Wednesday, July 10, 2019

Argumentasi Separuh Abad


Argumentasi Separuh Abad

Saya pernah membaca cerita pendek yang sangat menyebalkan, tentu yang saya maksut bukan penulisnya melainkan tokoh yang penulis ceritakan. Plot ceritanya membuatku kagum, jarang sekali saya membaca cerita pendek yang karakakternya sangat kuat, terlebih cerpen tersebut datang dari penulis muda yang usianya jauh dibawahku. Saya lupa cerpen itu berjudul apa, cuman rangkuman ceritanya berkisah tentang pengalaman pribadinya yang berkali-kali menjadi korban PHP konsumenya. Karena penulis piawai dalam menggambarkan karakter konsumenya yang menyebalkan, fikiran bawah sadar saya sampai bisa membayangkan jika wajah si konsumen ini juga menyebalkan. Padahal penulis sendiri belum pernah bertemu dengan konsumen yang ia ceritakan dalam cerpen yang dia tulis.

Seberapa Sering Kamu Berdebat ?

Tulisan saya ini tidak akan membahas tentang konsumen, atau review saya tentang cerpen penulis yang saya maksut diatas, melainkan saya akan membagi pengalaman saya menghadapi konsumen saya yang sangat menjengkelkan dari muka sampai kata-katanya.

Sebagai seorang buruh yang kerja pada bidang hospitality, tentu sedikit banyak saya bertemu dengan client. Cobaan yang saya hadapi selain dihadapkan dengan kelakuan sesama buruh, juga menjengkelkanya client yang suka ngomong sak karepe udele dewe. Kata pepatah, banyak kepala banyak ide. Banyak ide banyak argumen, hal itu sudah menjadi santapan saya setiap hari. Hanya karena kita tidak setuju dengan pendapat orang lain, kita tidak perlu membuat hal tersebut menjadi suasana yang panas. Dalam kondisi saling adu argumen saya berusaha tetap waspada dan fokus menghindari percakapan, wacana atau argumen yang nantinya membuat suasana semakin tidak terkontrol.

Dalam suasana perdebatan yang tidak tahu ujungnya, saya sering bertanya pada diri sendiri apakah argumen yang saya lakukan ini masih dalam topik pembahasan yang saya perjuangkan. Jika perdebatan sudah berfikir antara menang dan kalah, yang ada hanya menyinggung ke isu pribadi dan prestasi kerja tanpa melihat kebaikan dari argumen yang lawan bicara kita utarakan.  Terkadang saya memilih untuk  tenang, menahan betul rasa frustasi saya, rasa sakit dan marah kepada lawan bicara. Tentu alasan tersebut demi hasil dari argumen yang saya bawa tanpa harus mematikan pemikiran orang lain.

Jika saya masih merasa sangat kesal, saya berusaha bersikap tenang dan menunjukan sikap menerima argumen dari lawan bicara, tentu hal ini bukan berarti saya menyerah begitu saja. Adakalanya kita melakukan disposisi sikap karena hal tersebut kadang membuat tensi perdebatan berubah menjadi cair.

Namanya juga darah muda, suka gak mau kalah dan omonganya pengen di dengar sama yang bapuk-bapuk sok benar itu. Tapi, kalau menuruti hal bodoh semacam itu argumen tidak akan selesai sampai Dajjal keluar. Sebagai langkah pertama untuk meredakan argumen, saya biasa menyepakati apa yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Banyak argumen yang dapat kita hindari jika kita menyadari mana argume penting dibahas atau tidak, bahkan dengan menyepakati argumen mana yang harus diselesaikan. Kita jadi tahu mana saja argumen yang aslinya tidak perku kita perdebatkan.

Jika ketidaksepakatan dalam argumen masih berlanjut, saya sering mengutarakan berkali-kali tentang gagasan yang saya bawa. Terlepas lawan bicara saya menerima atau tidak, yang jelas batin saya sudah merasa menang karena meyakini bahwa gagasan yang saya bawa juga sama pentingnya.

Meski saya beberapa kali mengalami kekalahan dalam beragumen, saya mendapatkan pelajaran jika bersikap tenang dan berusaha menghormati lawan bicara meski posisi gagasan kita tidak diterima adalah sikap dewasa. Bersyukur atas pengalaman meski itu tidaklah nyaman, karena saya sadar hal tersebut membantu saya untuk tumbuh dan belajar mengenal diri sendiri.

Sebelum tulisan ini saya akhiri, tentu perlu saya sampaikan jika lawan argumen anda adalah orang-orang yang memasuki umur 55 tahun ke atas, saya percaya orang tersebut akan semakin yakin dengan keyakinan yang mereka bawa. Proses tersebut terbilang wajar, karena penngalaman hidup mereka lebih lama daripada kita. Meski Dajjal keluar memberi harta dan kekuasaan, keyakinan mereka tidak akan goyah.

Salam hormat.
Jangan lupa Ngopi.

No comments:

Post a Comment