MAKALAH
HUKUM DAN PERATURAN
PERIKANAN
“PERBURUAN PAUS DI
INDONESIA”
OLEH :
ALI AHSAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Perburuan paus sudah berlangsung sejak zaman
neolitik. Berdasarkan sebuah penelitian arkelogi di situs petroglyps
(ukiran batu) Bangu-Dae, Korea Selatan, perburuan paus diperkirakan sudah
berlangsung sejak 6000 SM. Paus diburu dengan alat dan cara sederhana. Tombak,
yang diikat tali, ditancapkan ke badan paus. Setelah lemas dan mati, paus
kemudian ditarik dan diikat ke kapal.
Dr Robineau dan Sang-Mog Lee dari Museum
Universitas Nasional Kyungpook di Bukgu Daegu, Korea Selatan, mengatakan bahwa
paus memainkan peranan penting dalam kohesi sosial kehidupan masyarakat pembuat
petroglyps. “Paus merupakan sumber makanan terpenting bagi masyarakat
prasejarah saat itu,” ujar kedua peneliti itu seperti dikutip news.bbc.co.uk,
20 April 2004.
Bukti lain mengenai perburuan paus juga terdapat
dalam Kojiki (kronik tertua Jepang) yang ditulis pada abad ke-7 M.
Diceritakan daging paus merupakan makanan Kaisar Jimmu (507-571 M). Dalam Man'yōshū,
antologi puisi tertua Jepang abad ke-8, kata “paus” sering digunakan untuk
menggambarkan laut atau pantai.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perburuan
Paus
Sejak zaman prasejarah, perburuan ikan paus
terdapat di berbagai wilayah. Dengan ukuran tubuh yang raksasa, daging ikan
paus menjadi bahan pangan, sementara lemaknya digunakan sebagai bahan bakar.
Populasinya terancam ketika perdagangan ikan paus menjadi bisnis menguntungkan
di Amerika.
Paus diburu karena beragam manfaat. Lemak dalam
tubuh paus sejak abad ke-10 hingga 17 digunakan manusia sebagai bahan baku
pembuatan lilin, produk tekstil, dan pelumas mesin. Tulang dan giginya bisa
dijadikan sebagai barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti korset, piring,
sisir, dan hiasan rumah. Minyaknya digunakan sebagai sumber penerangan yang tak
menimbulkan bau dan asap. Tak heran jika sampai 1850 banyak orang di Amerika
rela mempertaruhkan nyawa di tengah laut demi mendapatkan ikan paus.
Spesies paus yang paling sering diburu untuk
diambil minyaknya yaitu paus sperma (catodon macrocephalus). Paus
ini memiliki kandungan zat yang disebut spermatic di kepalanya. Zat
inilah yang pada masa itu dijadikan sebagai bahan utama pembuat lilin.
Diperkirakan pada abad ke-19 antara 184.000 dan 236.000 paus sperma mati
diburu. Nasib mengenaskan dialami ikan paus abu-abu (Eschrichtius robustus)
di Atlantik Utara yang dinyatakan punah sejak abad ke-18 –meski tahun lalu
spesies ini menampakkan diri di Laut Mediterania.
Di Nusantara, paus sperma pula yang diburu
penduduk pulau Lewoleba, Lembata. Satu dokumen anonim Portugis tahun 1624,
seperti dikutip lembaga C2O, mencatat penduduk pulau Lewoleba, Lembata, memburu
ikan paus dengan tombak. Penduduk juga mengumpulkan dan menjual ambergrisnya
(cairan yang dihasilkan dari usus ikan paus, digunakan untuk bahan parfum,
meski jarang didapatkan) di Larantuka. Catatan kuno itu mengkonfirmasi
eksistensi sejarah lokal perburuan ikan paus yang sudah ada kira-kira dua abad
sebelum kemunculan kapal-kapal perburuan ikan paus milik Amerika dan Inggris di
kawasan perairan tersebut.
Perburuan ikan paus kian menggila ketika muncul
teknik dan peralatan moderen. Pada 1864, Svend Foyn, pria berkebangsaan
Norwegia, melengkapi kapal uapnya dengan harpoon, senjata khusus berburu
paus biru (Balaenoptera musculus) yang terkenal besar namun gesit dan
sulit ditangkap. Penemuan ini menandai bencana bagi populasi paus biru.
Pada 1903, orang Norwegia Christen Christensen
menggunakan kapal uap kayu seberat 737 ton berhasil membawa 1.960 barel minyak
yang dihasilkan dari tangkapan 57 paus; 40 di antaranya paus biru. Terhitung
sejak 1930-1931, setidaknya 29.400 paus biru di Antartika mati diburu. (Sebuah laporan
pada 2002 menyebutkan populasi paus biru sangat mengkhawatirkan, yakni 5.000
hingga 12.000 di seluruh dunia. IUCN Red List, daftar status konservasi
berbagai jenis makhluk hidup yang dikeluarkan Badan Konservasi Dunia (IUCN),
menempatkan paus biru sebagai hewan yang terancam punah.)
Pasca-Perang Dunia II ancaman nyata terhadap
populasi paus menimbulkan keprihatinan. Pada 2 Desember 1946, sebanyak 15
negara menandatangani Konvensi Internasional untuk Regulasi Perburuan Paus
(ICRW) di Washington DC, Amerika Serikat. Tujuannya antara lain untuk
melindungi semua spesies ikan paus dari penangkapan berlebihan dan membuat
regulasi internasional.
Sayangnya, banyak negara tak mengindahkan seruan
ICRW karena ketiadaan pembedaan setiap spesies membuat mereka kebingungan dan
akhirnya spesies langka pun diburu. Pada 1970-an perburuan paus biru ilegal
oleh Uni Soviet, yang mencapai 330.000 di Antartika, 33.000 di Belahan Selatan,
8.200 di Pasifik Utara, dan 7.000 di Atlantik Utara, mulai menarik perhatian
dunia untuk serius melindungi populasi paus biru. Jepang, Islandia, dan
Norwegia juga menjadi negara terbesar pemburu ikan paus. Perdebatan akhirnya
menghasilkan pembentukan Komisi Perburuan Paus Internasional (IWC) pada 1982,
yang dibentuk berdasarkan ICRW.
IWC memberlakukan penangguhan sementara
penangkapan semua jenis ikan paus untuk tujuan komersial, dan mulai berlaku
sejak 1986. Penangguhan sementara itu tak mengikat secara hukum negara anggota,
karena IWC belum melakukan penilaian yang merupakan prasyarat keberlanjutan
pemberlakuan penangguhan setelah tahun 1990.
Yang mengejutkan para aktivis lingkungan, pada
April 2010, IWC mengajukan usulan yang melegalkan perburuan ikan paus demi
tujuan komersial untuk Jepang, Islandia, dan Norwegia. Dengan catatan, ketiga
negara itu harus mengurangi secara signifikan pembunuhan ikan paus selama 10
tahun ke depan. Para aktivis lingkungan menganggap keputusan itu merupakan
langkah mundur.
2.2 Jenis Paus
Paus atau lodan (khusus yang bergigi dan bukan
berukuran kecil) adalah sekelompok mamalia
yang hidup di lautan.
Sebutan "paus" diberikan pada anggota bangsa Cetacea
yang berukuran besar. Paus bukan tergolong dalam keluarga ikan. Paus mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
- bernafas menggunakan paru-paru
- mempunyai rambut (sedikit, kebanyakan ada di paus dewasa)
- berdarah panas
- mempunyai kelenjar susu
- mempunyai jantung dengan empat ruang
2.3 Ikan Paus Yang Sering Diburu
Di Indonesia, warga Lamalera di Pulau Lembata,
Nusa Tenggara Timur, sampai saat ini masih melakukan perburuan ikan paus,
umumnya jenis paus sperma. Sebelum melakukan penangkapan, mereka melakukan
upacara atau ritual untuk meminta restu nenek moyang mereka. Proses perburuan
paus di Lamalera sepenuhnya menggunakan peralatan tradisional sehingga menurut
aturan internasional masih diperbolehkan, sebagaimana menemukan fakta
bahwa kotoran paus berperan dalam mengurangi jumlah karbon dioksida di dalam
laut. Hal ini karena kotoran paus mengandung zat besi yang merupakan makanan
utama fitoplankton, sementara fitoplankton berfungsi untuk menyerap
karbondioksida. Jika paus punah, ekosistem laut menderita. Peningkatan karbon
dioksida di laut menyebabkan peningkatan keasaman air laut. Peningkatan
keasaman merusak perkembangan kerang dan menimbulkan hujan asam.
Pada masa kini dikenal dua kelompok paus, yaitu
paus bergigi (Odontoceti) dan paus tidak
bergigi (Mysticeti).
Paus Odontoceti yang bergigi merupakan pemangsa yang memakan ikan, sotong, dan mamalia
laut, mempunyai satu lubang pernapasan. Paus bergigi berkerabat dekat dengan lumba-lumba
dan pesut.
Paus tidak bergigi berukuran lebih besar daripada ikan paus bergigi dan
mempunyai struktur yang dikenal sebagai balin yang berbentuk
sikat. Struktur ini berguna untuk menyaring plankton,
makanannya, di air.
Paus berbalin mempunyai dua lubang pernapasan. Paus diburu karena beragam
manfaat. Lemak dalam tubuh paus sejak abad ke-10 hingga 17 digunakan manusia
sebagai bahan baku pembuatan lilin, produk tekstil, dan pelumas mesin. Tulang
dan giginya bisa dijadikan sebagai barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti
korset, piring, sisir, dan hiasan rumah. Minyaknya digunakan sebagai sumber
penerangan yang tak menimbulkan bau dan asap. Tak heran jika sampai 1850 banyak
orang di Amerika rela mempertaruhkan nyawa di tengah laut demi mendapatkan ikan
paus.
2.4 Hukum Peraturan
Tumbuhan dan satwa liar yang dapat diambil dan ditangkap untuk tujuan
komersial hanya berlaku untuk jenis yang tidak dilindungi dan jenis yang dilindungi namun termasuk satwa
buru yang terdaftar dalam Apendiks II, III, dan Non-apendiks CITES. Dan izin
pengambilan atau penangkapan diberikan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA).
Prosedur dan tata cara pengurusan izin dapat dibaca di Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 447/Kpts-II/2003 pasal 32 ayat (1)
Tentunya ditambah dengan berbagai peraturan perundangan mengenai
pengambilan/penangkapan, penangkaran, perdagangan, impor dan ekspor tumbuhan
dan satwa liar di Indonesia seperti Kepmenhut No. 447/Kpts-II/2003 juga ada
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005 (Penangkaran Tumbuhan dan
Satwa Liar), Permenhut.No.P.01/Menhut-II/2007 (Perubahan Peraturan Menteri
Kehutanan No.P.53/Menhut-II/2006 Lembaga Konservasi), Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1999 (Pengawetan Tumbuhan dan Satwa), PP No 8 Tahun 1999 (Pemanfaatan Tumbuhan dan
Satwa Liar), hingga Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan Dan
Tumbuhan.
3. KESIMPULAN
·
Perburuan paus sudah berlangsung sejak zaman neolitik.
·
Spesies paus yang paling sering diburu untuk diambil
minyaknya yaitu paus sperma (catodon macrocephalus).
·
Perburuan ikan paus kian menggila ketika muncul teknik
dan peralatan moderen, senjata khusus berburu paus
biru (Balaenoptera musculus) yang terkenal besar namun gesit dan sulit
ditangkap.
·
Paus mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut: bernafas menggunakan paru-paru, mempunyai rambut (sedikit, kebanyakan ada di paus dewasa), berdarah panas, mempunyai kelenjar susu, mempunyai jantung dengan empat ruang.
Semoga bermanfaat, Budayakan Membaca dan Menulis.
#Go AHead Indonesia
#Yang Penting Bagiku Adalah Dialoq
Behind The Gun: @aliahsanID
No comments:
Post a Comment