SEMUA KEPENTINGAN ITU BERPIHAK
*Alie Ahsan Al-Haris
Suara jangkrik menderu menusuk
ruang-ruang kamar kos dalam balutan malam yang hening. Aku melihat Aziz sibuk
dengan gadget dalam genggaman
tanganya yang aku sendiri juga tak tahu apa yang dia lihat.
Hari ini, aku banyak belajar banyak
dari penggalan-penggalan kisah yang unik mengiringi hari-hari penuh kegembiraan
ganjil dalam hati. Akan tetapi yang paling berkesan adalah kisah yang berencana
ingin aku ceritakan, yang pasti bukan
tentang kisah percintaan dan kisah perkopian.
Aku usahakan akan sangat hati-hati
dalam menulis cerita ini, berharap Tuhan selalu mengawal aku agar tulisan
sederhana ini nantinya tidak akan menimbulkan kesan tendensius bahkan fitnah
dilain hari.
Pada dasarnya semua manusia tak akan
senang dengan yang namanya penindasan, entah sebagai pelaku ataupun korban.
Namun, sifat tamak dan serasa bisa melakukan segalanya membuat manusia
terkadang lupa bahwa mereka memiliki Tuhan, termasuk aku juga.
Sebagai orang yang tak tahu menahu
masalah yang ingin aku ceritakan ini, terkadang aku juga merasa salah karena
telah dengan berani mengisahkan sebuah cerita tanpa adanya informasi
pembanding.
Aku mengenal betul salah satu dari dua
orang yang ingin aku ceritakan, sedangkan satunya aku baru mengenal kurang
lebih hampir satu tahun. Kedua orang ini dalam suatu waktu sudah memasuki umur
pernikahan. Seingatku dua minggu kebelakang dia menikah dengan seseorang yang
sudah dia pacari selama tiga tahunan. Aku akan berinama tokoh yang sudah
menikah ini dengan nama, Anam (Nama Samaran).
Tokoh yang lain akan aku berikan nama,
Syamsul (Nama Samaran). Lebih senior dari Anam, namun belum menikah. Syamsul
sudah sempat merasakan dunia kerja, kemudian entah apa informasi yang masuk ke
aku Syamsul ini habis kontrak dari sebuah perusahaan negara. Hasil kerjanya
sudah menjadi rumah dan sepeda motor, mungkin ada yang lain cuman aku sendiri
belum tahu. Sekarang Syamsul sedang bekerja sebagai tenaga kontrak pada project
sosial kemasyarakatan yang di handle
oleh lembaga penelitian salah satu kampus di Malang.
Singkat cerita, Anam dan Syamsul ingin
menjadi tenaga pengajar pada almamaternya. Dalam hal ini Anam memiliki
keunggulan daripada Syamsul, dia sudah melanjutkan pasca sarjana meski belum
lulus sedangkan Syamsul belum. Tanpa aku sodori data terkait prasyarat menjadi
tenaga pengejar pada pendidikan tinggi, minimal memang harus menamatkan
magister pendidikan dulu. Selain point itu terpenuhi, maka hanya akses
primordial sebagai jalan satu-satunya.
Kedua manusia itu aku kenal memiliki
akses yang terbilang bagus, koneksi senior ke senior telah mereka berdua bangun
sejak masih menjadi mahasiswa. Harusnya, hasil dari koneksi itu sudah mereka
nikmati untuk sekarang ini. Atau bisa juga mereka memang menghindari hal tersebut.
Sudahlah, aku tak akan terlalu
berbelit belit dalam menceritakan kisah ini. Aku bukanlah penulis yang hebat,
toh aku sadari tulisan ini nantinya hanya akan jadi bahan gunjumgan dan tertawaan.
Waktu menuntun mereka berdua bertemu
kembali pada momen pembukaan asisten dosen pada salah satu kampus di Malang,
sebut saja almamater mereka sendiri. Pendaftaran tetap mereka jalani sampai
dengan season akhir, alhasil secarik kertas pengumuman tidak sudi untuk
menuliskan nama mereka berdua.
Aku dapat simpulkan sendiri, lagi-lagi
memang berpendapat secara subjektif. Anam tidak diterima lantaran pernah
bersiteggang dengan salah satu dosen yang memeggang kendali rekrutmen asisten
dosen. Sedangkan Syamsul tidak masuk karena titelnya masih sarjana.
Itu semua adalah alasan standart,
bagiku dibalik itu semua ada alasan kepentingan. Berbicara kepentingan tentu
ada misi yang dibawa, terlepas hal ini baik atau tidak yang jelas ada
kepentingan yang mengiringi hal ini.
Singkat cerita tiga bulan selanjutnya
ada momen kembali, yang pasti hal ini bukan momen rekrutmen asisten dosen atau
tenaga pembantu pada fakultas yang mereka daftari. Momen yang aku maksud adalah
dimana ada hajatan penting pergantian tongkat estafet kepemimpinan. Pembaca,
perlu diketahui, asisten-asisten dosen yang diterima tentunya orang-orang yang
membawa atau diamanahi kepentingan dari beberapa patron, utamanya rezim yang
sedang dan pernah berkuasa.
Pernah aku mendengar salah satu
seniorku, dengar-dengar dia dulu juga meminta beasiswa S2 namun tak kunjung
diberikan berkeinginan pula untuk masuk dosen, akan tetapi jalan menuju kesana
butuh perjuangan yang sangat panjang dan bukan hanya bermodal kejeniusan
semata. Seniorku bercelutuk “Kalau kau menjadi dosen, ada dua cara; kau memang
pintar dan beruntung lolos, kedua kau harus nikah dengan anak atau sepupu dari
dosen. Akses primordial”.
Saat pertama kali aku mendengar
seniorku berbicara hal itu, jujur aku hanya meremehkanya. Namun disaat waktu
mendesak kedepan sampai dengan aku menulis hal ini memang aku menyadari betul
perkataan seniorku. Mana ada dosen-dosen yang berada di fakultasku benar-benar
lolos jadi asisten dosen yang kemudian berlanjut ke dosen kontrak, dosen Non-PNS
dan dosen PNS tanpa adanya akses primordial.
Akan tetapi pembaca perlu ketahui juga,
disaat aku menulis seperti ini akan ada saja orang yang berceletuk bahwasanya sistem
seperti itu adalah sistem perkaderan professional. Memang benar aku akui, namun
ada celah dimana hal tersebut akan banyak ditembak banyak orang yang mau tahu
termasuk aku, perkaderan yang berpihak. Berpihak pada yang dia cocok dan
nyaman.
Bayangkan saja, dalam satu fakultas
terpecah menjadi dua patron besar. Anggap saja nama patron tersebut Melati dan Mawar, sedangkan sisanya hanya
rerumputan yang kadang dibabat habis atau dipergunakan untuk melindungi
tangkai-tangkai yang menjalar meneduhi mereka.
Dalam dua patron tersebut masih ada
patron lagi, namun aku menganggap sebagai dualisme kepemimpinan dalam satu
patron. Dualisme ini berlanjut pada momen apapun, termasuk menentukan siapa
saja yang lolos menjadi asisten dosen, project, kebijakan dan akses luar bisa
hebat.
Aku sering berfikir, sisi manusia
sepertiku tak lepas dari rasa iri dan ingin akan sesuatu yang lebih. Dalam hati
kecil ini sering mencela dengan sistem yang ada, tapi kalau aku fikir mendalam
aku ini bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Kalau mau merubah sistem,
percuma saja. Karena sistem yang ada sudah terlampau besar dan sangat kompleks.
Toh ujung-ujungnya hanya akan berbelit dan ikut dalam lingkaran tersebut. Kalau
aku makan kue dari sistem tersebut, maka aku akan bicara sesuai dengan mulut
yang meberiku kue. Entahlah.
No comments:
Post a Comment