Tuesday, May 17, 2016

SEMUA KEPENTINGAN ITU BERPIHAK

SEMUA KEPENTINGAN ITU BERPIHAK


*Alie Ahsan Al-Haris


Suara jangkrik menderu menusuk ruang-ruang kamar kos dalam balutan malam yang hening. Aku melihat Aziz sibuk dengan gadget dalam genggaman tanganya yang aku sendiri juga tak tahu apa yang dia lihat.

Hari ini, aku banyak belajar banyak dari penggalan-penggalan kisah yang unik mengiringi hari-hari penuh kegembiraan ganjil dalam hati. Akan tetapi yang paling berkesan adalah kisah yang berencana ingin aku ceritakan,  yang pasti bukan tentang kisah percintaan dan kisah perkopian.

Aku usahakan akan sangat hati-hati dalam menulis cerita ini, berharap Tuhan selalu mengawal aku agar tulisan sederhana ini nantinya tidak akan menimbulkan kesan tendensius bahkan fitnah dilain hari.

Pada dasarnya semua manusia tak akan senang dengan yang namanya penindasan, entah sebagai pelaku ataupun korban. Namun, sifat tamak dan serasa bisa melakukan segalanya membuat manusia terkadang lupa bahwa mereka memiliki Tuhan, termasuk aku juga.

Sebagai orang yang tak tahu menahu masalah yang ingin aku ceritakan ini, terkadang aku juga merasa salah karena telah dengan berani mengisahkan sebuah cerita tanpa adanya informasi pembanding.

Aku mengenal betul salah satu dari dua orang yang ingin aku ceritakan, sedangkan satunya aku baru mengenal kurang lebih hampir satu tahun. Kedua orang ini dalam suatu waktu sudah memasuki umur pernikahan. Seingatku dua minggu kebelakang dia menikah dengan seseorang yang sudah dia pacari selama tiga tahunan. Aku akan berinama tokoh yang sudah menikah ini dengan nama, Anam (Nama Samaran).

Tokoh yang lain akan aku berikan nama, Syamsul (Nama Samaran). Lebih senior dari Anam, namun belum menikah. Syamsul sudah sempat merasakan dunia kerja, kemudian entah apa informasi yang masuk ke aku Syamsul ini habis kontrak dari sebuah perusahaan negara. Hasil kerjanya sudah menjadi rumah dan sepeda motor, mungkin ada yang lain cuman aku sendiri belum tahu. Sekarang Syamsul sedang bekerja sebagai tenaga kontrak pada project sosial kemasyarakatan yang di handle oleh lembaga penelitian salah satu kampus di Malang.

Singkat cerita, Anam dan Syamsul ingin menjadi tenaga pengajar pada almamaternya. Dalam hal ini Anam memiliki keunggulan daripada Syamsul, dia sudah melanjutkan pasca sarjana meski belum lulus sedangkan Syamsul belum. Tanpa aku sodori data terkait prasyarat menjadi tenaga pengejar pada pendidikan tinggi, minimal memang harus menamatkan magister pendidikan dulu. Selain point itu terpenuhi, maka hanya akses primordial sebagai jalan satu-satunya.

Kedua manusia itu aku kenal memiliki akses yang terbilang bagus, koneksi senior ke senior telah mereka berdua bangun sejak masih menjadi mahasiswa. Harusnya, hasil dari koneksi itu sudah mereka nikmati untuk sekarang ini. Atau bisa juga mereka  memang menghindari hal tersebut.

Sudahlah, aku tak akan terlalu berbelit belit dalam menceritakan kisah ini. Aku bukanlah penulis yang hebat, toh aku sadari tulisan ini nantinya hanya akan jadi bahan gunjumgan dan tertawaan.

Waktu menuntun mereka berdua bertemu kembali pada momen pembukaan asisten dosen pada salah satu kampus di Malang, sebut saja almamater mereka sendiri. Pendaftaran tetap mereka jalani sampai dengan season akhir, alhasil secarik kertas pengumuman tidak sudi untuk menuliskan nama mereka berdua.

Aku dapat simpulkan sendiri, lagi-lagi memang berpendapat secara subjektif. Anam tidak diterima lantaran pernah bersiteggang dengan salah satu dosen yang memeggang kendali rekrutmen asisten dosen. Sedangkan Syamsul tidak masuk karena titelnya masih sarjana.

Itu semua adalah alasan standart, bagiku dibalik itu semua ada alasan kepentingan. Berbicara kepentingan tentu ada misi yang dibawa, terlepas hal ini baik atau tidak yang jelas ada kepentingan yang mengiringi hal ini.

Singkat cerita tiga bulan selanjutnya ada momen kembali, yang pasti hal ini bukan momen rekrutmen asisten dosen atau tenaga pembantu pada fakultas yang mereka daftari. Momen yang aku maksud adalah dimana ada hajatan penting pergantian tongkat estafet kepemimpinan. Pembaca, perlu diketahui, asisten-asisten dosen yang diterima tentunya orang-orang yang membawa atau diamanahi kepentingan dari beberapa patron, utamanya rezim yang sedang dan pernah berkuasa.

Pernah aku mendengar salah satu seniorku, dengar-dengar dia dulu juga meminta beasiswa S2 namun tak kunjung diberikan berkeinginan pula untuk masuk dosen, akan tetapi jalan menuju kesana butuh perjuangan yang sangat panjang dan bukan hanya bermodal kejeniusan semata. Seniorku bercelutuk “Kalau kau menjadi dosen, ada dua cara; kau memang pintar dan beruntung lolos, kedua kau harus nikah dengan anak atau sepupu dari dosen. Akses primordial”.

Saat pertama kali aku mendengar seniorku berbicara hal itu, jujur aku hanya meremehkanya. Namun disaat waktu mendesak kedepan sampai dengan aku menulis hal ini memang aku menyadari betul perkataan seniorku. Mana ada dosen-dosen yang berada di fakultasku benar-benar lolos jadi asisten dosen yang kemudian berlanjut ke dosen kontrak, dosen Non-PNS dan dosen PNS tanpa adanya akses primordial.

Akan tetapi pembaca perlu ketahui juga, disaat aku menulis seperti ini akan ada saja orang yang berceletuk bahwasanya sistem seperti itu adalah sistem perkaderan professional. Memang benar aku akui, namun ada celah dimana hal tersebut akan banyak ditembak banyak orang yang mau tahu termasuk aku, perkaderan yang berpihak. Berpihak pada yang dia cocok dan nyaman.

Bayangkan saja, dalam satu fakultas terpecah menjadi dua patron besar. Anggap saja nama patron tersebut  Melati dan Mawar, sedangkan sisanya hanya rerumputan yang kadang dibabat habis atau dipergunakan untuk melindungi tangkai-tangkai yang menjalar meneduhi mereka.

Dalam dua patron tersebut masih ada patron lagi, namun aku menganggap sebagai dualisme kepemimpinan dalam satu patron. Dualisme ini berlanjut pada momen apapun, termasuk menentukan siapa saja yang lolos menjadi asisten dosen, project, kebijakan dan akses luar bisa hebat.


Aku sering berfikir, sisi manusia sepertiku tak lepas dari rasa iri dan ingin akan sesuatu yang lebih. Dalam hati kecil ini sering mencela dengan sistem yang ada, tapi kalau aku fikir mendalam aku ini bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Kalau mau merubah sistem, percuma saja. Karena sistem yang ada sudah terlampau besar dan sangat kompleks. Toh ujung-ujungnya hanya akan berbelit dan ikut dalam lingkaran tersebut. Kalau aku makan kue dari sistem tersebut, maka aku akan bicara sesuai dengan mulut yang meberiku kue. Entahlah. 




No comments:

Post a Comment