Thursday, September 24, 2015

Mengintip Kaum Minoritas (Part II)



Mengintip Kaum Minoritas (Part II)

)* Ali Ahsan Al-Haris


Sumber Gambar : allohpenjagaku
Apakah salah satu dari pembaca adalah orang bertipikal banyak bicara, orator, penasehat atau suka memberi saran ? kebiasaan tersebut adalah salah satu dari yang kualami, namun pembahasan Mengintip Kaum Minoritas Part II akan lebih khusus ke “Banyak bicara”. Aku sengaja memilih tema banyak bicara karena masih luas jangkauan variabelnya. Sedikit loncat dari personal diri kita, apakah di sekeliling kita kalian memiliki teman, sahabat, senior, junior atau orang menurut kalian figurkan memiliki tipikal di atas. Kalau pembaca memiliki, saya dapat pastikan mereka adalah cerminan kalian. Karena apa, pendidikan lingkungan atau biasa kita sebut dengan pergaulan menjadi factor yang sangat berpengaruh merubah kepribadian dan jalan fikir manusia.

Bicara, adalah hal yang takan pernah ditinggalkan oleh manusia, maka bersyukurlah kepada Tuhan jika pembaca di anugrahi dapat berbicara dengan baik dan lancar, tidak seperti saudara-saudara kita di luar sana yang memiliki kekurangan dalam hal visualisasi.

Jika pembaca dapat belajar teknik berbicara, maka hal ini akan dapat membantu pembaca untuk dapat mempengaruhi seseorang dalam hal bisnis, motivasi dan banyak hal lain. Namun apa jadinya jika bicara kalian malah menjadi boomerang bagi kalian sendiri. Pembaca pernah mengalami hal tersebut ? hal ini berbuntut karena kurang kehati-hatian kita dalam berbicara. Sering kita (termasuk saya) asal bicara demi meyakinkan suatu pendapat. Kerugian yang kudapat juga tidak sedikit, banyak hal dari salah bicara malah membuat pribadiku menemui frame-frame yang sebenarnya menganggu kedepanya. Salah satu contoh, kesalahan bicaraku menjadikanku susah untuk dipercaya orang, orang menjadi waspada berlebih dengan apa yang keperbuat dan kubicarakan.

Hal tersebut yang menjadikan aku harus evaluasi mendalam terhadap diriku, jalan yang ku ambil untuk mencapai tahap evaluasi adalah merenungi semua kesalahan yang keperbuat. Intropeksi diri dengan berharap Tuhan mendengar dan memaafkan kulakukan terus menerus. Lantas apakah aku sudah merasa menemukan sebuah formula yang tepat agar tidak salah berbicara lagi. Saya sendiri merasa belum menemukan formula yang tepat, namun aku merasa ada nilai yang lebih mahal daripada formula itu sendiri. Yakni pencerahan, pembaca bisa mengartikan pencerahan itu hidayah atau jalan yang sengaja dibukakan oleh Tuhan untuk hambanya yang serius meminta. Saya sangat bersyukur telah diberi pencerahan, untuk lebih detailnya bagaimana pencerahan yang kudapat. Jujur saja aku sendiri bingung mau bicara dari mana terlebih dahulu. Karena sementara ini aku hanya dapat merasakan, untuk berbagi pengalaman dengan pembaca saya rasa lain tulisan saja.

Secara sederhana aku dapat menceritakan sedikit pencerahan tersebut dan mungkin akan menjawab tema tulisan ini. Kyai-kyai di desaku sering berbicara pada para murid-muridnya (salah satunya aku) untuk berbicara yang penting-penting saja, banyak-banyaklah ber-tasbih pada Allah dan membaca Al-Qur’an. Beranjak dewasa, para seniorku mengajarkan ke aku untuk belajar mengamati kondisi dan peristiwa, jangan asal bicara kalau belum ketemu titik dan akar masalahnya. Kedua hal tersebut yang memang sekarang kujadikan peggangan.

Lantas apa hubunganya dengan tema tulisan ini, yang jelas (SEKARANG) banyak kita temui orang yang suka bicara tapi sebenarnya dia sendiri tidak tahu apa yang ia bicarakan. Sama halnya membaca tapi tak tahu makna.

Aku tidak menyarankan pembaca untuk menjadi pengamat, namun secara sederhananya kita semua dapat mencoba untuk  diam sejenak, bersabar, mengamati, merenungi dan mengakaji apa yang kita lihat dan alami. Karena kebiasaan tersebut hanya milik orang-orang minorside !!
Behind the gun : @aliahsanID

No comments:

Post a Comment