Mengintip Kaum Minoritas (Part
I)
)*Ali Ahsan Al-Haris
Sumber Gambar : Rizaldkruine |
Dunia mahaiswa menwarkan sejuta
pesona yang memang sangat menggiurkan bagi siapapun tak terkecuali orang yang
umurnya sudah uzur. Pesona kebebasan berfikir kritis, bebas melaksanakan suatu
hal yang bebrbau urban, pengabdian maupun ilmiah sering kita temui dalam
pergulatanya. Transformasi olah fikir dari masa remaja munuju kedewasaan
berfikir dan bertanggung jawab menjadi sebuh cara menemukan jati diri bagi para
pencari ijazah perguruan tinggi.
Dunia mahasiswa takan pernah lepas
dari apa yang disebut Tri Dharma Perguruan Tinggi; Pendidikan, Penelitian dan
Pengabdian. Ketiga hal tersebut yang wajib dilakukan oleh perguruan-perguruan
tinggi dimanapun lokasinya untuk mengejar standarisasi Direktorat Pendidikan
Tinggi (DIKTI). Lebih spesifik pembahasan, mahasiswa takan lekang dari dunia
organisasi, hal ini menurut sebagian mahasiswa akan terasa aneh bahkan ilfil
mendengar kata tersebut (Organisasi). MENGAPA ? hemat fikir saya adalah, di-era
pendidikan menjadi hal wajib dipenuhi untuk memenuhi standarisasi melamar
pekerjaan dengan transkrip nilai yang tentunya sudah di atur pula oleh
perusahaan-perusahaan maupun instansi untuk mencari individu unggul, mahasiswa
cenderung akan memilih dan mementingkan akademisnya. Organisasi yang sejatinya
dapat membuat soft skill mereka
bertambah serta diajarkan dalam berkelompok maupun individu untuk
bersosialisasi harusnya menjadi daya tarik khusus bagi para mahasiswa. Pertanyaan
besarnya mengapa mayoritas mahasiswa tiap angkatan malas untuk melirik hal ini.
Entah, aku sendiri juga bingung
melihat fenomena ini. Apakah menjadi mahasiswa organisatoris adalah kaum-kaum
minoritas. Berfikir secara praktis, yang membedakan organisasi dan dunia kerja
hanya satu, di bayar dan tidak di bayar.
Behind the gun @aliahsanID
Budayakan Membaca dan Menulis.
No comments:
Post a Comment