Friday, October 2, 2015

KAPITALIS KACANGAN PART II



KAPITALIS KACANGAN PART II

)*Ali Ahsan Al-Haris

Sumber Gambar : aliahsan27
Mungkin ini hanya sampel saja, ekonomi negeri ini sering dikatakan maju dan mati tak mau oleh para akademisi, ekonom maupun kalian sendiri yang notabenya adalah mahasiswa. Padahal kalian tahu sendiri, nilai tukar rupiah sekarang per 28 September 2015 mencapai Rp. 14. 740. Dan kita tetap tenang –tenang saja menanggapi hal tersebut. Menilisik lebih dalam, berbicara ekonomi bukanlah hanya tugas Mahasiswa fakultas ekonomi semata. Namun kita yang secara langsung mejadi pelaku maupun konsumen bertanggung jawab penuh dengan hal yang terjadi di negeri kita saat ini.

Ekonomi Indonesia yang menganut system sosialis Pancasila seharusnya dapat menanggulangi hal ini, di tambah lagi kita pernah memiliki bapak Koperasi (Moch. Hatta) dengan konsepan-konsepanya yang jelas lebih membantu masyarakat untuk ekonomi menengah ke bawah. Namun apa jadinya, jikalau koperasi sekarang malah berkamuflase menjadi neo-lintah darat.

Banyaknya perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan yang memperkerjakan ribuan pekerja tetap belum bisa mengangkat masyarakat negeri ini dari lingkaran kemiskinan. Otonomi daerah yang dimulai sejak 2004 malah menjad lumbung korupsi para pejabat daerah. Penyerapan anggaran di setiap daerah yang kurang optimal menjadi tanda tanya besar kemana lagi uang tersebut mengalir.

Apa lagi yang perlu di ketahui !! Factor Globalisasi dan pasar bebas yang kita hadapi hanya menjadi program kerja semata. Siap tak siapun negeri ini harus menerima kerjasama internasioanl tersebut tanpa dibarengi dengan persiapan yang nantinya tidak merugikan bangsa ini.

Pembaca sekalian, semoga hanya terjadi di Fakultas ini saja. Pernah saya bertanya kepada dosen SEPK mengapa praktek ekonomi Indonesia ini lebih tepatnya di bilang kapitalis, padahal system ekonomi yang di anut adalah sosialis-pancasila. Aneh bukan !! beliau menjawab bahwasanya buku-buku ekonomi di Indonesia yang di ajarkan di Universitas-universitas adalah buku ekonomi berfaham ekonomi kapitalis terlepas yang menulis adalah orang asli Indonesia; karena refensi yang mereka gunakan adalah buku-buku luar negeri yang notabenya berfaham neo-imprealis.  

Sekarang bayangkan, ada berapa universitas di Indonesia yang di dalamnya ada jurusan ekonomi. Dosen-dosen mengajarkan kepada anak didiknya faham-faham ekonomi kapitalis. Tiap angkatan berjalan seperti itu terus menerus menjadi siklus yang tak bercelah. Universitas-universitas, Sekolah Tinggi Ekonomi di Indonesia tiap tahun mencetak kader-kader kapitalis yang siap tikam menikam demi menjadi penguasa pasar. Hal ini dibilang menjadi kecelakaan berfikir rasanya terlalu berlebihan, saya lebih suka menyebutnya dengan Gagal Faham, karena sesungguhnya manusia berucap tapi tak tahu apa yang ia ucapkan, bertindak tapi tak tahu apa yang ia kerjakan. Pembodohan yang telah menjadi system. Kalau kalian macam-macam ingin merubah hal tersebut, anti-mainstream konyol yang akan kalian sandang.

Apa jadinya negara berfaham ekonomi sosial yang harusnya dapat intervensi pasar lewat pemerintah dengan mempertimbangkan asas-asas yang di amanahkan oleh pancasila hanya menjadi hafalan semata oleh para akademisi maupun pelaku. Pemerintah kita pun tak kuasa menahan arus globalisasi dan pasar bebas yang sekarang kita alami. 

Mulailah dari diri kalia sendiri. Salam hangat dari saya. Go a Head

Behind The Gun: @aliahsanID


No comments:

Post a Comment