Memaknai Pagi
*Ali
Ahsan Al-Haris
Sumber Gambar : Pixabay |
Pernah aku
membayangkan dalam sebuah pagi yang kucumbu sembari memandang sebuah mawar
merah mekar meleok ke ke segala arah bak tak memiliki kepastian mengarah kemana
karena angin pagi [lagi-lagi] angin pagi sedang mencoba mengajaknya menari
namun sayang mawar tak tahu maksut yang di bawa oleh angin sepoi tersebut.
Aku sendiri
tak mampu berkata saat kau membisiskan kata-kata penuh tafsir dalam kegelapan
yang sebetulnya adalah terang bagiku, terkesan aneh memang, namun apa daya
manusia ini hanya dapat mengangguk saja. Derita dan cerita yang pernah kita
lalui tiba-tiba merunjak menusuk ke sanubariku mengingatkan bahawasanya
perjuangan kita belum berakhir. Sikap angkuh yang selama ini kita alami membuat
pribadi kita secara langsung memang kuat dan tak kenal yang namanya akan
kekalahan. Namun sayang sekali karena hal itu membuatmu tak sadar kapan kita
harus mengakhiri ini semua.
Aku ingin
kembali seperti dulu, maaf bukan berarti aku bersikap ke kanak-kanakan dengan
mengatakan hal seperti ini. Namun di saat aku jauh darimu aku sangat sedih,
cita-cita yang telah lama kita bangun bersama seakan malas kembali datang untuk
memotivasi kita. Kita harusnya sadar, bahwa keangkuhan yang kita alami ini
cepatnya kita akhiri. Mana mungkin kita hanya berorientasi pada hal yang itu
adalah kerapuhan semata, aku yakin sebenarnya kamu tahu dengan apa yang kita
lakukan selama ini, menyadari bahwa semua ini rapuh.
Keangkuhan,
kesombongan serta percaya diri yang tak berdasar adalah salah satu dari sekian
kegilaan yang sering kita alami, bahkan hari ini. Namun kamu tahu, itu
menyenangkan bukan !! seiring jalanya waktu kenapa aku menjadi asing dimatamu,
aku merasa kamu jauh dariku karena aku berfikir bahwa untuk menuju yang biasa
dinamakan sebagai proses pendewasaan adalah hal yang mahal.
-beberapa
kali aku mulai memejamkan mata lurus di depan mawar yang meleok-leok terbawa
angin tadi. Aku selalu berdo’a semoga Tuhan mengampuni kita dengan
kegilaan-kegilaan yang selama ini kita lalui. Ini bukanlah persoalan eksistensi
kita di depan mereka, namun ini masalah seonggok daging bernyawa namun dalam
perjalanan hidupnya hatinya sering menderita karena selalu di hantui kesalahan
komunikasi kepada junior-juniornya . kita hanya manusia [Apa adanya].
No comments:
Post a Comment