Wednesday, July 10, 2019

Please, Jadilah Pelanggan Yang Baik


Please, Jadilah Pelanggan Yang Baik

Setiap pekerjaan memiliki resiko masing-masing, entah yang di handle barang mati ataupun hidup. Saya kira itu adalah pernyataan yang cukup obyektif, dan tentu tulisan ini akan sedikit menyinggung sedikit banyak bagaimana lucunya menghadapi para pelanggan-pelanggan di sektor jasa. Untuk pertama, tentu saya akan membuat pernyataan khusus bagi para pembaca.
Jadilah pelanggan yang baik saat datang ke ook, coffee, restoran, hotel dan tempat lainya. Tolong jangan membuat pelayan sebal dengan kedatangan anda, ini serius dan saya ingin anda membacanya dengan seksama.

Saya akan membuat daftar sederhana, berangkat dari pengalaman saya pribadi dan beberapa kawan seprofesi saya. hal ini tentu berlaku bagi anda jika berposisi sebagai pengunjung maupun pemilik atau pelayan di sektor jasa.

Please, Jadilah Pelanggan Yang Baik

     1.       Tampak Keren, Aslinya Sok Keren
Beberapa kali saya mengamati pelanggan di sebuah coffee yang gayanya sok sibuk banget, sumpah. Datang dengan pakaian yang sangat rapi, mengenakan sepatu pantofel, kemeja panjang dan celana kain, plus rambut yang dilumuri jeli ataupun make up yang membuat wajah glowing banget. Gaya penampilanya ini sudah menunjukan kepada semua orang kalau dia adalah orang yang penting dan sibuk.

Untuk kasus yang ini, saya pernah menemui beberapa pelanggan yang datang saat coffee mulai operasional. Saya taksir orang ini habis keluar dari kantor, tapi jam segini mau ketemu siapa? Apa hanya sekedar sarapan atau minum kopi? Tapi kok lama sekali mereka duduk di coffee, bahkan jam makan siang saja mereka masih santai menikmati kopi yang sudah tandas.

     2.       Tukang Komplain dan Tidak Pernah Puas
Wahhhhhhh ini nih yang paling sering saya temukan, pelanggan seperti ini pasti selalu ada di belahan dunia manapun, tak terkecuali belahan pantat. Dimatanya semua serba salah dan ribet, dari mulai napkin, cutleries, table cloth dll. Semua serba salah di mata pelanggan ini, memang cocoknya pelanggan seperti model begini di jadikan umpan singa aja ya.

     3.       Ahli kuliner (Berlagak)
Saya pernah menemui orang semacam ini, dan pengalaman saya respodensi dengan orang-orang yang saya anggap ahli dalam bidang kuliner dapat saya simpulkan jika, seseorang yang sudah ahli dalam bidangnya tak terkecuali apapun akan lebih memilih diam saat merasakan hasil masakan orang lain. Karena ini saya mencontohkan sebuah restoran, tentu sekelas head chef akan memilih diam dan menghormati hasil food testingnya. Bukan malah mengkritisi seperti dia seorang chef professional saja.

     4.       Ketua kelompok
Tipe pelanggan seperti ini biasa datang berkelompok saat datang makan, mengesankan dialah ketuanya. Bahkan tidak jarang membentak pelayan saat meminta pesanan.
Gobloknya lagi, orang yang sok jadi ketua kelompok ini seolah olah tahu selera makan para teman-temanya, bahkan ada unsur paksaan untuk teman-temanya memilih menu yang ketua kelompok ini usulkan.

     5.       Super medit
Orang-orang ini biasanya hanya bermodal gengsi. Mau makan di restoran tapi memilih makanan dan minuman yang paling murah bahkan kalau ada pilihan menu gratis, mereka akan memilihnya. Dari mulai bertanya diskon, tong infuse water yang habis, nasi putih dan menu makanan murah jadi pilihannya.

Tak jarang, mereka juga melayangkan keluhan dengan harapan agar dibebaskan dari tagihan atau diberikan diskon. Orang seperti ini biasa datang berkelompok, tidak mungkin sendirian.

     6.       Hai Cok, Pelayan Bukanlah Budak
Asal kalian tahu saja ya, bukan karena kami menyiapkan makanan yang kamu pesan, bukan berarti juga derajat kami sebagai seorang pelayan lebih rendah. Kon iku yo sadaro talah, Cok. Satu-satunya hal membedakan hanyalah pekerjaan kalian dengan kita. Saya menang harus bilang seperti ini karena terkadang banyak orang yang melupakan hal tersebut dan memperlakukan waiter/s semena-mena. Misalnya saja membentak hingga berkata kasar saat pesanan tak sesuai. Padahal, seringkali kesalahan tak hanya datang dari pelayan. Namun, sebagai garda depan mereka harus meanggung risikonya.

     7.       Sisa makanan yang berantakan
Mengangkat piring dan gelas kotor memang salah satu tugas waiter/s, tapi ada baiknya kita sebagai pelanggan juga menjaga sikap. Minimal menghabiskan makanan yang ada di piring atau menata peralatan usai makan. Kalau orang cerdas ya selesai makan akan menumpuk piring kotornya pada satu tempat.

Banyak pelanggan yang saya temui membuat jengkel dengan menyisakan banyak makanan di piring, bermain dengan makanan seperti memasukkan sisa daging atau kentang dan nasi ke gelas mocktail, serta makan berceceran di kursi dan lantai. Lho kon iki mangan opo smackdown toh.

     8.       Membuat waiter/s bolak balik
Hal sederhana yang bisa sangat melelahkan adalah saat pelanggan tidak memesan menu dalam satu waktu. Tak jarang pelanggan yang datang berkelompok berkali-kali merevisi pesanan saat menu sudah diinput. 

Padahal seorang waiter/s harus berhubungan dengan banyak lini. Mulai dari pelanggan lain, kasir, Bar dan Kitchen. Momen paling menjengkelkan adalah saat pelanggan tiba-tiba meminta cancel pesananya sedangkan produk sudah di buat oleh barista atau cook, hal ini yang kadang menjadikan suasa kitchen makin panas, sepanas pantat Teflon yang siap chef lemparkan ke waiter/s karena produk yang dia buat tidak jadi keluar. Maka jangan heran jika kalian memiliki kawan yang bekerja di restoran, terlebih jika kawan kalian ini berada di lini pelayanan seperti waiter/s, kasir, Barista dan Cook. Orang-orang seperti ini emosinya suka labil, suka gak jelas suasana hatinya.

Bekerja adalam bidang jasa seperti restoran bukanlah sesuatu yang mudah, orang-orang seperti ini di tuntut bekerja secara cepat dan efektif, bekerja secara multifungsi, dan harus berdiri dalam waktu yang lama. Terkadang hal yang membuat mereka lelah bukan hanya sekedar kelelahan fisik, melainkan tekanan ketika menghadapi pelanggan. Apalagi jika dalam satu shift menemukan pelanggan yang reseh dan suasana kitchen yang tegang. Jadi, tolonglah untuk menjadi pelanggan yang baik. Kalian perlu tahu juga, sepengalaman saya menjadi buruh dibidang hospitality, saya menemukan kesimpulan jika semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat ke Baperanya. Kalian boleh tertawa, tapi itulah kenyataanya. Budaya pendidikan kita menjadikan titel seseorang tidak semakin rendah hati, melainkan menjadikan seseorang jumawa dan tidak bisa menempatkan diri.

Hidup Buruh !!!
Jangan Lupa Ngopi, Cok.

1 comment:

  1. Selama tidak ada aturan yang dilanggar, harusnya ndak masalah dong. Etika itu bukan aturan, layaknya aturan fairplay yang bukan aturan resmi di sepakbola. Selamat membaca! Ditunggu yang baru.

    ReplyDelete