PENYAKIT
JIWA MASAL
)*Ali Ahsan
Al-Haris
Melihat kondisi sekeliling ini
serasa membuatku tertawa selalu, memang dunia ini penuh dengan kelucuan. Ada
senior yang selalu merasa paling benar, anti kritik dan tak mau mendengarkan
saran dari juniornya. Dosen yang sok-sok menjadi palin rajin dan merasa paling
benar bahwa penelitianya menjadi tonggak sejarah keilmuwan modern. Teman yang
selalu meng-klaim bahwa semua yang berpengaruh adalah hasil ciri payahnya. Mungkin
yang terbaru kualami adalah seorang sosok keluarga yang tak mau mengerti
mengapa adiknya menjadi seperti sosok yang tak karuan polahnya (tingkah) dan
cenderung terbelenggu dengan pemikirinya sendiri.
Ada
fase dimana tulisan ini tiba-tiba hilang dari kata humanism, atau mungkin lebih
tepatnya hengkang dari sifat humanis yang katanya menjadi kosmo kehidupan. Pengaruh
lingkungan yang kualami akhir-akhir ini membuatku cenderung berfikir non
humanis. Buat apa, terkadang aku merasa percuma memikirkan orang-orang di
sekelilingku. Berbicara definisi diri, aku cenderung emosi dan tak mau tahu
tentang permasalahan teman-teman (sebut saja lingkungan).
Aku
lebih senang seperti ini, menulis tanpa ada judul dan tema yang saklek. Ya, aku
rasa ini merdeka. Aku bebas menulis apa yang ingin kutulis, tanpa harus ada
sebuah silabus yang menuntun tulisan ini mudah untuk di baca para user. Sedikit
saya bocorkan, kondisi bangsa ini sudah amburadul penuh dengan kemunafikan.
Presiden asu, Dewan-dewan yang berwatak tai asu tak mungkin aku percaya lagi.
Apalagi ? media masaa !! ini sama buruknya dengan TAI kalian. Bayangkan saja tulisan yang sedang kalian baca
ini aku sengaja untuk mencari bahan tulisan. Padahal aku menulis ini kan karena
aku ingin menulis saja, bahanya dari realitas empiris kehidupan. Bukan seperti
wartawan atau para redaktur yang sengaja mencari berita. Tolong di bedakan
membuat berita dan mencari berita. Aku harap kalian faham, sungguh.
Sebentar,
saya mulai bingung dengan apa yang kutulis. Sembari saya mencari ide coba kita
berpindah ke lain topic. Apakah kalian sering berdiskusi, membaca buku atau
menghadiri semacam pengajian, obrolan warung kopi yang biasa kita sebut obrolan
tak bertuan. Ya, saya yakin forum-forum formal maupun non formal tersebut
banyak membahas permasalahan pelontar masalah. Maksud saya, harapan besarku
kalian itu tulis dan publish. Jadilah wartawan untuk diri kalian sendiri. Saya
berikan contoh, saat kalian sedang ngopi atau diskusi. Saya yakin ada beberapa
point penting yang kalian tangkap dan fahami, nakh itu bisa kalian perdalam dan
kaji se-komprehensif mungkin lalu cobalah kalian buat semacam tulisan. Bisa
kalian publis di Personal Mesaage BBM, Blog, Web, kalian buat semacam meme yang
pasti akan di baca oleh khayalak umum.
Ini
bukan masalah eksistensi coy, tapi ini terkait pendidikan politik, budaya,
sosial ekonomi ke masyarakat Indonesia yagng hari ini sedang kena penyakit jiwa
masal (Bahasa ini saya pinjam dari salah satu pendiri jamaah Ma’iyah). Kalau
kita bisa rutin maka ini sama halnya dengan penyembuhan penyakit jiwa masaal.
Kerono
ibu, wong kang welas asih, tanpa pamrih marang poro putro, kanggo ngebekti
uripe, paring dungo lan ngelmu, kanggo sangu wiwit lahir, utuh tresna neng
putro, lan paring pitulung, mugi pikantuk kamulyan, dalan padhang gampang laku
jembar ati, ojo nganthi kesasar.
Apa
hubunganya paragraf di atas dengan penyakit jiwa massal ? saya jelaskan
sedikit, opini adalah sebuah pemikiran yang berangkay dari pengalaman, renungan
atau kebenaran yang bersifat pribadi dan cenderung di pengaruhi oleh lingkungan
(menurutku). Paragraph bernada jawa itu adalah puisi “Ibunda –karangan Umbu Landu Paranggi” yang di aransemen dengan
syair dhandhangggula. Puisi tersebut menceritakan bahwa perjuangan seorang ibu
yang sangat luar biasa tersebut tak bisa diremehkan dan dibalas oleh siapapun
kecuali cinta dan kasih sayang para anak-anaknya.
No comments:
Post a Comment