Merespon
Tulisan Mbah Nun, Menderita Karena Maiyah
Bismillahirahmanirrahim . . .
WAG saya sempat geger
karena broadcast tajuk dari Mbah Nun yang berjudul “Menderita Karena Maiyah” 25
Oktober 2019. Beberapa anggota WAG mungkin menganggap biasa saja, namun
beberapa anggota menanggapi hal tersebut sebagai pertanda kepingan tragedi,
termasuk saya.
Pesan berantai itu
dimulai dari salah satu penggiat lingkar Maiyah, dalam pesan tersebut; kawan
saya itu menambahi pesan untuk mencoba mentadaburi tajuk yang disampaikan oleh
Mbah Nun itu. Seratus lebih anggota WAG mulai riuh dengan apa yang kawan saya
sampaikan itu dan beberapa dari kami bersepakat untuk mentadaburi tajuk yang si
Mbah sampaikan untuk kemudian kita tulis sebagai tanggung jawab moral jamaah
Maiyah. Saya sendiri empat kali lebih membaca tajuk yang disampaikan Mbah Nun,
dan hasilya tetap, saya masih bingung memahaminya secara utuh. Namun demi
tanggung jawab kita sebagai jamaah, pesan ini harus saya sampaikan meski
bersifat subjektif.
Ali Ahsan Al Haris |
Oke saya coba tulis secara mendetail, semoga pembaca dapat memahami apa
yang saya tulis.
Mengapa tulisan itu saya anggap penting?
Bagi saya pribadi, sepengalaman
membaca buku-buku yang Mbah Nun tulis; mayoritas berbentuk esai dan tanpa penutup
yang klimaks. Dalam artian Mbah Nun sepertinya sengaja membuat pembaca berpikir
dengan yang Mbah Nun tulis. Termasuk dengan tajuk yang berjudul Menderita Karena
Maiyah itu sendiri, berbeda dengan tulisan-tulisan Mbah Nun yang dapat kita
telaah saban harinya di caknun.com, tajuk
tersebut adalah tulisan yg sangat gamblang dan jelas daripada tulisan-tulisan
Mbah Nun lainya. Mbah Nun dengan jelas dan tegas menyampaikan apa yang beliau
maksud, tanpa pesan simbolik dan keabsurdan yang biasa kita kenal dalam
tulisan-tulisan Mbah Nun pada umumnya.
And then,
Sebagaimana pada
forum-forum Maiyah pada umumnya yang lebih menekankan sinau bareng, saya
berharap tulisan ini dapat dikoreksi bersama oleh para jamaah semua. Apa yang
saya tulis sangat jauh dari kebenaran, karena yang benar hanya bersumber dari
Allah SWT dan Rasul Muhammad SAW.
Bahwasanya tajuk yang
Mbah Nun tulis berjudul “Menderita Karena Maiyah” adalah tamparan bagi saya
pribadi. Kok bisa tamparan? Mbah Nun dengan jelas menulis geranganya kepada
anak cucu beliau (Sebutan bagi para jamaah Maiyah) apakah yang mereka lakukan
ber Maiyah disana-sini menjadikan kehidupannya lebih baik, karir pekerjaannya lebih
baik, hubungan sosial dengan para tetangga dan bernegarannya menjadi lebih baik
atau tidak.
Mbah Nun dalam tulisanya tampak sangat khawatir kepada anak cucunya,
apakah selama ini ikut ber Maiyah dapat dengan sadar menanamkan nilai Mayah
dalam kehidupan keseharianya atau malah keblinger
dengan apa yang di sampaikan Mbah Nun dalam forum-forum Maiyah yang tersebar se
antero Nusantara ini.
“Sungguh saya mencemaskan keadaan hidup
anak-anak cucu-cucu ku Jamaah Maiyah. Kalau sampai dengan ber-Maiyah mereka
justru menjadi menderita, bersedih, sakit, stressed, tertekan dan terhimpit oleh tekanan-tekanan yang mereka
tidak kuat menanggungnya — bagaimana kelak saya mempertanggungjawabkannya
kepada Allah swt”.
–Dengan membaca petikan tulisan Mbah Nun tersebut, sebagai
jamaah Maiyah tentu masih ingat betul bahwa Mbah Nun melarang keras kepada para
anak cucunya mengkultuskan beliau, Mbah Nun dalam beberapa forum dengan tegas
menyampaikan untuk jangan sampai mempercayai setiap pernyataan yang Mbah Nun
sampaikan, karena kebenaran hanya bersumber dari Allah SWT dan Rasullullah
Muhammad SAW.
Apapun yang disampaikan Mbah Nun, apa yang kita dapat dari
ber Maiyah, harapanya dapat kita tadaburi secara mendalam untuk kemudian kita ambil
nilai dan mempertanggung jawabkannya masing-masing.
Lantas, apa benang
merah yang Mbah Nun sampaikan dalam tajuk berjudul “Menderita Karena Maiyah”?
Bagi saya, serius pendapat saya pribadi. Mbah Nun mengajak
kita semua terlepas jamaah Maiyah atau tidak untuk memiliki jatidiri dan
keteguhan hati dalam bersikap agar tidak sengsara dan kesepian dalam hidup.
No comments:
Post a Comment