ALL YOU NEED IS LOVE CAK NUR DI
MATA ANAK-ANAK MUDA
Editor
Ihsan Ali Fauzi dan Ade Armando
Ihsan Ali Fauzi dan Ade Armando
Paramadina,
Jakarta
Oktober 2008
208 halaman
Oktober 2008
208 halaman
Inklusivisme dan pluralisme
merupakan karakteristik yang paling menonjol dari gagasannya. Komitmennya pada
pluralisme, yakni sistem nilai yang memandang secara positif terhadap
kemajemukan itu sendiri dengan menerimanya sebagai kenyataan yang bersifat
niscaya membuat ia dicintai bukan hanya oleh murid-muridnya tapi juga oleh
kalangan yang beragama lain maupun berlatar belakang etnis yang berbeda.
Buku ‘All You Need is Love!’ yang
berisi tentang pandangan anak-anak muda mengenai Cak Nur menjadi bukti empirik
bahwa pikiran-pikiran bernasnya mampu menginspirasi, mempengaruhi, bahkan
menjadi spirit bagi anak-anak muda untuk melampauinya. Menyebut salah satu
contoh, Husni Mubarok –seorang intelektual muda pengagum Cak Nur– mengatakan,
bahwa gagasan Cak Nur mengenai tauhid sekular sangatlah penting. Gagasan ini
menurutnya, perlu didakwahkan bukan hanya di masyarakat umum, tetapi juga di
lingkungan pemerintah agar terwujud pemerintahan yang adil dalam berbangsa dan
bernegara. (h. 103-104) Dalam buku ini, anak-anak muda merekam apa makna Cak
Nur bagi pembentukan dan perkembangan diri mereka sendiri, baik pikirannya,
bukunya, wawancaranya di media massa, selebritasnya, caranya menjawab kritik,
khotbah Jumatnya, dan lainnya. Kiprah Cak Nur selama hayatnya beresonansi di
kalangan anak-anak muda Indonesia kontemporer, satu lapisan generasi yang jelas
bukan generasi yang menjadi sasaran utama “kampanye”-nya ketika dia pertama
kali menarik gerbong pembaharuannya. (h. 6)
Buku yang ditulis oleh anak-anak
muda ini merupakan kumpulan hasil sayembara penulisan esai yang diselenggarakan
Yayasan Wakaf Paramadina dalam rangka memperingati 1000 hari wafatnya Cak Nur.
Cak Nur, di mata anak-anak muda cukup dikagumi. Kefasihannya berbicara tentang
teori ilmu sosial sama baiknya dengan uraiannya tentang khazanah Islam. Ia
menguasai bahasa Arab dan Inggris. Cak Nur juga dianggap sebagai sosok ideolog
dan leader yang mampu melakukan pencerahan di saat umat Islam sedang mengalami
krisis kepemimpinan dan arah gerakan. Dan, Cak Nur, adalah seorang penulis dan
pembicara yang baik.
Begitu luasnya pengetahuan Cak
Nur, mengenai Islam dan dunia kemodernan, sehingga ia selalu menjadi tempat
bertanya mulai dari mahasiswa, cendekiawan, ulama, duta besar, sampai calon
presiden. Profilnya yang rendah hati dan penuh kesederhanaan, membuat banyak
orang mencintai dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi pemikiran. Pemikiran
dan karya intelektualnya memiliki pengaruh besar dalam pembentukan tradisi
intelektualisme Islam di Indonesia. Cak Nur, menjadi simbol kaum intelektual
Muslim modernis Indonesia. Jika pada masa-masa pra dan awal kemerdekaan, simbol
kaum terpelajar dari kalangan Islam itu melekat pada diri H. Agus Salim dan
Muhammad Natsir, maka pada masa sepeninggal mereka, simbol itu disandang oleh
Cak Nur. Cak Nur adalah penerus sempurna gerakan pembaruan Islam yang telah
dimulai sejak abad ke-19. Sejarah akan mencatat prestasi gemilang yang diukir
oleh ‘Sang Pembaharu’ kelahiran Jombang, Jawa Timur ini atas kegigihannya
mencitrakan Islam dengan wajahnya yang humanis, inklusif, egaliter,
pluralistik, dan demokratis.
Posisi individual Cak Nur
mempunyai resonansi yang sangat kuat dalam menumbuhkan atmosfer intelektual di
lingkungan komunitas Muslim Indonesia. Cak Nur, memang pantas menyandang
‘Mahkota Intelektual’ Indonesia, karena wawasannya yang luas dan sangat ensiklopedis.
Cak Nur memang sumber pemikiran Islam di Indonesia, bukan hanya pada
generasinya, tetapi lebih-lebih pada generasi pasca-Cak Nur. Kiranya tak
berlebihan jika dikatakan bahwa Cak Nur tidak hanya milik bangsa, tetapi juga
milik dunia. Dalam konteks dunia Islam, saya kira, sangatlah layak jika Cak Nur
disejajarkan dengan M. Abid Al-Jabiri, Mohamed Arkoun, Hasan Hanafi, Nasr Hamid
Abu Zayd, bahkan gurunya sendiri Fazlur Rahman.
Sebagai seorang pembaharu Islam
yang digolongkan ke dalam pemikiran Neo-Modernis, pemikiran Cak Nur secara
mendalam didasarkan atas teologi, yakni pandangan teologi yang oleh Kurzman
ditempatkan pada klaster ‘teologi liberal’ yang ciri-cirinya adalah gerakannya
bersifat progresif (menerima modernitas); Barat modern tidak dilihat sebagai
ancaman, tapi justru reinventing Islam untuk ‘meluruskan’ modernitas Barat;
membuka peluang bagi bentuk tertentu ‘otonomi duniawi’ dalam berbangsa dan
bernegara, dan; cara pemahaman Islam yang terbuka, toleran dan inklusif. Cak
Nur, menyadari bahwa Islam yang tidak dapat memberi solusi kepada persoalan
kemanusiaan tidak akan punya masa depan yang cerah. Inilah dasar-dasar paling
penting dari pemikiran sosial kemodernan Islam yang ditanamkan Cak Nur dalam
keterlibatan Islam membangun Islam modern.
Buku ini terdiri dari tiga bab.
Bagian pertama mengungkap apa yang dikenang mereka dari Cak Nur, apa yang
mereka anggap menginspirasikan, untuk perkembangan pribadi mereka sendiri.
Bagian kedua lebih terkait langsung dengan substansi pembaharuan Cak Nur. Dan,
pada bagian terakhir buku ini mendiskusikan nasib pembaharuan Islam sesudah Cak
Nur. Kini, Cak Nur telah tiada. Namun, buku ini menjadi saksi sejarah bahwa
pikiran-pikiran bernas Cak Nur, Sang lokomotif pembaharu ini mengakar kuat di
benak anak-anak muda sebagai pelaku dan penerus pembaharuan di masa yang akan
datang.
No comments:
Post a Comment