Wednesday, June 24, 2015

Mengenal Sosok Gus Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri)



Mengenal Sosok Gus Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri)
)*Ali Ahsan Al-Haris


Gus Mus Saat membacakan Puisi (Sumber: Luthfi Masruri)
Mungkin namanya agak sedikit asing ditelingan para kaula muda, tapi jangan salah kalau sosok yang saya tulis ini adalah seorang kyai dan ulama yang menurutku memang anti-mainstream dari para ustad dan kyai yang selama ini bertebaran di Indonesia.

Biasa kita temui, ustad atau kyai hanya berdakwah dengan menyampaikan hadist-hadist dan ayat suci Al-Qur’an untuk melegitimasi apa yang ia ucap agar para jamaah dan pendengarnya dapat meyakini bahwa hal tersebut benar, lebih tepatnya dapat saya bilang ini adalah dogma. Namun apa yang terjadi jikalau sosok yang akan kita bahas ini memiliki metode yang unik dalam berdakwah. Tak perlu muluk-muluk dalam bicara neraka dan surga. Apa jadinya jikalau posisi surga dan neraka itu memang tidak ada, padahal kita beribadah tak dipungkiri hanya mengejar masuk surga semata. Sejatinya, beribadah adalah memohon belas kasih Tuhan dan rasa syukur kita kepadaNya karena banyak yang kita tidak tahu tentang dunia ini. Hal tersebutlah mengapa kita harus beragama.

Biasa disapa dengan nama “Gus Mus”, lahir di Rembang 10 Agustus 1944, bernama lengkap KH. Ahmad Mustofa Bisri, anak dari seorang kyai besar –KH. Bisri Mustofa, pendiri Pesantren Raudhatul Thalibiin Rembang Jawa Tengah yang sekarang diketuai oleh beliau (Gus Mus).

Beliau juga pernah menjabat Rais (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) PBNU. Pernah nyantri di Lirboyo Kediri di bawah asuhan KH. Marzuqi dan KH Mahrus Ali; Al Munawar Krapyak Yogyakarta di bawah asuhan KH Ali Ma’shum dan KH Abdul Qadir, pernah menuntut pendidikan di Universitas Al Azhar Cairo.

Sesuai yang saya tulis diatas, beliau ini bukanlah hanya kyai saja, melainkan juga budayawan ulung, sastrawan handal yang karya-karyanya dapat kita baca dan selidiki satu persatu bahwa beliau memang seorang kyai dan budayawan handal, dapat memposisikan dirinya pada semua kondisi agar dapat terima tanpa harus menjual idealisme beliau.

Kalau pembaca ada yang sudah mengenal sosok Gus Mus lebih dalam, tulisan ini adalah oase dan media selayang pandang bagi anda. Namun, bagiku sosok Gus Mus adalah sebuah potret sosok yang anti-mainstream ditengah-tengah ulama halal haram yang merebak di Indonesia.

Bicara karya beliau, salah satu yang paling saya suka adalah Puisi “Aku Harus Bagaimana, Atau Aku Harus Bagaimana”. Karya beliau saya anggap fenomenal karena masih menjadi perbicangan sampai hari ini, penyampaian khas beliau dengan iringan music yang cocok membuat ke otentikan dan esensi dari puisi tersebut menjadi mengena. Saya sadar bicara seperti ini adalah bicara versi, itu versiku, dan aku tak tahu apa versimu. Berikut puisi beliau yang berjudul ”Aku Harus Bagaimana, Atau Aku Harus Bagaimana”
 
Screen Shoot Puisi Aku Harus Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana
Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir

Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain

Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah

Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis

Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku

Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana
-1987-
(A. Mustofa Bisri)

Sedikit saya ulas lebih mendalam mengapa versiku menganggap puisi tersebut fenomenal.

Masyarakat Indonesia yang termaktub merupakan rakyat kalangan bawah di mana si pencipta (Gus Mus) memakai kata ganti "aku" untuk merepresentasikan kehadiran rakyat bawah dalam puisi terebut. Dalam dua baris bait pertama dituliskan "Kau ini bagaimana? kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya", merupakan kritik demokrasi yang ditulis dengan sederhana, yakni menunjukkan bahwa pemerintah –dengan kata ganti "kau"- berbuat sesuka mereka tanpa persetujuan rakyat, "kau memilihkan untukku segalanya", rakyat tidak diberi kebebasan untuk memilih apapun, rakyat hanya disodorkan berbagai macam kebijakan tanpa pilihan, jika toh ada pilihan, maka pilihannya hanya satu, artinya sama saja tak ada pilihan, padahal negara ini –dikatakan- adalah negara demokrasi, di mana rakyat merdeka/bebas untuk memilih kebijakan, dilukiskan dalam kata "kau bilang aku merdeka".

Dalam bait yang lain juga menggambarkan bagaimana si "kau" menginginkan A, ketika "aku" sudah menjalankan A justru disalah-salahkan. Seperti dalam kalimat "kau bilang kritilah, aku kritik kau marah" yang menunjukkan bagaimana pemerintah meminta rakyat untuk menjadi cerdas, menjadi pintar dengan kritikan untuk segala kebijakan pemerintah ataupun kepemerintahan itu sendiri, tetapi ketika rakyat berbicara kritis, pemerintah justru tidak mau disalahkan. 
untuk vidionya anda dapat melihat di sini !!

Thanks for reading my blog
Behind the gun @aliahsanID

No comments:

Post a Comment