Monday, April 14, 2014

MAKALAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN



“KEBIJAKAN HUKUM USAHA PERIKANAN TANGKAP TERKAIT DENGAN ALAT  TANGKAP  YANG  DIGUNAKAN OLEH NELAYAN”


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI NILAI UJIAN TENGAH SEMESTER
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN
Yang diampu oleh Bapak Dr. Ir. ISMADI, MS


Oleh:
ALI  AHSAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmatnya saya selaku penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah Kebijakan Pembangunan Perikanan Perikanan yang berjudul “Hukum Tentang Usaha Perikanan Tangkap”.

Keberhasilan penulisan Makalah ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, antara lain:
·         Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk segera menyelesaikan Makalah Hukum Peraturan Perikanan ini dengan baik.

·                     Dr. Ir. Ismadi, MS. selaku Dosen pengajar yang telah memberikan arahan, dukungan dan bimbingan sehingga penulis dapat mengerjakan Makalah Hukum Peraturan Perikanan dengan benar.
·         Keluarga Besar KOMPI UB
·         Keluarga Besar HIMASEKA FPIK UB
·         Keluarga Besar KOMPAK UB
·         Keluarga Besar Malang Selatan Rescue
·         Keluarga Besar Nawak Adventure
·         Pukat
·         Semua pihak yang telah mendukung dan memberikan saran kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa Makalah Hukum Peraturan Perikanan ini masih terdapat banyak kekurangan. Tetapi kami berharap dengan makalah ini bisa bermanfaat untuk para pembaca terutama dibidang Perikanan.

Penulis tentu pula menyadari bahwa pembuatan Makalah ini, banyak sekali kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

Akhir kata, semoga Makalah Hukum Peraturan Perikanan ini bermanfaat dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat.


                                                            Malang, 03 April 2013
                                                                                                           
            Penyusun
 
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
 
Sektor perikanan di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia. Salah satu subsektor pertanian adalah subsektor perikanan.Subsektor perikanan juga merupakan sektor yang berpotensi untuk menghasilkan dan dikembangkan karena Indonesia merupakan negara maritime atau kelautan yang wilayah perairannya lebih luas daripada daratannya yaitu mencapai 5,8 juta Km atau mendekati 70% dari luas keseluruhan Negara Indonesia (Terangi, 2010) sehingga banyak terdapat sumber daya alam kelautan terutama ikan. Produksi perikanan Indonesia dari tahun 2010 sampai 2011 mengalami peningkatan dari 12,86 juta ton menjadi 15,39 juta ton.

Dalam rangka mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan (sustainable fisheries cupture) sesuai dengan ketentuan pelaksanaan perikanan yang bertanggung jawab (FAO Code of conduct for Responsible Fisheries/CCRF) maka eksploitasi sumberdaya hayati laut harus dapat dilakukan secara bertanggung jawab (Responsible fisheries).

Data dari SOFIA (The State of World Fisheries and Aquaculture) menyatakan bahwa 5 % dari perikanan dunia dalam status deplesi atau penurunan produksi secara terus menerus, 16 % terlah dieksploitasi secara berlebihan dan melampaui batas optimim produksi, 52 % telah penuh eksploitasi, 23 % pada tahap moderat yang artinya produksinya masih dapat ditingkatkan meskipun dalam jumlah yang kecil, 3 % sumberdaya ikan masih dibawah tingkat eksploitasi optimumnya dan hanya 1 % yang dalam proses pemulihan melalui program-program konservasi.

Berdasarkan tersebut di atas, untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan perlu dikaji penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dari segi pengoperasian alat penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).

1.1.            Rumusan Masalah
Permasalahan pada pembahasan mengenai hukum yang mangatur alat tangkap ini adalah semakin banyaknya nelayan yang menghiraukan/mengacuhkan penggunaan alat tangkap.Banyak nelayan yang menggunakan alat tangkap yang justru akan merugikan mereka pada khususnya dan masyarakat yang lain pada umumnya.

Selain itu juga untuk mengetahui :
·         Apakah yang dimaksud dengan Usaha Perikanan Tangkap ?
·         Bagaimana Pengelolaan Perikanan Tangkap ?
·         Apa saja Landasan Hukum Perikanan ?
·         Bagaimana Pelanggaran Penggunaan Alat Tangkap ?
·         Bagaimana Evaluasi dampak pengoperasian alat tangkap ?

1.2.            Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengkaji keramahan alat tangkap dan juga hukum yang mengatur penggunaannya.Menurut klasifikasi statistik internasional standar FAO. Selain itu untuk mengetahui :
·         Pengertian Usaha Perikanan Tangkap
·         Pengelolaan Perikanan Tangkap
·         Landasan Hukum Perikanan
·         Pelanggaran Penggunaan Alat Tangkap
·         Evaluasi dampak pengoperasian alat tangkap



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Usaha Perikanan Tangkap
Usaha perikanan adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem bisnis perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran,sedangkan usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan dan/atau kegiatan pengangkutan ikan.Dalam melakukan usaha penangkapan nelayan harus memiliki surat-surat izin dalam penangkapan,yaitu SIUP,SIPI,dan SIKPI.

Pada fase praproduksi yang dilakukan adalah persiapan alat-alat yang akan dilakukan dalam usaha penangkapan.Misalnya dengan menyiapkan alat tangkap yang akan digunakan,pebekalan yang akan dibawa,kapal yang akan digunakan serta persiapan bahan bakar agar bisa terpenuhi target yang diinginkan.

Pada fase produksi,dilakukan penangkapan terhadap ikan yang ditargetkan.Pengaturan ABK agar proses penangkapan berjalan dengan baik.

Pada fase pengolahan,ikan hasil tangkapan diolah di dalam kapal,agar nantinya bisa lebih awet,sehingga masih bisa dipasarkan dalam kondisi yang lebih segar,dan harganya pun bisa lebih tinggi sehingga keuntungan yang dicapai juga tinggi.

2.2.      Pengelolaan Perikanan Tangkap
Dalam pengelolaan perikanan tangkap, terdapat beberapa ketentuan/peraturan yang seyogyanya dimengerti dan dipahami untuk dapat dilaksanakan dengan benar, khususnya oleh para pelaku utama penangkapan ikan (nelayan), pelaku usaha maupun para stakeholder perikanan tangkap lainnya. Beberapa peraturan / ketentuan yang mengatur kegiatan penangkapan ikan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Kewenangan Daerah dalam Pengelolaan Wilayah Penangkapan Ikan (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Otonomi Daerah))
2.      Peraturan Tentang Jalur Penangkapan (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor : PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011)
3.      Pengawasan Perikanan Tangkap (Keputusan Menteri Nomor : KEP.02/MEN/2002).

2.3.      Landasan Hukum Usaha Perikanan Tangkap
Hukum yang mengatur mengenai usaha perikanan tangkap adalah mengacu pada  Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.14/MEN/2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap.

Peraturan ini bertujuan untuk lebih meningkatkan pengendalian sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) yang merupakan bagian dari kekayaan bangsa Indonesia yang sudah semakin terbatas potensinya, dan sebagai anggota Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional (Regional Fisheries Management Organization/RFMO) dalam memanfaatkan potensi di laut lepas perlu memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta memperhatikan persyaratan, dan/atau standar internasional.

2.4       Pelanggaran penggunaan alat tangkap
Kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia sudah mendekati kondisi yang kritis. Tekanan penangkapan yang meningkat dari hari ke hari semakin mempercepat penurunan stok sumberdaya ikan. Tingginya tekanan penangkapan khususnya di pesisir pantai telah menyebabkan menurunnya stok sumber daya ikan dan meningkatnya kompetisi antar alat penangkapan ikan yang tidak jarang menimbulkan konflik diantara nelayan. Sebagai akibat dari menurunnya pendapatan, nelayan melakukan berbagai macam inovasi dan modifikasi alat penangkapan ikan untuk menutupi biaya operasi penangkapannya. 

Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan metoda penangkapan ikan bukan berita baru lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl (pukat harimau) secara illegal di beberapa wilayah peraiaran. 

Pemerintah (dalam hal ini DKP) sebenarnya tidak menutup mata atas semua kejadian pelanggaran itu. Penegakan hukum terhadap pelanggar memang sudah dilakukan. Namun, kesulitan mengontrol seluruh aktivitas nelayan khususnya di daerah terpencil dan perbatasan telah mendorong meningkatnya pelanggaran .

Adapun alat analisis yang digunakan menurut FAO (1995) sesuai dengan standar Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yaitu terdapat 9 (sembilan ) kriteria suatu alat tangkap dikatakan ramah terhadap lingkungan, antara lain :
·         Mempunyai selektifitas yang tinggi
·         Tidak merusak habitat
·         Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi
·         Tidak membahayakan nelayan
·         Produksi tidak membahayakan konsumen
·         By-catch rendah
·         Dampak ke biodiversty rendah
·         Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi
·         Dapat diterima secara social

2.5       Evaluasi dampak pengoperasian alat tangkap
Evaluasi dampak pengoperasian alat tangkap minimal harus mampu menjawab tiga dampak utama, yaitu :
1. Dampak terhadap lingkungan,
2. Dampak terhadap kelimpahan sumberdaya
3. Dampak terhadap target sumberdaya ikan itu sendiri. 

Disamping mengevaluasi dampak pengoperasian alat tangkap, perencanaan pemanfaatan sumberdaya juga harus mempertimbangkan aspek dinamika upaya penangkapan ikan. Kesalahan mengantisipasi dinamika upaya penangkapan ikan akan berdampak pada apa yang dinamakan sebagai berlebihnya kapasitas perikanan atau overcapacity

Rejim open access yang diterapkan sebagian besar negara pada masa lalu yang membiarkan jumlah dan teknologi alat tangkap berkembang tanpa kontrol ditambah subsidi pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan di negara berkembang telah mendorong percepatan terjadinya overcapacity di sebagian besar perikanan dunia.Overcapacity yang juga dapat diartikan sebagai berlebihnya armada penangkapan atau tingginya teknologi penangkapan yang digunakan dalam operasi penangkapan ini telah menjadi isu hangat para pakar perikanan pada tahun-tahun terakhir dalam upaya memperbaiki sistem pengelolaan sumberdaya ikan yang ada selama ini. 

Kalau selama ini pengelolaan sumberdaya ikan hanya dikonsentrasikan pada upaya bagaimana mencapai hasil tangkapan yang maksimum, maka pengelolaan perikanan sekarang sudah mempertimbangkan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya ikan baik secara ekonomi, ekologi dan lingkungan. 

Alat tangkap ikan sebagai sarana utama dalam pemanfaatan ikan diatur sedemikian rupa sehingga tidak berdampak negatif baik pada pemanfaat dan pengguna sumberdaya ikan, biota, dan lingkungan perairan serta pengguna jasa perairan lainnya. 

Penggunaan alat tangkap ikan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan harus benar-benar memperhatikan kesetimbangan dan meminimalkan dampak negatif bagi biota lain yang kurang termanfaatkan. Hal ini penting dipertimbangkan mengingat hilangnya biota dalam struktur ekosistem laut akan mempengaruhi secara keseluruhan ekosistem yang ada.

Praktisi teknologi penangkapan ikan sudah memulai mengembangkan alat tangkap yang dimaksud, baik dengan melakukan modifikasi atau membuat rancangan alat tangkap yang ramah lingkungan. Konsep-konsep alat tangkap ikan yang selektif dan ramah lingkungan seperti Turtle Excluder Device (TED), yang di Indonesia dimodifikasi menjadi Bycatch Excluder Device (BED) dan alat tangkap yang selektif sudah mulai di perkenalkan. 

Disamping teknologi itu sendiri, adalah penting bagi pemanfaat sumberdaya ikan untuk memahami pengelolaan penangkapan ikan yang meliputi perencanaan, pengoperasian, dan optimalisasi pemanfaatan ikan. Rekayasa alat tangkap harus mempertimbangkan aspek-aspek kondisi sumberdaya ikan yang ada, habitat ikan, peraturan perundang-undangan, dan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan agar supaya teknologi yang diciptakan tidak mubazir atau bahkan merusak sumberdaya ikan dan lingkungannya.

BAB III
PENUTUP

3.1.      Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah mengenai Hukum Yang Mengatur Usaha Perikanan Tangkap ini adalah :

·         Indonesia merupakan Negara maritime sehingga usaha dalam dunia perikanan memiliki potensi yang sangat besar.
·    Salah satu usaha perikanan adalah perikanan tangkap.
·         Usaha perikanan adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem bisnis perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran.

·         usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan dan/atau kegiatan pengangkutan ikan.

·         Hukum yang mengatur mengenai usaha perikanan tangkap adalah mengacu pada  Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.14/MEN/2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap.
·         Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan metoda penangkapan ikan bukan berita baru lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl (pukat harimau) secara illegal di beberapa wilayah peraiaran. 
·         Disamping mengevaluasi dampak pengoperasian alat tangkap, perencanaan pemanfaatan sumberdaya juga harus mempertimbangkan aspek dinamika upaya penangkapan ikan. Kesalahan mengantisipasi dinamika upaya penangkapan ikan akan berdampak pada apa yang dinamakan sebagai berlebihnya kapasitas perikanan atau overcapacity

3.2.      Saran
Dalam melakukan usaha penangkapan ikan,diperlukan sikap yang bijaksana dari setiap pihak yang terkait agar keberadaan sumberdaya ikan bisa tetap lestari sampai generasi selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Arief S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan. 2007. Sumatera Selatan dalam Angka Tahun 2007 (halaman 222-223).

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Sistem Informasi Perhitungan Statistik Kelautan dan Perikanan. http://statistik.dkp.go.id/index.php?start=search&mod=6

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Potensi Ekspor Lele Besar. http://www.dkp.go.id/content.php?c=282 (5 Mei 2006)

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2006. Evaluasi Pembangunan Sektor Kelautan 
 
Effendi I, Oktariza W. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Jakarta. Penebar Swadaya.

Hernowo, Rachmatun Suyanto. 2007. Pembenihan dan pembesaran lele. Jakarta. Penebar Swadaya. http://id.wikipedia.org/wiki/Pecel_lele http://amperawisata digital.info/peta.php

Mubyarto 1989. Alat Tangkap Perikanan. LP3ES. Jakarta.

Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia.

Prihartono E.R, Rasidik J, Arie U. 2002. Pelanggaran alat tangkapBogor. Penebar Swadaya.

Singarimbun M dan Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta. LP3ES.
 
Soekartawi A. Suharjo, J. Ldillon, J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usah Tani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.

Suyanto R. 2007. Evaluasi Alat Tangkap. Jakarta. Penebar Swadaya. Teguh, Muhammad. 2001. Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
 

 



















4 comments: