BAB I
“POLITIK LUAR NEGERI
INDONESIA DI BAWAH SOEHARTO”
)*Ali Ahsan
RESENSI
BUKU
PENULIS : Leo Suryadinata
PENERJEMAH : Nur Iman Subono
JUDUL ASLI
BUKU : Indonesia’s foreign policy
under Soeharto, aspiring to internasional leadership
JUDUL
INDONESIA : Politik Luar Negeri Di
Bawah Soeharto
PENERBIT : LP3ES
CETAKAN : Pertama
ISBN : 979-8391-72-1
ISI :
250 Halaman
Pada bab I mengulas
sejumlah faktor yang memengaruhi politik luar negeri indonesia, faktor yang dimaksud
adalah persepsi para pemimpin indonesia atas batas-batas dan wilayah, peranan
indonesia dalam dunia internasional maupun budaya politik dari indonesia
sendiri. Namun dalam resensi kali ini, saya akan lebih menitikberatkan pendapat
maupun kutipan kalimat yang memang menurutku baru kuketahui. Resensi ini akan
nampak point per point bukan lagi berbentuk deskriptif seperti halnya yang
biasa kutulis.
Ø Hampir 60% minyak mentah Indonesia di
jual ke Jepang dan Indonesia juga menerima bantuan asing dalam jumlah besar
dari negara Jepang
Ø Negara Islam/mayoritas penduduknya
beragama islam juga berpengaruh terhadap arah sikap politik suatu negara.
Karena arah kebijakanya akan proaktif daripada responsif
Ø Dalam wacana mengenai batas
teritorial Indonesia, Mohammad Yamin mengatakan bahwasanya wilayah Indonesia
adalah refleksi dari kerajaan Srwijaya & Majapahit yakni meliputi Hindia
Belanda, Malaysia, Borneo, Timor dan Papua Nugini; akan tetapi Moh. Hatta yang
pada saat itu tergabung dalam panitia kecil RUU negara baru, mengatakan
bahwasanya wilayah Indonesia hanya meliputi bekas Hindia Belanda semata. Karena
jikalau memasukan seperti dua kerajaan silam yakni Majapahit dan Sriwijaya
kesanya Indonesia di mata negara luar adalah Imprealis, ditambah lagi apakah
benar adanya wilayah Majapahit itu sampai dengan apa yang di utarakan Moh.
Yamin ternyata masih di perdebatkan di kalangan akademisi, karena akademisi
percaya kekuasaan Majapahit tidak keluar dari Jawa, hanya saja pengaruhnya
meluas ke wilayah Hindia Belanda
Ø Mungkin ini hanya kesimpulan
sementaraku, mengapa banyak jargon “Ganyang Malaysia” atau secara real hubungan
Indonesia dengan Malaysia sampai saat ini cenderung naik turun. Karena dibuku
ini diutarakan saat Soekarno memimpin ia bersikeras bahwasanya Indonesia selalu
dikaitkan dengan setiap masalah regional. Saat
pembentukan negara Malaysia, Indonesia merasa disepelekan karena
pembentukan Malaysia di umumkan tanpa menunggu hasil dari misi PBB
Ø Dalam mempelajari politik luar negeri
Indonesia, ada dua faktor yang harus di perhatikan, 1) Ancaman asing, 2) Konsep
Kepulauan. Contoh:
1. Dalam ancaman asing, menurut pengamat
hal pertama ditimbulkan dari dalam. Seperti dugaan RRC ikut andil dalam kudeta
1965, pemerintah menduga komunis di Indonesia bekerjasama dengan RRC. Padahal
hal ini sesungguhnya adalah phobia pemerintah semata sehingga pada
bulan Februari 1989 mengumumkan normalisasi dengan RRC, menurut pemimpin
Indonesia, RRC selain karena komunis juga sangat agresif.
2. Sedangkan untuk konsep kepulauan,
posisi Indonesia yang memiliki 13.000 pulau lebih mewajibkan pemerintah untuk
mengontrol semua pulau tersebut, Mochtar Kusuatmaja sebagai mantan
Menteri Luar negeri mengatakan bahwa karena politik dan keamananlah yang
membuat pemerintah Indonesia memperkenalkan “KONSEP NUSANTARA” pada desember
1957
3. Nusantara adalah istilah yang dipakai
dalam Jawa Kuno untuk merujuk negara yang berdekatan dengan Majapahit &
Sriwijaya
4. Sedangkan menurut deklarasi Desember
1957, Nusantara itu “Seluruh perairan, yang mengelilingi diantara &
menyatukan negara Indonesia tanpa mempertimbangkan perpanjangan luasnya bagian
integral dari wilayah Indonesia, karenanya bagian perairan dalam negeri atau
nasional berada di bawah kedaulatan penuh negara Indonesia”.
5. Konsep Nusantara adalah konsep
wilayah, sementara Wawasan Nusantara adalah konsep politik yang
didasarkan pada konsep wilayah. Konsep tersebut menarik pemimpin Indonesia
bahwa Indonesia disatukan, tidak dipisah oleh laut. Hal ini yang menjadi jargon
bahwa TANAH & AIR adalah SATU.
“Karenanya, persepsi Indonesia terhadap ancaman dan
konsep Nusantara/Wawasan Nusantara adalah dua faktor yang telah mempengaruhi
dan akan menentukan perilaku politik luar negeri Indonesia”
Ø Islam Abangan di sebut juga Agama
Jawi / Islam Nominal / Islam Liberal
Ø Islam Santri di sebut juga Islam
Shaleh / Islam Ta’at
Ø Islam Abangan berasal dari massa
Pra-Islam (Hinduisme), hal ini banyak terdapat di birokrat-birokrat, pemimpin
militer atau tokoh sipil ternama sehingga mereka lebih memilih Pancasila
sebagai Idiologi Indonesia daripada Islam
Ø Islam Santri di Indonesia memang
terhitung sedikit, mereka ini sangat aktif di sektor perekonomian dan berwatak
fundamentalis, mereka ini ingin mengislamkan masyarakat Jawa dengan
menghapuskan budaya-budaya Pra-Islam.
Perjuangan antara Abangan dan Santri
dalam politik terwujudkan dengan perseturuan antara PANCASILA & ISLAM
Ø Pada tahun 1945, Soekarno sebagai
seorang Abangan merefleksikan pemikiranya dengan bukti UUD’45 & PANCASILA
yang mengakui Pluralisme. Hal ini sama saja dengan dibangunya negara ini atas
dasar sekuler.
Ø Dibawah kepimimpinan Soeharto, pada
tahun 1985 Pancasila disahkan sebagai satu-satunya idiologi bagi seluruh
organisasi massa di Indonesia
Ø Soeharto percaya, bahwasanya seorang
penguasa harus mengikuti tradisi Jawa. Karena dia sebagai pemimpin yang kuat
beranggapan bahwa negara adalah Kerajaan dan orang di dalamnya adalah
pelayan yang wajib menggikuti menuruti apa perintahnya.
Ø Politik luar negeri Indonesia lebih
diformulasikan oleh elite daripada “massa” melalui proses demokrasi. Elite ini
dipengaruhi oleh budaya politik dan pengalaman historis di saat merumuskan
politik luar negeri. Latar belakang abangan
dan perasaan nasionalisme yang kuat dari elite terwujudkan dalam politik luar
negeri mereka. Ini dapat dilihat dalam kebijakan Indonesia terhadap Timur
Tengah dan penolakan terhadap pangkalan militer asing. Penting untuk dicatat
bahwa elite ini menyadari hak Indonesia sebagai pemimpin di kawasan Asia
Tenggara, karena luasnya wilayah sejarah Indonesia. Tetapi kemampuan Indonesia
yang terbatas telah mengahambat perilaku internasional mereka. “Faktor-faktor
yang menentukan” (determinants) yang dibicarakan di atas telah bergesekan
dengan politik luar negeri Indonesia sepanjang tahun dari periode revolusi
hingga era Soeharto.
No comments:
Post a Comment