Thursday, May 12, 2016

RAJA KECIL

RAJA KECIL

(Kisah Nyata[KU] Dari Warung Kopi)

*Alie Ahsan Al Haris

Cerita pendek yang tak ada bagusnya sama sekali ini bisa aku katakan 90 % nyata dan 10% sisanya dalah hasil imajinasiku sendiri yang aku sengaja tambahkan agar terkesan nampak hidup saat kalian baca. Pertama kali aku menulisnya sama sekali tidak ada dalam fikiranku untuk menamai tulisan ini dengan judul yang sangat jelas kalian baca.

Mari kita mulai. Awal inspirasi ini tercipta pada suatu kesempatan aku sedang bosan-bosanya dengan suasana warung kopi yang biasa aku tongkrongi. Alhasil aku dengan sepeda motor pinjaman ibuku kugeber keliling daerah tempat ngopi disekitar kota Malang. Sedikit pembaca tahu, setiap momen apapun aku selalu membawa buku bacaan yang memang itu adalah senjata nomor satuku, kalau kalian tanya apa senjataku selanjutnya tentu akan mudah menjawabnya, rokok dan ponsel.

Sampailah aku pada sebuah tempat ngopi yang notabenya sangat sederhana. Penjualnya ibu-ibu tua, dengan gerobak mungilnya dia jajakan beberapa macam gorengan dan rokok racikan. Kuparkir sepeda motorku disebelah rombong sederhananya. Kupesan kopi tubruk dan beberapa gorengan. Tidak ada meja dan kursi yang kupilih, karena memang hanya ada dua buah meja dan empat kursi saja.

Kuletakan rokok, ponsel dan kuambil buku bacaan dari dalam tas dan kuletakan diatas meja. Kurang lebih setengah jam berjalan, ada enam orang yang ikut nimbrung ngopi. Kalian dapat bayangkan. Dua meja dengan empat kursi di buat duduk tujuh orang, tentunya posisiku akan terlihat satu kelompok dengan mereka.

Mereka ngobrol panjang lebar dengan pembahasan yang menurutku berat untuk didengar. Namun satu momen yang kuanggap sangat penting untuk aku tulis, enam orang itu nampaknya ada satu sosok pria dengan perawakan tinggi namun kurus dengan rambut yang biasa kita sebut mohak menjadi center of interest kelima orang lainya termasuk aku. Pria tersebut ternyata sedang membicarakan bagaimana caranya menjegal salah satu temanya yang kebetulan sedang berival pda salah satu momen.

Aku sengaja memposisikan diriku sebagai pendengar yang baik, termasuk sebagai pencatat yang baik. Sengaja aku manfaatkan aplikasi memo pada ponselku untuk mencatat poin-poin penting yang pria konseptor dan mereka utarakan.

Beginilah ceritanya, jujur sedikit aku tambahi sedikit dengan tujuan seperti yang aku utarakan pada awal paragraph.

***
            Pria ini adalah konseptor pada kelompok mereka, gaya bicara dan analisisnya memang aku akui sangat tajam. Sering mengomparasi data dan informasi menjadi nilai lebih baginya. Tak diragukan memang, karena itu adalah ciri khas konseptor ulung. Adalagi pria dengan perawakan agak pendek, berkumis lebat, kulitnya hitam dan rokoknya merk Marllboro merah. Pria ini kalau aku amati nampaknya berposisi sebagai eksekutor, sedangkan sisanya adalah pelaksana tugas dan informan.

Singkat cerita, mereka ini adalah salah satu dari sekian kelompok yang ingin memenangkan momen tersebut. Namun, pembicaraan mereka sampai aku pergi; mereka masih dalam posisi yang kalah.

Pria konseptor dalam watak bicaranya adalah seorang yang gila hormat dan gila penghargaan. Segala apa yang dia bicarakan hampir mayoritas bicara sejarahnya dan apa yang telah dia lakukan dan hal itu sukses. Jarang sekali dia bercerita tentang dirinya sendiri pernah melakukan sebuah kesalahan untuk dijadikan kelompokya sebagai pelajaran. Ini kan bodoh sekali, gomik.

Bagian paling brutal (menurutku) pria konseptor ini mencetuskan ide yang bagiku gila untuk dilakukan. Dia menyuruh ke lima temanya untuk membuat perpecahan dalam patron yang sama-sama bersaing denganya. Caranya dengan apa, dia menghalalkan fitnah diantara saudaranya, kalau fitnah tak berhasil untuk memecah patron maka ide selanjutnya adalah ancam dengan beasiswa dan proposal yang nunggak di awang-awang.

Sampai pembahasan tersebut, aku semakin tertarik dengan obrolan mereka. Tentu, aku masih sok nge-chat-chat orang lain dan membaca buku agar gerak geriku tidak mereka ketahui. Serta, aku berharap di anggap mereka sebagai orang yang sangat polos dan tak tahu bahkan tak mau tahu dengan apa yang mereka bahas. Padahal kalau jujur, malah sebaliknya.

Mereka sejenak tak membahas hal itu, sampai pada suatu momen ada salah satu anggotanya menceletuk kurang lebih seperti ini “kita tahan saja dana beasiswa dan proposal yang cair atas bantuan kita” –dari sinilah aku menjadi faham siapa mereka. Tentunya aku amini mereka ini adalah manusia-manusia dengan akses yang hebat, bayangkan saja sekeliber orang seumuranku dapat meloloskan beasiswa dan proposal serta dapat menahan dananya. Tentunya orang-orang yang sedang ada dikelilingku ini bukan orang biasa donk hahaha.

Berangkat dari pendapat salah satu dari keenam orang tersebut, pria konseptor itu dengan nada tinggi mengamini hal itu. “itu pendapat yang sangat bagus, bener banget itu” –cetus pria konseptor.

Aku catat point penting, mereka menghalkan fitnah dan ghibah serta mereka memiliki akses hebat entah dari mana asalnya. Jika hal ini mereka gabungkan, tak bisa kubayangkan apa yang akan terjadi pada lembaga tersebut. Pertanyaan mendasarku, se strategis apakah lembaga mereka, sehingga segala cara mereka lakukan, ada misi besar apa yang ingin mereka goalkan sehingga cara-cara tersebut mereka lakukan.

Mereka berencana bertemu kembali dua hari lagi, tenggang waktu dua hari itu mereka lakukan untuk melancarkan teror kepada oknum-oknum yang menerima beasiswa dan cairnya dana proposal atas jasa mereka pada salah satu tempat yang aku kenal.

Sampai aku meyelesaikan tulisan ini, sudah telat kurang lebih lima hari. Aku tak berniat untuk tetap membuntuti mereka, karena hal itu akan membuat mereka curiga padaku.

Kami semua dipaksa pulang karena warung tempat kami ngopi mau tutup, selepas aku bayar dan bersiap pulang. Lagi-lagi pria konseptor berkata pada kelima temanya tadi. “kalian kalau ketemu musuh-musuh kita, wajib menggaungkan namaku, kalian wajib baik-baikan dan soundingkan namaku ke mereka semua agar mereka tahu bahwa patron kita memang hebat dan hasilnya adalah kalian, didikanku yang berhasil dan berkompeten. Biar mereka tahu siapa aku dan siapa kita”.

***

Boleh saya akhiri cerita tak bermutu ini ? aku harap boleh dan kurasa kalian memang bosan membaca ini. Seperti itulah, ada orang yang suka claime dengan segala daya cocotya yang merasa tak punya dosa.

Perasaan ingin dijunjung dan dihargai menjadikan pria konseptor tadi menjadi gila hormat. Gila dengan sesuatu yang fana. Entahlah, apa yang mereka fikirkan. Apa jangan-jangan pria konseptor itu telah gagal memahami Babad Tanah Jawi. Tak taulah, sadarlah.

Sudah cukup saja, aku lelah menulis tentang kelompok ini. Tak jelas dan kecelakaan berfikir, kecelakaan dalam memahami prinsip, dan aku juga salah telah ngopi bersama mereka.


No comments:

Post a Comment