Jepara, sebuah kabupaten di pesisir utara Jawa Tengah, tidak hanya terkenal dengan kerajinan ukiran kayunya tetapi juga memiliki kekayaan kuliner yang mencerminkan akar budaya dan sejarah masyarakatnya. Dari masa ke masa, hidangan-hidangan khas Jepara tetap bertahan dan berkembang seiring waktu, menciptakan warisan kuliner yang tak lekang oleh perubahan zaman. Pengaruh kerajaan, tradisi, dan alam pesisir menjadi latar kuat bagi lahirnya berbagai kuliner yang menggugah selera.
Sejarah dan Pengaruh Kerajaan di Meja Makan Jepara
Jepara sejak lama menjadi pusat aktivitas budaya, terutama pada masa kerajaan Demak dan Mataram, yang turut mempengaruhi kekayaan kulinernya. Pada era tersebut, Jepara sudah dikenal sebagai pusat perdagangan di wilayah pesisir utara Jawa. Berbagai komoditas penting, termasuk rempah-rempah, diangkut dari dan ke wilayah ini, sehingga memperkaya ragam rasa dalam masakan masyarakat Jepara. Pengaruh dari pedagang India, Tiongkok, dan Arab juga tercermin dalam penggunaan rempah yang melimpah, seperti ketumbar, kayu manis, dan pala, dalam hidangan tradisional.
Jepara juga memiliki hubungan erat dengan R.A. Kartini, pahlawan nasional Indonesia. Ibu Kartini konon sering menyajikan hidangan-hidangan khas Jepara saat menjamu tamu-tamunya, memperkenalkan masakan lokal kepada kalangan yang lebih luas. Salah satu makanan yang terkenal pada masa tersebut adalah *Pindang Serani*, hidangan ikan kuah kuning dengan rasa asam pedas yang lezat dan menyegarkan. Pindang Serani diperkirakan telah ada sejak abad ke-18, di mana bahan-bahan yang digunakan seperti kunyit, daun salam, dan serai merupakan hasil bumi yang mudah ditemukan di wilayah pesisir.
Hidangan Khas Jepara yang Berakar dari Laut dan Tanah
Sebagai wilayah pesisir, masyarakat Jepara secara alami mengembangkan kuliner yang berbasis pada kekayaan laut. Salah satu makanan ikonik adalah *Soto Jepara*, sebuah varian soto yang memiliki ciri khas kuah bening dengan tambahan rempah yang kuat. Bahan dasarnya berupa daging sapi atau ayam, dicampur dengan tauge, bihun, dan irisan daun bawang, menciptakan perpaduan rasa yang kaya. Soto Jepara biasanya dihidangkan bersama lontong atau nasi, serta dilengkapi dengan sambal pedas dan perasan jeruk nipis yang menambah kesegarannya.
Tidak kalah terkenal adalah *Horok-Horok*, makanan ringan yang unik dan hampir sulit ditemukan di daerah lain. Horok-horok terbuat dari tepung aren yang dimasak hingga menjadi seperti butiran nasi. Makanan ini populer di kalangan masyarakat Jepara sebagai teman lauk pauk atau sekadar camilan. Terkadang, horok-horok juga dimakan dengan sayur lodeh atau dicampur dengan es gula merah untuk sajian yang manis. Meski terdengar sederhana, proses pembuatan horok-horok cukup rumit dan membutuhkan keahlian khusus agar teksturnya tetap lembut dan kenyal.
Di pesisir Jepara juga terdapat *Lenthog Tanjung*, makanan khas berupa lontong yang disajikan dengan kuah santan kuning dan dilengkapi dengan tempe goreng, tahu, serta telur pindang. Makanan ini umumnya dijual di pagi hari sebagai menu sarapan dan sangat digemari karena rasanya yang gurih dan mengenyangkan.
Proses Tradisional yang Dipertahankan
Masyarakat Jepara masih mempertahankan cara-cara tradisional dalam mengolah makanan. Banyak hidangan khas yang dibuat secara manual, misalnya dengan menumbuk bumbu menggunakan lesung dan cobek. Hal ini membuat rasa masakan lebih autentik dan kaya, sebab proses manual memungkinkan aroma rempah keluar lebih sempurna.
Salah satu contoh adalah proses pembuatan *Tempong*, makanan yang memerlukan waktu dan kesabaran. Tempong adalah daging ayam yang dimasak dengan bumbu bawang merah, bawang putih, cabai, serta sedikit gula dan garam. Tempong khas Jepara biasanya dibuat saat acara-acara adat atau hari besar, dan disajikan kepada tamu sebagai simbol kehormatan dan rasa syukur.
Kuliner sebagai Cerminan Identitas Jepara
Kuliner Jepara lebih dari sekadar makanan, ia adalah cerminan identitas dan cara hidup masyarakat setempat. Kebiasaan menggunakan rempah-rempah, cara memasak yang unik, hingga sajian-sajian khas yang diperkenalkan dari generasi ke generasi mencerminkan karakter masyarakat pesisir yang ramah, hangat, dan terbuka pada pengaruh luar tanpa melupakan akar budayanya.
Seiring waktu, masakan-masakan ini menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Jepara. Banyak dari mereka yang ingin merasakan sensasi menikmati kuliner lokal sambil menikmati suasana pesisir yang menenangkan. Pemerintah daerah pun mulai menyadari potensi ini dengan mengadakan festival kuliner dan memperkenalkan makanan-makanan khas Jepara kepada khalayak yang lebih luas.
Maka, kuliner Jepara bukan hanya soal rasa, tetapi juga sejarah panjang yang dipertahankan dalam piring dan mangkuk. Setiap hidangan membawa cerita, menghubungkan masa lalu dengan masa kini, dan menjadi simbol kekayaan budaya yang dimiliki masyarakat Jepara.
No comments:
Post a Comment