama harus mempelajari
watak manusia secara umum, dan kemudian mempelajari watak manusia yang telah
dimodifikasi oleh setiap kurun sejarah”. (Erich Fromm,2001:34).
Di dalam buku ini juga
memuat beberapa pendapat pemikir yang lain sebagai perbandingan, yaitu antara
lain; Spinoza, Goethe,dan Hegel yang kemudian menyertai kesepakatan Marx bahwa
“manusia akan hidup hanya jika dia produktif, menguasai dunia di luar dirinya
dengan tindakan untuk mengekspresikan kekuasaan manusiawinya yang khusus, serta
menguasai dunia dengan kemampuan dan kekuasaannya yang tidak terpasung oleh
kekuasaan lain selain dirinya baik secara sadar ataupun tidak sadar.”
Hubungan aktif dengan
dunia objektif oleh Marx disebutnya sebagai “hidup yang produktif” dan inilah
sesungguhnya hidup yang menciptakan hidup dan kehidupan. Dalam kehidupan seperi
ini, aktivitas menempati seluruh watak spesiesnya (species-character) dan
aktivitas yang sangat besar adalah watak manusia.
Konsep Marx tentang
perwujudan diri manusia dapat sepenuhnya dipahami hanya dalam kaitannya dengan
konsepnya tentang kerja. Tentang kerja, erat kaitannya dengan buruh. Buruh,
kalau menurut Marx, yaitu sebuah aktivitas, bukan komoditas. Marx sendiri
menyebut fungsi manusia sebagai “aktivitas diri”, bukan buruh, dia juga
menganggap penghapusan buruh adalah sebagai tujuan dari sosialisme. Marx
menggunakan istilah “emansipasi buruh” dalam membedakan antara buruh yang bebas
dan buruh yang teralienasi.
5. Alienasi
Konsep Marx tentang
sosialisme adalah pembebasan dari alienasi, mengembalikan manusia menjadi
dirinya sendiri dan atau suatu perwujudan diri sendiri. Marx mengatakan bahwa
manusia bisa berubah menjadi barang ciptaannya sendiri sebagai hiasan hidupnya.
Ketika menganggap dirinya sebagai manusia yang menciptakan, justru hanya
berhubungan dengan dirinya disaat dia menjadi musyrik.
Dalam konsep Marx, Erich
Fromm (2001:59), mengatakan, secara gamblang Marx mengatakan (Kematian dan
kekosongan berhala diungkapkan dalam Kitab Perjanjian Lama) “Mata yang mereka
miliki tidak melihat, telinga yang mereka miliki tidak mendengar,” dan
seterusnya …semakin manusia memindahkan keuasaannya pada berhala, semakin dia
tidak bisa menjadi dirinya sendiri, dan semakn ia tergantung pada berhala,
semakin sedikit bagian dirinya yang asli yang dapat diperolehnya.(berhala dapat
berupa: patung, negara, gereja, orang, atau kepemilikan yang mengkungkung
sehingga membatasi potensi kebebasan manusia).
Dalam kerja yang tidak
teralienasi, manusia bukan hanya mewujudkan dirinya sebagai seorang individu,
tetapi juga sebagai sebuah makhluk spesies. Para pemikir abad pencerahan
sejalan dengan Marx bahwa setiap individu merepresentasikan spesies, yakni
kemanusiaan sebagai keseluruhan, universalitas manusia yang mana perkembangan
manusia mengarah pada terhamparnya seluruh kemanusiaannya.
Manusia, dengan
keabsolutan berhala, hidupnya menjadi bermakna, dan dia menemukan kesenangan.
Namun, kesenangan tersebut tidak terputus dari kesenangan yang diperolehnya
dalam keterhubungan produktif atau, jika orang mengatakannya secara simbolik,
bahwa kesenangan itu tidak ubahnya laksana “membakar es.” Kemudian Erich Fromm
(2001), mengatakan bahwa Marx berpendapat “Semakin Anda kurang mengada, semakin
Anda kurang mengekspresikan hidup Anda, semakin Anda banyak memiliki, semakin
besar alienasi yang Anda alami, dan semakin banyak tabungan Anda sebagai akhluk
yang justru teralienasi adanya.”
6. Konsep Sosialisme
Marx.
Sebagaimana dikemukakan
Erich (2001:7), bahwa menurut Marx, Sosialisme bukanlah sebuah masyarakat yang
individunya tersubordinasikan oleh negara, mesin dan birokrasi, walaupun negara
tersebut sebagai pemilik modal yang abstrak tetapi adalah majikan, walaupun
seluruh modal sosial dikuasai oleh satu perusahaan atau suatu lembaga yang
kapitalis, sebenarnya yang demikian itu bukanlah sosialisme. Sosialisme adalah
“sebuah gerakan resistensi yang menentang penghancuran cinta yang terdapat
dalam realitas sosial.” (pendapat Marx tersebut sama dengan pendapat Paul
Tillich).
Sebagai realisasi konsep
Marx tersebut, Marx menentang keras terhadap agama karena agama dianggapnya
teralienasi serta tidak memenuhi kebutuhan manusia yang sebenarnya, sehingga
Marx pernah menulis motto diungkapkan Erich Fromm dalam buku Konsep Manusia
Menurut Marx, sebagai berikut:
Not
those are godless who have contempt for the gods of the masses but those who
attribute the opinions of the masses to the gods”. Maksudnya adalah bukan orang
tidak bertuhan yang jijik dengan tuhan masyarakat tetapi sebenarnya orang yang
menjadi pandangan masyarakat sebagai tuhan. (Erich Fromm, 2001: 84)
Erich
(2001), sosialisme adalah resolusi definitif dan bukan rekayasa diluar kedirian
atas antagonisme antara manusia dan alam, serta antara sesama manusia.
Sosialisme juga sebagai solusi atas konflik antara eksistensi dan esensi,
antara objektifikasi dan penegasan diri, antara kebebasan dan keterikatan,
antara individu dan spesies, antara keterbukaan dan keterkungkungan, antara
keberbedaan dan sentralistik, antara rational dan emosional.
7. Kontinuitas dalam
Pemikiran Marx
Sesuai fakta, bahwa
ide-ide dasar tentang manusia, sebagaimana yang dikatakan Marx dalam Manuskrip
tentang Ekonomi dan Filsafat, serta kaitannya dengan ide-ide tantang Marx tua,
sebagaimana yang dituangkan dalam capital, adalah tidak mengalami perubahan
yang sangat mendasar, dan ternyata Marx tidak meninggalkan beberapa pandangan
awalnya.
Sesuai dengan perjalanan
waktu, tentang kontinuitas dalam pemikiran Karl Marx, walaupun tidak terlalu
banyak perubahan, namun dia menjadi enggan untuk menggunakan istilah-istilah
yang sangat dekat dengan idealisme Hegelian, bahasanya menjadi kurang antusias
dan eskatologis, dan pada tahun-tahun terakhir hidupnya menjadi kurang
bersemangat. Dengan kenyataan demikian, sesungguhnya keadaan jiwanya,
bahasanya, inti filsafat yang dikembangkan Marx muda tidak pernah surut dan
tidak pernah berubah, serta konsep sosialismenya dan kritik terhadap
kapitalisme selalu muncul pada tahun-selanjutnya dengan tetap berlandaskan pada
konsep-konsep yang mengkristal pada Karl Marx muda.
8. Marx sebagai Seorang
Manusia
Marx sebagai seorang
manusia biasa sudah barang tentu mempunyai kebutuhan biologis, dalam tulisan
Erich Fromm (2001), mengatakan, bahwa mungkin hanya ada sedikit saja rumah
tangga yang dikenal dunia luas karena mampu memenuhi kebutuhan secara manusiawi
hubungan suami-istri secara luar biasa sebagaimana rumah tangga Karl dan Jenny
Marx. Perkawinan mereka diliputi cinta yang tak tergoyahkan walaupun mereka
sarat dengan kemiskinan, penderitaan, tantangan yang serba pahit dan getir, dan
kemelaratan serta dilanda penyakit. Keutuhan perkawinan tersebut bisa langgeng,
jika disangga oleh dua orang yang memiliki kapasitas cinta yang luar biasa dan
sangat mendalam. Kemudian hubungan Marx dengan anak-anaknya jauh dari noda
dominasi, serta penuh dengan cinta yang produktif, kreatif, dan dinamis walupun
tanpa harus dilimpahi harta benda yang tidak lebih hanyalah simbolis ketimbang
nilai hidup dan kehidupan itu sendiri.
Gambaran tersebut di
atas, hanyalah potret dari kepribadian Marx. Kesalahpahaman dan
kesalah-penafsiran terhadap tulisan Marx sama dengan kesalahpahaman terhadap
pribadi Marx. Marx adalah seorang humanis, dia sangat mengagungkan manusia
sampai Erich Fromm mengemukakan sebagai beriukut:
sehingga secara serius dia mengekspresikan kekagumannya itu dengan berulang-ulang kali dengan mengutip ungkapan Hegel yaitu “Bahkan pikiran buruk seorang penjahat itu lebih agung dan mulia daripada orang-orang yang mengagumi surga.”(even the criminal thught of a malefactore has more grandeur and nobility than the wonders of heaven). (Erich Fromm, 2001:109).
Menurut Erich Fromm
(2001),Idenya Marx tentang penderitaan sangatlah rendah hati, kejahatan yang
sangat dibencunya adalah perbudakan, dan pribahasa favoritnya adalah “tidak ada
manusia yang asing baginya “dan “orang harus meragukan segalanya”. Marx adalah
seorang yang tidak mampu menoleransi kepura-puraan dan penipuan, sangat serius
dengan masalah-masalah eksistensi manusia, serta rasionalisasi yang tidak jujur
adalah musuh besarnya. Marx juga merepresentasikan tradisi Barat yang
terbaiknya yaitu keyakinan atas kemajuan akal serta konsep manusia yang
bertitik tengah kepada berpikir.
B. MANUSKRIP-MANUSKRIP TENTANG EKONOMI DAN FILSAFAT
1.
Buruh yang Teralienasi
Dalam ekonomi politik,
dalam arti katanya sendiri, para pekerja terbenam sampai menjadi komoditas yang
paling sengsara, kesengsaraan tersebut semakin bertambah buruk dikala mana
bertambahnya kekuasaan dan produksinya, hasil persaingan berarti sebagai
akumulasi modal dari segelintir manusia untuk menindas manusia yang jumlahnya
lebih besar sehingga sistem menopoli membentuk lebih buruk lagi. Kenyataan
sebagai akibatnya, betapa kontradiknya yaitu menjadikan masyarakat terbagi dua
yaitu, kelas pemilik yang kaya-raya dan kelas pekerja yang serba kekurangan
(miskin).
Ada kontroversi yang
takterpecahkan antara lain: Pertama, Ekonomi politik dimulai dengan buruh
senyatanya sebagai jantung produksi dan kemudian tidak memberikan apapun kepada
buruh, sementara buruh memberikan segalanya kepada pemilik pribadi. Kedua,
adalah hubungan buruh yang teralienasi dengan kepemilikan pribadi diikuti
dengan pembebasan masyarakat kepemilikan pribadi, perbudakan, mengambil bentuk
politik, pembebasan para pekerja dari sifat ketidak kemanusiaan.
2.
Hubungan Kepemilikan Pribadi
Hubungannya dalam
kepemilikan pribadi, ada siklus yang menarik sebagaimana yang dikemukakan Erich
Fromm (2001:145), yaitu pekerja menghasilkan modal dan modal menghasilkan
pekerja. Makanya, pekerja menghasilkan dirinya sendiri, dan manusia sebagai
pekerja, sebagai komoditas, adalah produk dari keseluruhan proses ini. Manusia
secara sederhana adalah seorang pekerja, dan sebagai pekerja, kualitas
kemanusiaannya hanya eksis demi modal yang justru menjadi asing baginya.
Dalam industri, dan lainnya
sebagai lawan dari kepemilikan tanah, yang ada hanyalah modal awal dan
antitesis dari pertanian yang dengannya industri telah berkembang. Karena buruh
yang khusus, dan perbedaan yang lebih signifikan, penting dan komprehensif
hanya ada selama industri sebagai salah satu ciri kehidupan diperkotaan.
Kepemilikan secara pribadi, bertentangan dengan kepemilikan tanah, yangmana
sangat feodal dan aristokratik serta masih dominan dengan ciri-ciri kontradiksi
yaitu dalam bentuk menopoli, keahlian, serikat kerja, perusahaan, dan lain
sebagainya. Namun kalau ditinjau dari segi perburuhan, buruh masih mempunyai
makna sosial, masih memiliki signifikansi kehidupan komunal yang asli, dan
belum mampu mencapai kemajuan yang sampai menetralitas yakni sampai kepada abstraksi
dari semua eksistensi lain menjadi modal yang terbebaskan.
Kepemilikan tanah, yang
berbeda dari modal, adalah kepemilikan pribadi, modal, yang masih dirundung
prasangka politik, kepemilikan tanah adalah modal yang belum muncul dari
keterlibatannya dengan dunia, modal yang belum berkembang. Sebagai hubungannya
dengan kepemilikan pribadi adalah modal, buruh dan interkoneksinya.
3.
Kepemilikan Pribadi dan Buruh
Menurut Erich (2001),
dikatakannya dalam manuskrip, bahwa esensi subjektif daripada kepemilikan
pribadi sebagai aktivitas untuk dirinya sendiri, sebagai subjek, sebagai orang,
adalah buruh itu sendiri. Di bawah tamaram yang mengenal manusia, ekonomi
politik yang prinsipnya buruh, sampai pada kesimpulan logis yang menolak
manusia. Manusia tidak lagi berada dalam kondisi ketegangan eksternal dengan
substansi eksternal kepemilikan pribadi sehingga menjadikan dirinya sebagai
mahluk yang memiliki barang pribadi yang ditunggangi ketegangan.
Di bagian lain dalam
pernyataan sebagaimana tertuang dalam buku ini yaitu menafikan, bahwa antitesis
antara ketakberpemilikan dan kepemilikan masih merupakan anti tesis yang tidak
pasti, kemudian juga tidak dipahami sebagai hubungan intrinsiknya, namun juga
bukanlah suatu kontradiksi, sepanjang antitesis tersebut tidak dimengerti
sebagai antitesis antara buruh itu sendiri dengan modal.
Dalam sistem kepemilikan
pribadi, manifestasi memiliki makna yang berlawanan. Sebagaimana kita ketahui
setiap manusia berspekulasi dengan menciptakan kebutuhan baru untuk memaksanya
menyerahkan pengorbanan baru, untuk menempatkannya dalam ketergantungan baru,
dan untuk memikatnya kedalam kesenangan baru, sehingga dengan cara ini
menjerumuskannya kedalam reruntuhan ekonomi, yang justru secara giat dicarinya.
Sebuah ma’na ungkapan yang logis Erich (2001:219), bahwa, jika saya tidak memiliki uang untuk bepergian, maka saya tidak memiliki kebutuhan. Sebaliknya, jika saya benar-benar tidak memiliki kesempatan untuk bepergian, tetapi saya memiliki uang dan mempunyai dorongan untuk bepergian, maka saya memiliki kesempatan yang efektif. Berarti uang adalah merupakan sebuah kekuasaan yang melebihi makna kepemilikan itu sendiri.
B.
PRIBADI MARX DALAM SOROTAN
1. Mengenang Marx (Oleh Paul
Lafargue)
Menurut Erich (2001:
294), seseorang yang bernama Paul Lafargue dalam kenangannya mengemukakan bahwa
Karl Marx adalah seorang yang langka di planet bumi ini yang dapat menjadi
pemimpin dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan publik sekaligus. Menurut Paul,
dua aspek ini begitu menyatu dalam dirinya sehingga orang hanya dapat memahami
karakteristiknya jika memandang Marx dengan jujur sebagai seorang sarjana serta
pejuang dalam meletakan dan membangun pondasi sosialis.
Betapa luasnya Marx, dia
tidak membatasi aktivitasnya dinegara kelahirannya saja. Sehingga ia berkata
“Saya seorang warga dunia,” dan Saya aktif dimanapun saya berada.” Dan pada
kenyataannya, berbagai peristiwa dan penganiyaan di Prancis, Belgia dan Inggris
mendorongnya mengambil peran penting dalam beberapa gerakan revolusioner yang
berkembang di beberapa negara antara lain seperti negara-negara tersebut di
atas.
Seorang Karl Marx, sangat
luar biasa, ia mampu membaca semua bahsa Eropa dan menulis dalam tiga bahasa
yaitu; Jerman, Prancis, dan Inggris, sehingga mengundang decak kagum ahli-ahli
bahasa. Dan kebisaan yang selalu dilakukannya adalah mengulang-ulang sebuah
ungkapan “Bahasa asing adalah merupakan senjata untuk berjuang dalam mengarungi
hidup dan kehidupan ini”.
Marx sangat mengutamakan
perpustakaan, walaupun perpustakaan Marx berisi lebih dari seribu buku yang
dikoleksinya secara seksama, namun perpustakaan tersebut tetap tidak mencukupi
baginya, sehingga selama bertahun-tahun secara teratur dan rutin dia
mengunjungi British Museum, yang katalognya sangat -amat diapresiasinya.
Sebagai seorang yang
berkeluarga, ia adalah seorang ayah yang sangat penyayang, ksatria dan ramah.
“Anak-anak harus mendidik orang tuanya.” Dan ia tidak pernah memberi perintah,
tetapi meminta mereka melakukan sesuatu yang diinginkan Marx sebagai hal yang
menyenangkan atau membuat anak-anaknya merasa bahwa mereka tidak boleh
melakukan apa-apa yang sebenarnya dilarang oleh Marx sebagai ayahnya.
Setelah kematian istrinya
(meninggal: 2-12-1881), kehidupan fisik dan mental Marx mengalami kelabilan
yang dijalaninya dengan sangat tabah. Kehancuran fisik dan mentalnya diperparah
dengan menyusul kematian anak tertuanya, Nyonya Longuet, setahun kemudian.
Sehingga kehidupan Marx menjadi berantakan dan akhirnya ia tidak tertolong
lagi, maka tepatnya pada tanggal 14 Maret 1883 dalam usia enam puluh empat
tahun, Marx meninggal dunia tergeletak di meja kerjanya (sangat mengagumkan,
seorang pekerja keras sampai ajal menjemputnya, tanpa pamrih, kecuali
terbangunnya pondasi sosialis di dunia ini).
2. Beberapa Catatan
Singkat Marx (Oleh Eleanor Marx-Aveling/Anak Marx)
Masih menurut Erich
(2001: 330), Sebagaimana penuturan anaknya, bahwa Marx ketika bercengkrama
dengan anak-anaknya, mungkin Marx-lah orang yang paling luwes. Anak-anaknya
memang tidak pernah mempunyai seorang teman bermain yang lebih menyenangkan
kecuali ayahnya. Dikatakan anaknya, suatu kenangan yang indah dan pertama
dengan ayah saya adalah ketika saya berumur sekitar tiga tahun, Marx memanggul
saya dipundaknya mengelilingi kebun kecil kami di Grafton Terrace, dan menyuntingkan
bunga dirambut keriting saya yang coklat. Sehingga Marx bagaikan seekor kuda
yang sangat menyenangkan. Dan kiasan ini, juga bermakna dalam pemikul beban
serta penarik beban dalam kehidupan kami.
3.
Pandangan Singkat Frederick Engels
Menurut Erich, pandangan
singkat Frederick Engels adalah sebagai berikut: “Kaum proleter Eropa dan
Amerika yang militan, juga ilmu sejarah merasa sangat kehilangan dia. Segera
kita rasakan berapa dekat jarak antara kelahiran dan kematiannya… Namanya akan
terus hidup sepanjang zaman, begitu juga karyanya.” (Erich Fromm, 2001: 339).
Behind the Gun :
@aliahsanID
Membaca adalah jendela ilmu, membaca menambah wawasan wacana, karena alam
Ide adalah kekal.
No comments:
Post a Comment