Sumber Gambar : Julukancana |
TERASWARTA –Friedrich
Nietzsche adalah seorang filsuf Jerman. Nietzsche dilahirkan pada tanggal
15 Oktober 1844 di Roecken, di dekat kawasan Leipzig, Saxony Jerman. Awal nama
Friedrich diberikan karena hari kelahirnnya sama persis dengan Raja Prusia
Friedrich Wilhelm. Nietzsche mempunyai seorang kakek sebagai kepala pendeta di
Gereja Lutheran dan ayahnya Karl Ludwig seorang pastor di Saxony. Ibunya
Franziska Oehler adalah seorang putri pastor aliran Lutheran.
Nietzsche terkenal dengan
gagasan pemikirannya mengenai “Tuhan telah mati” dan keyakinannya bahwa kita
harus menciptakan “Adimanusia” (Roy Jackson 2001 : 2). Nietzsche termasuk
filsuf yang karya-karyanya banyak dibaca pada masa modern. Fisuf Jerman
pertama yang dengan tegas menentang hilangnya keyakinan beragama yang
tengah merebak di Eropa Barat. Keluarga Nietzsche tergolong orang Kristen yang
taat beribadah. Sikap tersebut ditunjukan oleh ibunya Franziska Oehler
dengan memahami bahwa orang yang mempelajari Injil tidak mungkin meragukan ajaran
di dalamnya.
Ketika Nietzsche berusia
empat tahun ayahnya sakit keras dan meninggal pada 1849. Keluarganya lebih
terpukul lagi karena setahun kemudian adik Nietzsche yang bernama Joseph
meninggal. Nietzsche merupakan satu-satunya anak lelaki, anggota keluarga yang
lain adalah ibu, kakak perempuan, kedua bibi dan neneknya. Pada saat menjalani
hidupnya sebagai seorang pelajar dan mahasiswa Nietszche mulai berkenalan
karya-karya pujangga Jerman, Johan Wolfgang Goethe (1749-1832), musikus Richard
Wagner (1813-1883), dan filsuf Arthur Schopenhauer (1788-1860). Mulai dari
perkenalan inilah ia mengalami perubahan dalam pemikirannya.
Karya penulisannya yang
pertama Ohne Heimat (Tanpa Kampung Halaman) yang mengungkapkan kebebasan
gejolak hatinya untuk minta dipahami (ST Sunardi 1996 : 5). Pada tahun 1864
Nietzsche melanjutkan sekolahnya di Universitas Bonn untuk mempelajari filologi
dan teologi. Tetapi di tahun 1865 Nietzsche memutuskan untuk tidak belajar
teologi dan mulai meragukan semua agama. Pada tahun yang sama Nietzsche pindah
dari Pforta menuju ke Leipzig untuk belajar filologi (studi tentang bahasa dan
kesusastraan). Ia murid yang berbakat dan diakui oleh dosennya Friedrich
Ritschl. Penilaian itu berdasar karya tulisnya yang pertama di bidang filologi
yaitu De Theognide Megarensis (Silsilah Para Dewa Megara). Karya tulisan yang
berjudul Diogenes Laertius pernah memenangkan hadiah di universitasnya (ST
Sunardi 1996 : 6). Pada tahun 1867-1868 terjadi perang antara Jerman melawan
Perancis, ketika itu Nietzsche mengikuti wajib militer. Meskipun tidak menyukai
dengan tugas itu tetapi ia harus melaksanakannya.
Nietzsche mendapat
panggilan untuk menjadi dosen dari Universitas Basel, Swiss tepatnya tahun
1869. Panggilan itu atas rekomendasi Friedrich Ritschl dosennya yang mengajar
di Leipzig. Bahkan ia mendapat gelar doktor dari Leipzig tanpa melalui ujian
apapun. Ia mengajar filologi Yunani selama di Basel. Masa karirnya di Basel
juga sering disertai kondisi kesehatan yang buruk. Ia sering jatuh sakit dan
kesehatannya semakin memburuk. Pada tahun 1879 ia menderita sakit selama 118
hari dan tetap memaksakan diri untuk tidak bersedia mengundurkan diri
sebagai dosen.
Pada tahu 1889 Nietzsche
mengalami sakit jiwa, berbagai macam usaha penyembuhan dilakukan dari klinik
satu ke klinik yang lain. Tetapi usaha penyembuhan itu sia-sia saja. Sejak
tahun 1890 ibunya memindahkan di Naumburg untuk dirawat sendiri dirumah, selama
merawat ibunya ditemani oleh Elizabeth saudara perempuan Nietzsche. Pada
tanggal 20 April 1897 ibunya meninggal kemudian Elizabeth memindahkan Nietzsche
di Weimar. Akhirnya 25 Agustus 1900 Nietzsche meninggal setelah mengalami
kelumpuhan mental yang penyebabnya terinfeksi sifilis dan sebelumnya pernah
terkena stroke.
Karya-karya Nietszche
antara lain The Birth of Tragedy (1871), Human, All Too Human (1878), Assorted
Opinions and Maxims (1879), The Wanderer and his Shadow (1880), Dawn (1881),
The Gay Science (1882), Thus Spoke Zarathustra (1885), Beyond Good and
Evil (1886), Der Fall Wagner/Ein Musikan-ten-Problem (1888). Sementara karya
yang lain seperti Die Gotzen-Dammerung (diterbitkan 1889), Der Anthichrist
(diterbitkan 1895), Ecce Homo (diterbitkan 1908). Seluruh karya Nietzsche tidak
ada yang disusun secara sistematis, hampir semuannya berbentuk aforisme (ST
Sunardi 1996 : 12). Inilah yang membuat Nietzsche berbeda dengan filsuf-filsuf
lainnya, ciri tulisan aforistis adalah cara tepat mewakili gagasannya. Gaya
bahasanya yang begitu lugas sehingga aforisme Nietzsche hampir menyerupai
bahasa kitab suci.
Pemikiran
Nietzsche
Sumber Gambar : Pecinta Sejarah |
Gagasan Nietzsche
ditunjukkan dengan beberapa karya tulisannya yang berbentuk aforisme. Aforisme
adalah gaya tulisan yang berbentuk dalil-dalil ringkas dan padat serta panjang
kalimatnya bisa bervariasi (Roy Jackson 2001 : 129). Baginya ia tidak percaya
dan menolak setiap bentuk sistem. Ia selalu bereksperimen dengan sesuatu yang
baru dan tidak mau terikat pada pendapat-pendapat yang tersudah terjadi
sebelumnya. Nietzsche mempunyai paradigma tentang ketidak percayaannya terhadap
hidup, sehingga ia penganut nihilisme murni. Menurut Yasraf Amir Piliang
pengertian nihilisme adalah sikap pandangan yang menentang nilai-nilai
kebenaran moral, dan melihatnya dalam posisi yang berada pada titik nol,
artinya pada posisi yang tidak ada polarisasi nilai baik/buruk, dan
sebagainya (Yasraf Amir Piliang 2003 : 18).
Hal ini tampak ketika ia
mulai menolak untuk belajar teologi sebagai jalan untuk meneruskan menjadi
pendeta. Padahal latar belakang keluarga Nietzsche tergolong religius, karena
kakek dan ayanhya sangat dekat sekali bersinggungan secara sosial dan emosional
dengan lingkungan gereja. Setidaknya prioritas pendidikan itu merupakan pilihan
orang tua Nietzsche yang juga penganut setia gereja Lutheran. Secara sosial
memang Nietzsche tergolong radikal dalam mempertanyakan kebenaran moral dan
nilai baik sebagai pegangan dalam kehidupan. Ia membenci hal-hal yang berbau
ketidakjujuran dan kemunafikan sehingga berani menelanjangi semuanya dengan
kenyataan “kehendak untuk berkuasa”. Banyak sedikit ia terpengerauh oleh ilham
dari filsuf Schopenhauer meskipun seringkali ia pun menentangnya dengan kritik.
Nietzsche juga menolak proses kehidupan yang berjalan sesuai siklus biologis
saja. Seperti diungkapkan bahwa keinginan apa sebenarnya yang menjadi motif manusia
untuk hanya sekedar memenuhi kebutuhan sebagaimana mahkluk hidup lainnya yaitu
reproduksi dan produksi untuk reproduksi (Roy Jackson 2001 : 57). Pemikiran
inilah yang benar diberontak Nietzsche, seolah hidup ini hanya berjalan mekanis
menurut aturan biologis. Manusia tetap mempunyai keinginan yang paling mendasar
yaitu “keinginan untuk kekuasaan” menurutnya. Nietzsche beranggapan keinginan
itu disadari atau tidak tetapi keinginan tersebut muncul karena insting atau
alam bawah sadar manusia. Wujud dari keinginan manusia itu bisa saja berupa
dorongan untuk memiliki, mengendalikan dan menguasai segalanya. Segala apa yang
bergerak dalam dunia ini seolah ditentukan dan dikendalikan oleh kekuasaan
manusia, maka dari hal tersbut di atas Nietzsche secara lugas menyatakan
bahwa Tuhan telah mati. Gagasan “Tuhan telah mati” (Gott ist tot) yang populer
di seluruh jagat Eropa itu secara dangkal ditafsirkan sebagai indikasi Atheisme
adalah paham yang menyangkal keberadaan Tuhan berdasar bukti-bukti rasional
(Roy Jackson, 2001). [Elyandra Widharta]
Bacaan Pendukung
Nietzsche, Zarathustra, Terj H.B. Jassin,
Yogyakarta, Yayasan Bentang Budaya, 2001.
Roy Jackson, Serial Tokoh Filsafat –
Friedrich Nietzsche, Yogyakarta, Yayasan Bentang Budaya, 2001.
ST Sunardi, Nietzsche, Yogyakarta, LKIS,
1996.
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir
Kultural Studies Atas Matinya Makna, Yogyakarta, Jalasutra, 2003.
No comments:
Post a Comment