Saturday, October 26, 2019

Merespon Tulisan Mbah Nun, Menderita Karena Maiyah


Merespon Tulisan Mbah Nun, Menderita Karena Maiyah


Bismillahirahmanirrahim  . . .

WAG saya sempat geger karena broadcast tajuk dari Mbah Nun yang berjudul “Menderita Karena Maiyah” 25 Oktober 2019. Beberapa anggota WAG mungkin menganggap biasa saja, namun beberapa anggota menanggapi hal tersebut sebagai pertanda kepingan tragedi, termasuk saya.

Pesan berantai itu dimulai dari salah satu penggiat lingkar Maiyah, dalam pesan tersebut; kawan saya itu menambahi pesan untuk mencoba mentadaburi tajuk yang disampaikan oleh Mbah Nun itu. Seratus lebih anggota WAG mulai riuh dengan apa yang kawan saya sampaikan itu dan beberapa dari kami bersepakat untuk mentadaburi tajuk yang si Mbah sampaikan untuk kemudian kita tulis sebagai tanggung jawab moral jamaah Maiyah. Saya sendiri empat kali lebih membaca tajuk yang disampaikan Mbah Nun, dan hasilya tetap, saya masih bingung memahaminya secara utuh. Namun demi tanggung jawab kita sebagai jamaah, pesan ini harus saya sampaikan meski bersifat subjektif.

Ali Ahsan Al Haris

Oke saya coba tulis secara mendetail, semoga pembaca dapat memahami apa yang saya tulis.

Mengapa tulisan itu saya anggap penting?

Bagi saya pribadi, sepengalaman membaca buku-buku yang Mbah Nun tulis; mayoritas berbentuk esai dan tanpa penutup yang klimaks. Dalam artian Mbah Nun sepertinya sengaja membuat pembaca berpikir dengan yang Mbah Nun tulis. Termasuk dengan tajuk yang berjudul Menderita Karena Maiyah itu sendiri, berbeda dengan tulisan-tulisan Mbah Nun yang dapat kita telaah saban harinya di caknun.com, tajuk tersebut adalah tulisan yg sangat gamblang dan jelas daripada tulisan-tulisan Mbah Nun lainya. Mbah Nun dengan jelas dan tegas menyampaikan apa yang beliau maksud, tanpa pesan simbolik dan keabsurdan yang biasa kita kenal dalam tulisan-tulisan Mbah Nun pada umumnya.

And then,

Sebagaimana pada forum-forum Maiyah pada umumnya yang lebih menekankan sinau bareng, saya berharap tulisan ini dapat dikoreksi bersama oleh para jamaah semua. Apa yang saya tulis sangat jauh dari kebenaran, karena yang benar hanya bersumber dari Allah SWT dan Rasul Muhammad SAW.

Bahwasanya tajuk yang Mbah Nun tulis berjudul “Menderita Karena Maiyah” adalah tamparan bagi saya pribadi. Kok bisa tamparan? Mbah Nun dengan jelas menulis geranganya kepada anak cucu beliau (Sebutan bagi para jamaah Maiyah) apakah yang mereka lakukan ber Maiyah disana-sini menjadikan kehidupannya lebih baik, karir pekerjaannya lebih baik, hubungan sosial dengan para tetangga dan bernegarannya menjadi lebih baik atau tidak.

Mbah Nun dalam tulisanya tampak sangat khawatir kepada anak cucunya, apakah selama ini ikut ber Maiyah dapat dengan sadar menanamkan nilai Mayah dalam kehidupan keseharianya atau malah keblinger dengan apa yang di sampaikan Mbah Nun dalam forum-forum Maiyah yang tersebar se antero Nusantara ini.

“Sungguh saya mencemaskan keadaan hidup anak-anak cucu-cucu ku Jamaah Maiyah. Kalau sampai dengan ber-Maiyah mereka justru menjadi menderita, bersedih, sakit, stressed, tertekan dan terhimpit oleh tekanan-tekanan yang mereka tidak kuat menanggungnya — bagaimana kelak saya mempertanggungjawabkannya kepada Allah swt”.

–Dengan membaca petikan tulisan Mbah Nun tersebut, sebagai jamaah Maiyah tentu masih ingat betul bahwa Mbah Nun melarang keras kepada para anak cucunya mengkultuskan beliau, Mbah Nun dalam beberapa forum dengan tegas menyampaikan untuk jangan sampai mempercayai setiap pernyataan yang Mbah Nun sampaikan, karena kebenaran hanya bersumber dari Allah SWT dan Rasullullah Muhammad SAW.

Apapun yang disampaikan Mbah Nun, apa yang kita dapat dari ber Maiyah, harapanya dapat kita tadaburi secara mendalam untuk kemudian kita ambil nilai dan mempertanggung jawabkannya masing-masing.

Lantas, apa benang merah yang Mbah Nun sampaikan dalam tajuk berjudul “Menderita Karena Maiyah”?

Bagi saya, serius pendapat saya pribadi. Mbah Nun mengajak kita semua terlepas jamaah Maiyah atau tidak untuk memiliki jatidiri dan keteguhan hati dalam bersikap agar tidak sengsara dan kesepian dalam hidup.






No comments:

Post a Comment