Argumentasi Separuh Abad
Saya pernah membaca cerita pendek yang sangat
menyebalkan, tentu yang saya maksut bukan penulisnya melainkan tokoh yang
penulis ceritakan. Plot ceritanya membuatku kagum, jarang sekali saya membaca
cerita pendek yang karakakternya sangat kuat, terlebih cerpen tersebut datang
dari penulis muda yang usianya jauh dibawahku. Saya lupa cerpen itu berjudul
apa, cuman rangkuman ceritanya berkisah tentang pengalaman pribadinya yang berkali-kali
menjadi korban PHP konsumenya. Karena
penulis piawai dalam menggambarkan karakter konsumenya yang menyebalkan,
fikiran bawah sadar saya sampai bisa membayangkan jika wajah si konsumen ini
juga menyebalkan. Padahal penulis sendiri belum pernah bertemu dengan konsumen
yang ia ceritakan dalam cerpen yang dia tulis.
Seberapa Sering Kamu Berdebat ? |
Tulisan saya ini tidak akan membahas tentang
konsumen, atau review saya tentang cerpen penulis yang saya maksut diatas,
melainkan saya akan membagi pengalaman saya menghadapi konsumen saya yang
sangat menjengkelkan dari muka sampai kata-katanya.
Sebagai seorang buruh yang kerja pada bidang hospitality, tentu sedikit banyak saya
bertemu dengan client. Cobaan yang
saya hadapi selain dihadapkan dengan kelakuan sesama buruh, juga
menjengkelkanya client yang suka
ngomong sak karepe udele dewe. Kata pepatah, banyak kepala banyak ide. Banyak
ide banyak argumen, hal itu sudah menjadi santapan saya setiap hari. Hanya
karena kita tidak setuju dengan pendapat orang lain, kita tidak perlu membuat
hal tersebut menjadi suasana yang panas. Dalam kondisi saling adu argumen saya
berusaha tetap waspada dan fokus menghindari percakapan, wacana atau argumen
yang nantinya membuat suasana semakin tidak terkontrol.
Dalam suasana perdebatan yang tidak tahu
ujungnya, saya sering bertanya pada diri sendiri apakah argumen yang saya
lakukan ini masih dalam topik pembahasan yang saya perjuangkan. Jika perdebatan
sudah berfikir antara menang dan kalah, yang ada hanya menyinggung ke isu pribadi
dan prestasi kerja tanpa melihat kebaikan dari argumen yang lawan bicara kita
utarakan. Terkadang saya memilih
untuk tenang, menahan betul rasa
frustasi saya, rasa sakit dan marah kepada lawan bicara. Tentu alasan tersebut
demi hasil dari argumen yang saya bawa tanpa harus mematikan pemikiran orang
lain.
Jika saya masih merasa sangat kesal, saya
berusaha bersikap tenang dan menunjukan sikap menerima argumen dari lawan
bicara, tentu hal ini bukan berarti saya menyerah begitu saja. Adakalanya kita
melakukan disposisi sikap karena hal tersebut kadang membuat tensi perdebatan berubah
menjadi cair.
Namanya juga darah muda, suka gak mau kalah dan
omonganya pengen di dengar sama yang bapuk-bapuk sok benar itu. Tapi, kalau
menuruti hal bodoh semacam itu argumen tidak akan selesai sampai Dajjal keluar. Sebagai langkah pertama
untuk meredakan argumen, saya biasa menyepakati apa yang harus diselesaikan
terlebih dahulu. Banyak argumen yang dapat kita hindari jika kita menyadari
mana argume penting dibahas atau tidak, bahkan dengan menyepakati argumen mana
yang harus diselesaikan. Kita jadi tahu mana saja argumen yang aslinya tidak
perku kita perdebatkan.
Jika ketidaksepakatan dalam argumen masih
berlanjut, saya sering mengutarakan berkali-kali tentang gagasan yang saya
bawa. Terlepas lawan bicara saya menerima atau tidak, yang jelas batin saya
sudah merasa menang karena meyakini bahwa gagasan yang saya bawa juga sama
pentingnya.
Meski saya beberapa kali mengalami kekalahan
dalam beragumen, saya mendapatkan pelajaran jika bersikap tenang dan berusaha
menghormati lawan bicara meski posisi gagasan kita tidak diterima adalah sikap
dewasa. Bersyukur atas pengalaman meski itu tidaklah nyaman, karena saya sadar
hal tersebut membantu saya untuk tumbuh dan belajar mengenal diri sendiri.
Sebelum tulisan ini saya akhiri, tentu perlu
saya sampaikan jika lawan argumen anda adalah orang-orang yang memasuki umur 55
tahun ke atas, saya percaya orang tersebut akan semakin yakin dengan keyakinan
yang mereka bawa. Proses tersebut terbilang wajar, karena penngalaman hidup
mereka lebih lama daripada kita. Meski Dajjal keluar memberi harta dan kekuasaan,
keyakinan mereka tidak akan goyah.
Salam hormat.
Jangan lupa Ngopi.
No comments:
Post a Comment