Tuesday, December 8, 2015

Kearifan Lokal Pantai Watu Ulo



Makalah Sosial Budaya Pesisir
Kearifan Lokal Pantai Watu Ulo




Oleh :
Andaru Wiyogo
Dhe Ayu Batamia
Muhammad Fathoni Sya’bau
Fitria Ariyani
Nia Nurdiana
Rafaela Ronauli Gultom
Syakanov Murian Rizki




PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kearifan lokal merupakan usaha untuk menemukan kebenaran yang didasarkan pada fakta-fakta atau gejala-gejala yang berlaku secara spesifik dalam sebuah budaya masyarakat tertentu. Definisi ini bisa jadi setara dengan definisi mengenai indigenous psychology yang didefinisikan sebagai usaha ilmiah mengenai tingkah-laku atau pikiran manusia yang asli (native) yang tidak ditransformasikan dari luar dan didesain untuk orang dalam budaya tersebut. Hasil akhir dari indigenous psychology.

Indonesia dengan berbagai suku bangsa mempunyai keanekaragaman kearifan lokal, kearifan tradisional, dan budaya yang didalamnya terkandung nilai-nilai etik dan moral, serta norma-norma yang sangat mengedepankan pelestarian fungsi lingkungan. Nilai-nilai tersebut menyatu dalam kehidupan masyarakat setempat, menjadi pedoman dalam berperilaku dan berinteraksi dengan alam, memberi landasan yang kuat bagi pengelolaan lingkungan hidup, menjadikan hubungan antara manusia dengan alam menjadi lebih selaras dan harmoni sebagaimana di tunjukkan dalam pandangan manusia pada fase pertama evolusi hubungan manusia dengan alam. Pada saat itu kondisi alam dengan berbagai unsur sumberdayanya dapat terpelihara dan terjaga keseimbangannya, sehingga alam benar-benar berfungsi mendukung kehidupan manusia atau masyarakat di sekitarnya sebagian contoh kearifan lokal yang sangat ramah lingkungan dan berdampak positif bagi kehidupan warga masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut sebenarnya menunjukkan realitas sosial yang tidak saja membuktikan bentuk-bentuk tanggung jawab etika dan moral, wujud dari keserasian dan keselarasan hubungan antara manusia dengan alam, akan tetapi juga menunjukkan bahwa secara naluriah manusia memiliki kecenderungan untuk selalu memahami lingkungannya, menjalin ikatan yang sedemikian dekat dengan alam.

Tradisi larung sesaji di pantai Watu Ulo Jember salah satu kearifan lokal yang merupakan kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan mampu mempertebal kepaduan sosial warga masyarakat, serta secara empiris mampu mencegah terjadinya kerusakan. Pantai Watu Ulo mungkin sudah menjadi maskot tujuan wisata, sehingga jika dalam acara-acara tertentu seperti tahun baru atau malam takbir menjelang Idul Fitri dan Idul Adha pantai ini selalu dipadati pengunjung. Biasanya, selama 10 hari sejak hari pertama Lebaran digelar berbagai hiburan dan penjualan produk kerajinan lokal.

Seiring dengan pandangan antroposentris yang mulai mewarnai sikap dan perilaku manusia, maka hubungan yang harmoni antara manusia dengan alam mulai berubah. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai satu-satunya sumber kebenaran, sedangkan pemikiran dan nilai-nilai tradisional yang tidak memiliki otoritas ilmiah tidak dianggap sebagai sumber kebenaran. Bahkan dengan gencarnya pembangunan yang menggunakan teknologi tinggi dan cenderung eksploitatif, dan kuatnya pengaruh budaya modernisme, seringkali mengakibatkan semakin pudarnya penghayatan nilai-nilai budaya tradisional disatu sisi, namun disisi lain diduga masih terdapat kearifan-kearifan lokal yang mampu mempertahankan eksistensinya, mampu memelihara, menjaga, dan melestarikan sumberdaya alam (baik lahan, hutan, maupun air) untuk mendukung kehidupan secara berkelanjutan.

1.2 Tujuan
·     Untuk lebih mengenal budaya-budaya yang ada di Indonesia
·     Untuk mengetahui sejarah tentang Pantai Watu Ulo, Jember
·     Untuk mengetahui tradisi budaya yang ada di Pantai Watu Ulo, Jember

1.3 Rumusan Masalah
·     Mengapa disebut Pantai Watu Ulo?
·     Apa saja tradisi yang dilaksanakan di Pantai Watu Ulo?
·     Bagaimana upacara Larung Sesaji berlangsung?


PEMBAHASAN

Pantai Watu Ulo adalah sebuah pantai yang terletak di pantai selatan Jawa Timur, tepatnya di desa Sumberejo, kecamatan Ambulu, Jember, kira-kira 40 km di sebelah selatan kota Jember. "Watu Ulo" berarti "batu ular" dalam bahasa Jawa. Nama ini mengacu pada rangkaian batu karang yang memanjang dari pesisir pantai ke laut.

Pada saat musim air pasang, ombak pantai Watu Ulo cenderung ganas dan pihak pengelola melarang pengunjung untuk mandi di pantai. Sebab, laut selatan Jawa ini terkenal ganas dan memiliki ketinggian ombak yang bisa mengancam keselamatan jiwa.

Konon, pantai ini memiliki legenda tersendiri. Menurut Kepala Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember, Arief Tjahjono SE, justru legenda itulah yang bisa menjual bersamaan dengan potensi alamnya itu sendiri. Wisata pantai Watu Ulo, berasal dari suatu legenda besar Indonesia, yaitu seekor ular besar yang menguasai bumi Mataram dulu. Karena mengganggu, maka ular itu dibunuh kemudian dipotong menjadi tiga, kepala ada di Pelabuhan Ratu (Jawa Barat), badannya ada di Parangtritis (Jogjakarta) dan ekornya di Jember. Ekor ini seakan berupa ekor ular naga yang menjorok ke laut dan seperti ada sisiknya.

Keunggulan lain Watu Ulo adalah dari segi fisiknya karena punya nuansa mistis dengan Nyi Roro Kidul-nya. Tidak ada legenda pantai utara, tetapi yang ada adalah legenda pantai selatan. Ini adalah daya tarik sendiri, karena laut selatan Jawa memiliki banyak cerita rakyat. Lantaran punya predikat legenda pantai selatan, konon pengunjung tidak boleh memakai pakaian warna hijau jika bermain di pantai Watu Ulo. Pakaian hijau akan menarik perhatian penguasa laut selatan bernama Nyi Roro Kidul, dan akan disambar ombak yang diyakini akan dijadikan salah satu pelayan penguasa pantai selatan tersebut. Bahkan, penduduk yang tinggal di pesisir selatan Jawa sebagian percaya tahayul tersebut. Nyi Roro Kidul adalah sosok yang dipercaya memberikan rezeki di laut  selatan. Larung sesaji menjadi bagian ritual untuk menghormati sang penguasa laut itu.

Panorama alam keindahan pantai dengan gugusan karang di tengah laut yang merupakan ciri khas Pantai Watu Ulo. Acara tradisi yang dilakukan disini adalah pada setiap 1 Syawal sampai dengan 10 Syawal yang merupakan acara tradisi dalam rangka memberikan hiburan bagi masyarakat Jember pada umumnya yang disebut dengan Pekan Raya Watu Ulo. Ada lagi acara lainnya yaitu Larung Sesaji Pantai Watu Ulo, yang diselenggarakan pada tanggal 7 Syawal atau pada saat hari raya ketupat, ditujukan sebagai maksud untuk melampiaskan rasa syukur bagi penduduk Sumberrejo sendiri. Dalam upacara ini masyarakat nelayan setempat melemparkan sesaji ke laut. Setelah agama Islam masuk, budaya larung sesaji mendapat sentuhan warna agama.
Pada zaman kependudukan Jepang, pegunungan di sekitar pantai ini dijadikan benteng pertahanan dan pengintaian bala serdadi sekutu yang mau menyusup ke daratan melalui pantai. Benteng Jepang yang berjumlah lima buah demikian disebut dengan Goa Jepang dan sekarang dijadikan obyek wisata juga yang banyak dikunjungi di sekitar Pantai Watu Ulo. Di samping Goa Jepang sendiri, sebelahnya Pantai watu Ulo juga terdapat Goa Lowo yang dihuni ratusan ribu kelelawar. Goa ini bisa dimasuki oleh wisatawan dengan menyusuri dan melewati pantai berpasir karena tempatnya yang sunyi dari keramaian, apalagi mengingat goa ini mempunyai kedalaman 100meter.
Obyek wisata Watu Ulo dapat ditempuh dengan menggunakan segala jenis transportasi, kendaraan pribadi roda dua dan roda empat pun juga bisa, karena jalan menuju kolasi ini sudah beraspal semua. Banyak fasilitas yang disediakan disini, seperti area berkemah, taman bermain, kios souvenir, kamar mandi, musholla, tempat parkir, warung makan, dan juga tempat penginapan mulai dari penginapan yang disediakan penduduk sekitar ataupun hotel-hotel.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil makalah ini adalah kearifan lokal dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik di dalam suatu masyarakat dengan budaya tertentu dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu, serta memiliki nilai-nilai tradisi atau ciri lokalitas. Sebagai contoh mitos pantai Watu Ulo di Jember yang juga memiliki legenda tersendiri. Menurut legenda besar Indonesia, mitos itu dimulai dengan seekor ular besar yang menguasai bumi Mataram dulu. Karena mengganggu, maka ular itu dibunuh kemudian dipotong menjadi tiga, kepala ada di Pelabuhan Ratu (Jawa Barat), badannya ada di Parangtritis (Jogjakarta) dan ekornya di Jember. Ekor ini seakan berupa ekor ular naga yang menjorok ke laut dan seperti ada sisiknya. Keunggulan lain Watu Ulo adalah dari segi fisiknya karena punya nuansa mistis dengan Nyi Roro Kidul-nya.

Selain dari mitos legenda pantai Watu Ulo tersebut, terdapat juga acara tradisi yang biasa disebut Larung Sesaji dimana memiliki arti untuk melampiaskan rasa syukur bagi penduduk setempat. Dalam upacara ini masyarakat nelayan setempat melemparkan sesaji ke laut.

DAFTAR PUSTAKA

http://jawatimuran.wordpress.com/2012/03/27/pantai-watu-ulo-di-jember/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pantai_Watu_Ulo
Eprints.undip.ac.id/28459/1/BAB1_SISWADI.pdf
http://www.1001wisata.com/watu-ulo-jember/





No comments:

Post a Comment