Please, Jadilah
Pelanggan Yang Baik
Setiap pekerjaan memiliki resiko masing-masing,
entah yang di handle barang mati ataupun
hidup. Saya kira itu adalah pernyataan yang cukup obyektif, dan tentu tulisan
ini akan sedikit menyinggung sedikit banyak bagaimana lucunya menghadapi para
pelanggan-pelanggan di sektor jasa. Untuk pertama, tentu saya akan membuat
pernyataan khusus bagi para pembaca.
Jadilah pelanggan yang baik saat datang ke ook,
coffee, restoran, hotel dan tempat lainya. Tolong jangan membuat pelayan sebal
dengan kedatangan anda, ini serius dan saya ingin anda membacanya dengan
seksama.
Saya akan membuat daftar sederhana, berangkat
dari pengalaman saya pribadi dan beberapa kawan seprofesi saya. hal ini tentu
berlaku bagi anda jika berposisi sebagai pengunjung maupun pemilik atau pelayan
di sektor jasa.
Please, Jadilah Pelanggan Yang Baik |
1. Tampak Keren, Aslinya Sok Keren
Beberapa kali saya mengamati
pelanggan di sebuah coffee yang gayanya sok sibuk banget, sumpah. Datang dengan
pakaian yang sangat rapi, mengenakan sepatu pantofel, kemeja panjang dan celana
kain, plus rambut yang dilumuri jeli ataupun make up yang membuat wajah glowing banget. Gaya penampilanya ini
sudah menunjukan kepada semua orang kalau dia adalah orang yang penting dan
sibuk.
Untuk kasus yang ini, saya pernah menemui
beberapa pelanggan yang datang saat coffee mulai operasional. Saya taksir orang
ini habis keluar dari kantor, tapi jam segini mau ketemu siapa? Apa hanya
sekedar sarapan atau minum kopi? Tapi kok lama sekali mereka duduk di coffee,
bahkan jam makan siang saja mereka masih santai menikmati kopi yang sudah
tandas.
2. Tukang Komplain dan Tidak Pernah Puas
Wahhhhhhh ini nih yang paling sering
saya temukan, pelanggan seperti ini pasti selalu ada di belahan dunia manapun,
tak terkecuali belahan pantat. Dimatanya semua serba salah dan ribet, dari
mulai napkin, cutleries, table cloth
dll. Semua serba salah di mata pelanggan ini, memang cocoknya pelanggan seperti
model begini di jadikan umpan singa aja ya.
3. Ahli kuliner (Berlagak)
Saya pernah menemui orang semacam
ini, dan pengalaman saya respodensi dengan orang-orang yang saya anggap ahli
dalam bidang kuliner dapat saya simpulkan jika, seseorang yang sudah ahli dalam
bidangnya tak terkecuali apapun akan lebih memilih diam saat merasakan hasil
masakan orang lain. Karena ini saya mencontohkan sebuah restoran, tentu sekelas
head chef akan memilih diam dan
menghormati hasil food testingnya.
Bukan malah mengkritisi seperti dia seorang chef
professional saja.
4. Ketua kelompok
Tipe pelanggan seperti ini biasa
datang berkelompok saat datang makan, mengesankan dialah ketuanya. Bahkan tidak
jarang membentak pelayan saat meminta pesanan.
Gobloknya lagi, orang yang sok jadi
ketua kelompok ini seolah olah tahu selera makan para teman-temanya, bahkan ada
unsur paksaan untuk teman-temanya memilih menu yang ketua kelompok ini usulkan.
5. Super medit
Orang-orang ini
biasanya hanya bermodal gengsi. Mau makan di restoran tapi memilih makanan dan
minuman yang paling murah bahkan kalau ada pilihan menu gratis, mereka akan
memilihnya. Dari mulai bertanya diskon, tong infuse water yang habis, nasi
putih dan menu makanan murah jadi pilihannya.
Tak jarang,
mereka juga melayangkan keluhan dengan harapan agar dibebaskan dari tagihan
atau diberikan diskon. Orang seperti ini biasa datang berkelompok, tidak
mungkin sendirian.
6. Hai Cok, Pelayan Bukanlah Budak
Asal kalian tahu
saja ya, bukan karena kami menyiapkan makanan yang kamu pesan, bukan berarti juga
derajat kami sebagai seorang pelayan lebih rendah. Kon iku yo sadaro talah, Cok. Satu-satunya hal membedakan hanyalah
pekerjaan kalian dengan kita. Saya menang harus bilang seperti ini karena terkadang
banyak orang yang melupakan hal tersebut dan memperlakukan waiter/s
semena-mena. Misalnya saja membentak hingga berkata kasar saat pesanan tak
sesuai. Padahal, seringkali kesalahan tak hanya datang dari pelayan. Namun,
sebagai garda depan mereka harus meanggung risikonya.
7. Sisa makanan yang berantakan
Mengangkat piring
dan gelas kotor memang salah satu tugas waiter/s, tapi ada baiknya kita sebagai
pelanggan juga menjaga sikap. Minimal menghabiskan makanan yang ada di piring
atau menata peralatan usai makan. Kalau orang cerdas ya selesai makan akan
menumpuk piring kotornya pada satu tempat.
Banyak pelanggan
yang saya temui membuat jengkel dengan menyisakan banyak makanan di piring,
bermain dengan makanan seperti memasukkan sisa daging atau kentang dan
nasi ke gelas mocktail,
serta makan berceceran di kursi dan lantai. Lho kon iki mangan opo smackdown toh.
8. Membuat waiter/s bolak balik
Hal sederhana yang
bisa sangat melelahkan adalah saat pelanggan tidak memesan menu dalam satu
waktu. Tak jarang pelanggan yang datang berkelompok berkali-kali merevisi
pesanan saat menu sudah diinput.
Padahal seorang waiter/s
harus berhubungan dengan banyak lini. Mulai dari pelanggan lain, kasir, Bar dan
Kitchen. Momen paling menjengkelkan adalah saat pelanggan tiba-tiba meminta cancel
pesananya sedangkan produk sudah di buat oleh barista atau cook, hal ini yang
kadang menjadikan suasa kitchen makin panas, sepanas pantat Teflon yang siap
chef lemparkan ke waiter/s karena produk yang dia buat tidak jadi keluar. Maka
jangan heran jika kalian memiliki kawan yang bekerja di restoran, terlebih jika
kawan kalian ini berada di lini pelayanan seperti waiter/s, kasir, Barista dan
Cook. Orang-orang seperti ini emosinya suka labil, suka gak jelas suasana
hatinya.
Bekerja adalam bidang jasa seperti
restoran bukanlah sesuatu yang mudah, orang-orang seperti ini di tuntut bekerja
secara cepat dan efektif, bekerja secara multifungsi, dan harus berdiri dalam
waktu yang lama. Terkadang hal yang membuat mereka lelah bukan hanya sekedar
kelelahan fisik, melainkan tekanan ketika menghadapi pelanggan. Apalagi jika
dalam satu shift menemukan pelanggan yang reseh dan suasana kitchen yang
tegang. Jadi, tolonglah untuk menjadi pelanggan yang baik. Kalian perlu tahu
juga, sepengalaman saya menjadi buruh dibidang hospitality, saya menemukan kesimpulan jika semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat ke Baperanya. Kalian boleh tertawa, tapi itulah kenyataanya. Budaya
pendidikan kita menjadikan titel seseorang tidak semakin rendah hati, melainkan
menjadikan seseorang jumawa dan tidak bisa menempatkan diri.
Hidup Buruh !!!
Jangan Lupa Ngopi, Cok.
Selama tidak ada aturan yang dilanggar, harusnya ndak masalah dong. Etika itu bukan aturan, layaknya aturan fairplay yang bukan aturan resmi di sepakbola. Selamat membaca! Ditunggu yang baru.
ReplyDelete