Sabtu malam minggu (30/4) niat keluar rumah mencari makan ke Pasar Kebalen, kok malah dihadapkan dengan kemacetan panjang dari Jalan Kebonsari hingga SPBU Ciptomulyo. Perjalanan yang seharusnya hanya berlangsung selama 10 menit, harus saya tempuh selama 30 menit karena kemacetan yang tak kunjung berakhir. Setelah saya telisik, biang keroknya ada pada lampu lalu lintas di perempatan Pasar Gadang yang mati. Hal ini diperparah dengan libur panjang yang membuat jalanan di Kota Malang semakin ramai dan padat.
Sampai di rumah, saya kepikiran untuk bermain ke daerah pegunungan saja. Kemudian terbesit untuk bermain ke rumah saudara di Pasuruan, rumahnya berada di lereng Gunung Arjuno. Bayangan di sana menikmati udara segar, suasana yang tenang dan mengisi libur lebaran, saya sekeluarga akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumahnya malam itu juga.
Sampai di rumah saudara, saya merasa sangat lelah dan tak kuasa menahan flu karena cuacanya yang dingin. Saya putuskan untuk istirahat sejenak dan membiarkan tubuh renta ini beradaptasi karena terlampau lelah.
Pagi setelah sarapan, saya sekeluarga keluar rumah untuk menjelajahi sekitar. Menikmati alam di sekitar kaki Gunung Arjuno. Anak saya sangat senang dan dan saya sendiri terkesan dengan keindahan alam yang ada di sekitar tempat tersebut. Menghabiskan waktu dengan menikmati keindahan alam dan menghirup udara segar yang ada di daerah pegunungan.
Ketinggian Gundukan Makam Sebagai Ciri Khas Makam/Ali Ahsan Al Haris/2023 |
Tak jauh dari rumah saudara saya, ada kompleks pemakaman Tionghoa. Berbicara tentang wisata, mungkin yang terlintas di pikiran kita adalah pantai, gunung, atau kota-kota besar. Ternyata, setelah saya baca-baca bahwa tur ke makam juga memiliki peminatnya. Salah satu jenis makam yang menarik untuk disambangi adalah makam Tionghoa. Selain memiliki arsitektur yang khas, makam Tionghoa juga sarat akan sejarah dan budaya yang menarik untuk dipelajari.
Pertama-tama, bentuk makam Tionghoa memiliki ciri khas yang mudah dikenali. Biasanya, makam Tionghoa memiliki gundukan tanah yang agak tinggi, berukuran besar, dilengkapi dengan meja persembahan di depan nisan, dan di sebelah kiri makam terdapat tonggak Dewa Bumi sebagai penjaga. Nisan yang terdapat di makam Tionghoa juga disebut bongpai dan bertuliskan kanji China. Semakin besar ukuran makam Tionghoa, semakin tinggi status yang dimakamkan di dalamnya.
Mengapa Makam Tionghoa Mayoritas Bersih ya? Ali Ahsan Al Haris/2023 |
Tidak hanya ukuran makam yang menentukan status yang dimakamkan, namun jenis bongpai yang digunakan di makam juga memiliki peran penting. Zaman dahulu, makam yang menggunakan bongpai kayu biasanya dimakamkan untuk orang-orang yang tidak mampu. Namun, untuk makam pejabat atau orang kaya, biasanya menggunakan bongpai batu yang diukir dengan aneka simbol religi. Hiasan di bongpai diambil dari aneka motif, gambar yang berkaitan dengan kisah dewa-dewa, simbol-simbol keberuntungan, kesejahteraan, bakti dan hal-hal baik.
Tradisi ziarah makam di China juga sangat erat kaitannya dengan momen Imlek. Menjelang Imlek, tidak menjadi suatu kewajiban bagi masyarakat China untuk mengunjungi makam. Sembahyang di makam ada waktu khususnya yaitu ketika masa Ceng Beng (qing ming). Pada momen ini, sanak saudara dan kerabat mudik untuk membersihkan makam orang tua atau leluhur serta berdoa untuk leluhur. Saat momen Ceng Beng, masyarakat juga dapat melihat pemandangan yang indah karena makam Tionghoa biasanya dikelilingi oleh pohon-pohon besar dan hijau yang menambah suasana tenang dan sejuk.
Anak Wedok Minta Gendong/Ali Ahsan Al Haris/2023 |
Tidak semua jenazah orang China dimakamkan. Alternatif lain adalah kremasi, yang biasanya dilakukan sesuai permintaan sebelum meninggal. Setelah dikremasi, abu jenazah ditempatkan di rumah abu dan tetap didoakan saat momen Ceng Beng.
Bagi para pelancong yang tertarik untuk mengeksplorasi sejarah dan budaya, makam Tionghoa dapat menjadi salah satu tujuan wisata yang menarik. Dengan mempelajari lebih dalam tentang arsitektur makam, jenis bongpai, dan tradisi ziarah makam di China, kita dapat memahami lebih dalam mengenai sejarah dan budaya.
Waktu berlalu dengan cepat dan saya sekeluarga harus kembali ke Malang karena ada kerja bakti mempersiapkan acara Halal Bihalal (Baca kemeriahan acara di sini). Aslinya agak sedih meninggalkan rumah saudara karena merasa silaturahminya kurang lama dan meninggalkan keindahan alam di daerah pegunungan dengan cepat. Namun, saya sekeluarga bersyukur dapat menikmati liburan yang singkat dengan menyenangkan dan mendapatkan pengalaman baru yang berharga.
Saat menarik tuas gas sepeda motor kembali ke Malang, saya merasa seperti baru saja melalui perjalanan yang panjang.
No comments:
Post a Comment