RAJA KECIL
(Kisah Nyata[KU] Dari Warung Kopi)
*Alie Ahsan Al Haris
Cerita
pendek yang tak ada bagusnya sama sekali ini bisa aku katakan 90 % nyata dan
10% sisanya dalah hasil imajinasiku sendiri yang aku sengaja tambahkan agar
terkesan nampak hidup saat kalian baca. Pertama kali aku menulisnya sama sekali
tidak ada dalam fikiranku untuk menamai tulisan ini dengan judul yang sangat
jelas kalian baca.
Mari
kita mulai. Awal inspirasi ini tercipta pada suatu kesempatan aku sedang
bosan-bosanya dengan suasana warung kopi yang biasa aku tongkrongi. Alhasil aku
dengan sepeda motor pinjaman ibuku kugeber keliling daerah tempat ngopi
disekitar kota Malang. Sedikit pembaca tahu, setiap momen apapun aku selalu
membawa buku bacaan yang memang itu adalah senjata nomor satuku, kalau kalian tanya
apa senjataku selanjutnya tentu akan mudah menjawabnya, rokok dan ponsel.
Sampailah
aku pada sebuah tempat ngopi yang notabenya sangat sederhana. Penjualnya ibu-ibu
tua, dengan gerobak mungilnya dia jajakan beberapa macam gorengan dan rokok
racikan. Kuparkir sepeda motorku disebelah rombong sederhananya. Kupesan kopi
tubruk dan beberapa gorengan. Tidak ada meja dan kursi yang kupilih, karena
memang hanya ada dua buah meja dan empat kursi saja.
Kuletakan
rokok, ponsel dan kuambil buku bacaan dari dalam tas dan kuletakan diatas meja.
Kurang lebih setengah jam berjalan, ada enam orang yang ikut nimbrung ngopi. Kalian
dapat bayangkan. Dua meja dengan empat kursi di buat duduk tujuh orang,
tentunya posisiku akan terlihat satu kelompok dengan mereka.
Mereka
ngobrol panjang lebar dengan pembahasan yang menurutku berat untuk didengar. Namun
satu momen yang kuanggap sangat penting untuk aku tulis, enam orang itu
nampaknya ada satu sosok pria dengan perawakan tinggi namun kurus dengan rambut
yang biasa kita sebut mohak menjadi center
of interest kelima orang lainya termasuk aku. Pria tersebut ternyata sedang
membicarakan bagaimana caranya menjegal salah satu temanya yang kebetulan
sedang berival pda salah satu momen.
Aku
sengaja memposisikan diriku sebagai pendengar yang baik, termasuk sebagai
pencatat yang baik. Sengaja aku manfaatkan aplikasi memo pada ponselku untuk
mencatat poin-poin penting yang pria konseptor dan mereka utarakan.
Beginilah
ceritanya, jujur sedikit aku tambahi sedikit dengan tujuan seperti yang aku
utarakan pada awal paragraph.
***
Pria ini adalah konseptor pada
kelompok mereka, gaya bicara dan analisisnya memang aku akui sangat tajam. Sering
mengomparasi data dan informasi menjadi nilai lebih baginya. Tak diragukan
memang, karena itu adalah ciri khas konseptor ulung. Adalagi pria dengan
perawakan agak pendek, berkumis lebat, kulitnya hitam dan rokoknya merk Marllboro
merah. Pria ini kalau aku amati nampaknya berposisi sebagai eksekutor,
sedangkan sisanya adalah pelaksana tugas dan informan.
Singkat
cerita, mereka ini adalah salah satu dari sekian kelompok yang ingin
memenangkan momen tersebut. Namun, pembicaraan mereka sampai aku pergi; mereka
masih dalam posisi yang kalah.
Pria
konseptor dalam watak bicaranya adalah seorang yang gila hormat dan gila
penghargaan. Segala apa yang dia bicarakan hampir mayoritas bicara sejarahnya
dan apa yang telah dia lakukan dan hal itu sukses. Jarang sekali dia bercerita tentang
dirinya sendiri pernah melakukan sebuah kesalahan untuk dijadikan kelompokya
sebagai pelajaran. Ini kan bodoh sekali, gomik.
Bagian
paling brutal (menurutku) pria konseptor ini mencetuskan ide yang bagiku gila
untuk dilakukan. Dia menyuruh ke lima temanya untuk membuat perpecahan dalam
patron yang sama-sama bersaing denganya. Caranya dengan apa, dia menghalalkan
fitnah diantara saudaranya, kalau fitnah tak berhasil untuk memecah patron maka
ide selanjutnya adalah ancam dengan beasiswa dan proposal yang nunggak di awang-awang.
Sampai
pembahasan tersebut, aku semakin tertarik dengan obrolan mereka. Tentu, aku
masih sok nge-chat-chat orang lain dan membaca buku agar gerak geriku tidak
mereka ketahui. Serta, aku berharap di anggap mereka sebagai orang yang sangat
polos dan tak tahu bahkan tak mau tahu dengan apa yang mereka bahas. Padahal kalau
jujur, malah sebaliknya.
Mereka
sejenak tak membahas hal itu, sampai pada suatu momen ada salah satu anggotanya
menceletuk kurang lebih seperti ini “kita tahan saja dana beasiswa dan proposal
yang cair atas bantuan kita” –dari sinilah aku menjadi faham siapa mereka. Tentunya
aku amini mereka ini adalah manusia-manusia dengan akses yang hebat, bayangkan
saja sekeliber orang seumuranku dapat meloloskan beasiswa dan proposal serta
dapat menahan dananya. Tentunya orang-orang yang sedang ada dikelilingku ini
bukan orang biasa donk hahaha.
Berangkat
dari pendapat salah satu dari keenam orang tersebut, pria konseptor itu dengan
nada tinggi mengamini hal itu. “itu pendapat yang sangat bagus, bener banget
itu” –cetus pria konseptor.
Aku
catat point penting, mereka menghalkan fitnah dan ghibah serta mereka memiliki
akses hebat entah dari mana asalnya. Jika hal ini mereka gabungkan, tak bisa
kubayangkan apa yang akan terjadi pada lembaga tersebut. Pertanyaan mendasarku,
se strategis apakah lembaga mereka, sehingga segala cara mereka lakukan, ada
misi besar apa yang ingin mereka goalkan sehingga cara-cara tersebut mereka
lakukan.
Mereka
berencana bertemu kembali dua hari lagi, tenggang waktu dua hari itu mereka
lakukan untuk melancarkan teror kepada oknum-oknum yang menerima beasiswa dan
cairnya dana proposal atas jasa mereka pada salah satu tempat yang aku kenal.
Sampai
aku meyelesaikan tulisan ini, sudah telat kurang lebih lima hari. Aku tak
berniat untuk tetap membuntuti mereka, karena hal itu akan membuat mereka
curiga padaku.
Kami
semua dipaksa pulang karena warung tempat kami ngopi mau tutup, selepas aku bayar
dan bersiap pulang. Lagi-lagi pria konseptor berkata pada kelima temanya tadi. “kalian
kalau ketemu musuh-musuh kita, wajib menggaungkan namaku, kalian wajib
baik-baikan dan soundingkan namaku ke mereka semua agar mereka tahu bahwa
patron kita memang hebat dan hasilnya adalah kalian, didikanku yang berhasil
dan berkompeten. Biar mereka tahu siapa aku dan siapa kita”.
***
Boleh saya akhiri cerita tak bermutu ini ? aku harap
boleh dan kurasa kalian memang bosan membaca ini. Seperti itulah, ada orang
yang suka claime dengan segala daya
cocotya yang merasa tak punya dosa.
Perasaan ingin dijunjung dan dihargai menjadikan pria
konseptor tadi menjadi gila hormat. Gila dengan sesuatu yang fana. Entahlah,
apa yang mereka fikirkan. Apa jangan-jangan pria konseptor itu telah gagal
memahami Babad Tanah Jawi. Tak taulah,
sadarlah.
Sudah
cukup saja, aku lelah menulis tentang kelompok ini. Tak jelas dan kecelakaan
berfikir, kecelakaan dalam memahami prinsip, dan aku juga salah telah ngopi bersama
mereka.
No comments:
Post a Comment