Mengintip Kaum Minoritas (Part II)
)* Ali Ahsan Al-Haris
Sumber Gambar : allohpenjagaku |
Apakah salah satu dari pembaca adalah orang
bertipikal banyak bicara, orator, penasehat atau suka memberi saran ? kebiasaan
tersebut adalah salah satu dari yang kualami, namun pembahasan Mengintip Kaum Minoritas Part II akan
lebih khusus ke “Banyak bicara”. Aku sengaja memilih tema banyak bicara karena
masih luas jangkauan variabelnya. Sedikit loncat dari personal diri kita,
apakah di sekeliling kita kalian memiliki teman, sahabat, senior, junior atau
orang menurut kalian figurkan memiliki tipikal di atas. Kalau pembaca memiliki,
saya dapat pastikan mereka adalah cerminan kalian. Karena apa, pendidikan
lingkungan atau biasa kita sebut dengan pergaulan menjadi factor yang sangat
berpengaruh merubah kepribadian dan jalan fikir manusia.
Bicara, adalah hal yang takan pernah ditinggalkan
oleh manusia, maka bersyukurlah kepada Tuhan jika pembaca di anugrahi dapat
berbicara dengan baik dan lancar, tidak seperti saudara-saudara kita di luar
sana yang memiliki kekurangan dalam hal visualisasi.
Jika pembaca dapat belajar teknik berbicara, maka
hal ini akan dapat membantu pembaca untuk dapat mempengaruhi seseorang dalam
hal bisnis, motivasi dan banyak hal lain. Namun apa jadinya jika bicara kalian
malah menjadi boomerang bagi kalian sendiri. Pembaca pernah mengalami hal
tersebut ? hal ini berbuntut karena kurang kehati-hatian kita dalam berbicara.
Sering kita (termasuk saya) asal bicara demi meyakinkan suatu pendapat.
Kerugian yang kudapat juga tidak sedikit, banyak hal dari salah bicara malah
membuat pribadiku menemui frame-frame yang sebenarnya menganggu kedepanya.
Salah satu contoh, kesalahan bicaraku menjadikanku susah untuk dipercaya orang,
orang menjadi waspada berlebih dengan apa yang keperbuat dan kubicarakan.
Hal tersebut yang menjadikan aku harus evaluasi
mendalam terhadap diriku, jalan yang ku ambil untuk mencapai tahap evaluasi
adalah merenungi semua kesalahan yang keperbuat. Intropeksi diri dengan
berharap Tuhan mendengar dan memaafkan kulakukan terus menerus. Lantas apakah
aku sudah merasa menemukan sebuah formula yang tepat agar tidak salah berbicara
lagi. Saya sendiri merasa belum menemukan formula yang tepat, namun aku merasa
ada nilai yang lebih mahal daripada formula itu sendiri. Yakni pencerahan, pembaca
bisa mengartikan pencerahan itu hidayah atau jalan yang sengaja dibukakan oleh
Tuhan untuk hambanya yang serius meminta. Saya sangat bersyukur telah diberi
pencerahan, untuk lebih detailnya bagaimana pencerahan yang kudapat. Jujur saja
aku sendiri bingung mau bicara dari mana terlebih dahulu. Karena sementara ini
aku hanya dapat merasakan, untuk berbagi pengalaman dengan pembaca saya rasa
lain tulisan saja.
Secara sederhana aku dapat menceritakan sedikit
pencerahan tersebut dan mungkin akan menjawab tema tulisan ini. Kyai-kyai di
desaku sering berbicara pada para murid-muridnya (salah satunya aku) untuk
berbicara yang penting-penting saja, banyak-banyaklah ber-tasbih pada Allah dan
membaca Al-Qur’an. Beranjak dewasa, para seniorku mengajarkan ke aku untuk
belajar mengamati kondisi dan peristiwa, jangan asal bicara kalau belum ketemu
titik dan akar masalahnya. Kedua hal tersebut yang memang sekarang kujadikan
peggangan.
Lantas apa hubunganya dengan tema tulisan ini, yang
jelas (SEKARANG) banyak kita temui orang yang suka bicara tapi sebenarnya dia
sendiri tidak tahu apa yang ia bicarakan. Sama halnya membaca tapi tak tahu
makna.
Aku tidak menyarankan pembaca untuk menjadi
pengamat, namun secara sederhananya kita semua dapat mencoba untuk diam sejenak, bersabar, mengamati, merenungi
dan mengakaji apa yang kita lihat dan alami. Karena kebiasaan tersebut hanya
milik orang-orang minorside !!
Behind the gun : @aliahsanID
No comments:
Post a Comment