KAPITALIS KACANGAN PART II
)*Ali Ahsan
Al-Haris
Sumber Gambar : aliahsan27 |
Mungkin
ini hanya sampel saja, ekonomi negeri ini sering dikatakan maju dan mati tak
mau oleh para akademisi, ekonom maupun kalian sendiri yang notabenya adalah
mahasiswa. Padahal kalian tahu sendiri, nilai tukar rupiah sekarang per 28
September 2015 mencapai Rp. 14. 740. Dan kita tetap tenang –tenang saja
menanggapi hal tersebut. Menilisik lebih dalam, berbicara ekonomi bukanlah
hanya tugas Mahasiswa fakultas ekonomi semata. Namun kita yang secara langsung
mejadi pelaku maupun konsumen bertanggung jawab penuh dengan hal yang terjadi di
negeri kita saat ini.
Ekonomi
Indonesia yang menganut system sosialis Pancasila seharusnya dapat
menanggulangi hal ini, di tambah lagi kita pernah memiliki bapak Koperasi
(Moch. Hatta) dengan konsepan-konsepanya yang jelas lebih membantu masyarakat
untuk ekonomi menengah ke bawah. Namun apa jadinya, jikalau koperasi sekarang
malah berkamuflase menjadi neo-lintah darat.
Banyaknya
perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan yang memperkerjakan ribuan pekerja
tetap belum bisa mengangkat masyarakat negeri ini dari lingkaran kemiskinan.
Otonomi daerah yang dimulai sejak 2004 malah menjad lumbung korupsi para
pejabat daerah. Penyerapan anggaran di setiap daerah yang kurang optimal
menjadi tanda tanya besar kemana lagi uang tersebut mengalir.
Apa
lagi yang perlu di ketahui !! Factor Globalisasi dan pasar bebas yang kita
hadapi hanya menjadi program kerja semata. Siap tak siapun negeri ini harus
menerima kerjasama internasioanl tersebut tanpa dibarengi dengan persiapan yang
nantinya tidak merugikan bangsa ini.
Pembaca
sekalian, semoga hanya terjadi di Fakultas ini saja. Pernah saya bertanya
kepada dosen SEPK mengapa praktek ekonomi Indonesia ini lebih tepatnya di
bilang kapitalis, padahal system ekonomi yang di anut adalah
sosialis-pancasila. Aneh bukan !! beliau menjawab bahwasanya buku-buku ekonomi
di Indonesia yang di ajarkan di Universitas-universitas adalah buku ekonomi
berfaham ekonomi kapitalis terlepas yang menulis adalah orang asli Indonesia;
karena refensi yang mereka gunakan adalah buku-buku luar negeri yang notabenya
berfaham neo-imprealis.
Sekarang
bayangkan, ada berapa universitas di Indonesia yang di dalamnya ada jurusan
ekonomi. Dosen-dosen mengajarkan kepada anak didiknya faham-faham ekonomi kapitalis.
Tiap angkatan berjalan seperti itu terus menerus menjadi siklus yang tak
bercelah. Universitas-universitas, Sekolah Tinggi Ekonomi di Indonesia tiap
tahun mencetak kader-kader kapitalis yang siap tikam menikam demi menjadi
penguasa pasar. Hal ini dibilang menjadi kecelakaan berfikir rasanya terlalu
berlebihan, saya lebih suka menyebutnya dengan Gagal Faham, karena sesungguhnya manusia berucap tapi tak tahu apa
yang ia ucapkan, bertindak tapi tak tahu apa yang ia kerjakan. Pembodohan yang
telah menjadi system. Kalau kalian macam-macam ingin merubah hal tersebut, anti-mainstream
konyol yang akan kalian sandang.
Apa
jadinya negara berfaham ekonomi sosial yang harusnya dapat intervensi pasar
lewat pemerintah dengan mempertimbangkan asas-asas yang di amanahkan oleh
pancasila hanya menjadi hafalan semata oleh para akademisi maupun pelaku.
Pemerintah kita pun tak kuasa menahan arus globalisasi dan pasar bebas yang
sekarang kita alami.
Mulailah
dari diri kalia sendiri. Salam hangat dari saya. Go a Head
Behind The Gun: @aliahsanID
No comments:
Post a Comment