PABRIK SEMEN VS MASYARAKAT
(Analisis
Konflik Agraria Pembangunan Pabrik Semen PT. Indocement di Pati Jawa Tengah)
Diskusi Kopi Malang
*Ali Ahsan Al Haris
1. LATAR BELAKANG
Di Indonesia saat
ini, konflik agraria khususnya pertanahan adalah satu persoalan yang sangat
serius. Ironisnya, konflik agraria ini tidak pernah diperhatikan dan diurus
oleh badan-badan negara Republik Indonesia secara serius. Sehingga di satu
pihak, masih terus-menerus hidup faktor-faktor yang menyebabkan sering dan
luasnya konflik-konflik agraria dan di pihak lain tidak ada upaya secara
sistematik untuk menyelesaikan konflik-konflik itu, terutama dalam rangka
pemenuhan rasa keadilan dan hak asasi para korban.
Secara
konstitusional negara memiliki kewajiban untuk mewujudkan tujuan negara
sebagaimana digariskan dalam UUD 1945, yaitu untuk memajukan kesejahteraan
umum. Salah satu sumber daya utama dalam mewujudkan kesejahteraan umum adalah
melalui pengelolaan dan pendayagunaan tanah. Mengingat tanah dalam wilayah NKRI
merupakan salah satu sumber daya alam utama yang selain memiliki nilai batiniah
yang mendalam bagi rakyat Indonesia, juga memiliki fungsi yang sangat strategis
dalam memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang semakin meningkat dan beragam,
baik di tingkat nasional maupun dalam hubungannya dengan dunia internasional,
oleh karenanya tanah harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi
generasi sekarang dan generasi yang akan datang dalam rangka mewujudkan
masyarakat adil dan makmur.
Pasal 33 ayat (3)
UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat. Hal ini berarti, pengelolaan dan pemanfaatan tanah sebagai
bagian dari sumber daya alam Indonesia harus dilakukan secara bijaksana demi
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pengaturan pemanfaatan dan
pengelolaan harus dilakukan melalui pengaturan hubungan-hubungan hukum yang
berakar dari nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia.
Perbukitan batu
gamping di sekitar perbatasan Kabupaten Grobogan dan Pati, Jawa Tengah,
memiliki peran dan nilai yang sangat penting bagi ekosistem di kedua kabupaten
tersebut. Peran dan nilai yang sebenarnya jauh lebih besar daripada anggapan
bahwa nilai perbukitan itu hanya merupakan tumpukan batu gamping raksasa yang
menunggu ditambang, dikeruk, diledakkan, dan dikirim ke pabrik semen atau
pabrik-pabrik lainnya. Pengrusakan kawasan batu gamping ini akan memengaruhi
ekosistem untuk daerah yang jauh lebih luas daripada perkiraan. Ujung-
ujungnya, korban terakhirnya adalah umat manusia karena alam memiliki mekanisme
pertahanan yang sempurna. Jika tekanan terhadap dirinya makin berat, maka dia
akan menyeimbangkan dirinya dengan cara membuat bencana agar dapat mengurangi
populasi manusia. Perbukitan batu gamping kawasan ini memiliki sifat-sifat
kawasan karst.
Yaitu, terdapat
bentukan bukit dan lembah yang khas akibat proses-proses pelarutan, terdapat
goa-goa, aliran sungai bawah tanah, dan mata air. Mata air epikarst, menurut
studi Linhua (1996), dikenal mempunyai kelebihan dalam pertama, kualitas air.
Air yang keluar dari mata air epikarst sangat jernih karena sedimen yang ada
sudah terperangkap dalam material isian atau rekahan. Kedua, debit yang stabil.
Mata air yang keluar dari mintakat epikarst dapat mengalir 2-3 bulan setelah
musim hujan, dengan debit relatif stabil dan ketiga, mudah untuk dikelola. Mata
air epikarst umumnya muncul di kaki-kaki perbukitan sehingga dapat langsung ditampung
tanpa harus memompa. Selain potensi sumber daya air, sebagian goa di kawasan
karst Grobogan dan Pati merupakan tempat tinggal bagi komunitas kelelawar.
Kelelawar sangat berperan dalam mengendalikan populasi serangga yang menjadi
hama dan vektor penyebaran penyakit menular.
Menurut peneliti
kelelawar Sigit Wiantoro, kelelawar yang memiliki rata-rata berat tubuh sekitar
17 gram dan mampu memakan serangga seberat seperempat dari berat tubuhnya
setiap malam, tentunya berperan penting dalam mengendalikan populasi serangga
sehingga tidak terjadi ledakan populasi, yang berarti menjadi hama. Kita
kalkukasi saja, andai ada sekitar 1.000 ekor kelelawar, tentu dapat memakan
serangga hingga 4,25 kilogram. Setiap malam! Padahal, di dalam goa yang
lingkungannya terjaga bisa menampung kehidupan ribuan hingga jutaan ekor
kelelawar. Seperti yang ada di beberapa goa di Tuban dan Sukabumi. Fungsi
kelelawar sebagai pengendali hama mampu mencapai daerah yang sangat luas karena
daya jelajah terbangnya yang tak kurang dari 20 kilometer.
Sejak tahun 2006 Pegunungan Kendeng yang masuk
wilayah Pati dan Rembang diincar oleh raksasa-raksasa Tambang. Berawal dari
masuknya pabrik Semen Gresik di Sukolilo Pati , perlawanan terus berlanjut
hingga PT. Semen Gresik memutuskan untuk mundur dari Kendeng di tahun 2009.
Salah satu hal krusial yang memberikan kemenangan bagi warga adalah
ketidaksesuaian rencana pembangunan pabrik ini dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Pati. Dimana kawasan yang akan menjadi lokasi pendirian pabrik
PT. Semen Gresik merupakan kawasan pertanian dan pariwisata.
Tak ingin kembali gagal memasukkan pabrik
semen ke wilayah Kendeng, Pemkab Pati bersama DPRD Pati mengubah peruntukan
kawasan dari yang semula untuk Kawasan Pertanian dan Pariwisata menjadi kawasan
Industri dan Pertambangan. Ini pun tanpa didasari sebuah kajian akademik yang
dapat dipertanggung jawabkan dan dapat diakses oleh publik. Perubahan
peruntukan dalam dokumen RTRW Kabupaten Pati ini yang kemudian menjadi celah
bagi PT. Indocement, melalui PT. Sahabat Mulia Sakti (SMS) sebagai anak
perusahaannya, untuk masuk ke wilayah Kendeng, tepatnya di Kecamatan Kayen dan
Tambakromo. Rencananya PT. SMS akan mencaplok lahan Kendeng seluas 2025 ha.
Walaupun terus mendapatkan protes dari banyak
warga selama proses penyusunanya, saat ini PT. SMS telah menyelesaikan proses
AMDAL yang disyaratkan dan pada tanggal 8 Desember 2014 telah mendapatkan surat
izin lingkungan. Saat ini masyarakat Kendeng melalui beberapa pengacaranya
telah mengajukan gugatan akan surat izin lingkungan ini ke PTUN Semarang.
Grobogan, kota di sisi selatan Kendeng ini
dikenal sebagai kota penghasil kedelai dan jagung. Sejak tahun 2013 terancam
dua pabrik semen yaitu PT. Vanda Prima Listi dan PT. Semen Merah Putih
(Thailand). Gerakan masyarakat masih berjalan dalam menghadang rencana
penambangan yang akan mengorbankan lahan seluas 5125 ha ini.
2. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas penulis mengemukakan perumusan masalah sebagai
berikut :
1.
Bagaimana
esensi konflik atau pertentangan “pro dan kontra”, yang terjadi di dalam sekelompok
masyarakat terhadap rencana pembangunan pabrik PT. Semen Gresik di Sukolilo
dengan didasari oleh aspek sosial, ekonomi dan politik yang terdapat di
dalamnya?
2.
Apakah
hubungan antara corporate dengan society dimediasi oleh Pemerintah sampai
dengan mencapai resolusi konflik?
3.
KONSEP
ANALISIS
Analisis
adalah serangkaian kegiatan mempelajari dan menguraikan suatu keseluruhan yang
bulat dan utuh menjadi komponen-komponen yang utuh dan padu hubunganya satu
dengan yang lain.
Selanjutnya
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian analisis adalah : “Penyelidikan
terhadap suatu peristiwa (perbuatan)untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
(sebab-musabab) dimana penguraian suatu pokok atau berbagai bagian untuk
memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan”.
Salah
satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah data besar data yang masih
mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Kategorisasi atau
pemisahan dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang relevan dari
seperangkat data juga merupakan bentuk analisis untuk membuat data-data
tersebut mudah diatur. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola
secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan
diterjemahkan dengan cara yangsingkat dan penuh arti.
A.
KONSEP KONFLIK
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti
saling memukul (Davis 1977 : 29). Secara Sosiologis, konflik diartikan sebagai
suatu proses sosial antara 2 orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri
yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat
istiadat, keyakinan dan lain sebagainya. Konflik bertentangan dengan integrasi.
Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah sirkus di masyarakat. Konflik
yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya integrasi yang tidak
sempurna dapat menciptakan konflik.
B.
KONSEP
AGRARIA
Kata
agraria mempunyai arti yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dengan bahasa
yang lainnya. Dalam bahasa Latin kata agraria berasal dari kata ager dan agrarius. Kata ager berarti tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata agrarius mempunyai arti sama dengan perladangan, persawahan,
pertanian. Dalam terminologi bahasa Indonesia, agraria berarti
urusan tanah pertanian, perkebunan. Sedangkan bahasa Inggris kata agraria
diartikan agrarian yang selalu diartikan tanah dan
dihubungkan dengan usaha pertanahan. Dalam bahasa Belanda yaitu akker, dalam bahasaYunani Agros yangberarti
tanah pertanian.
C.
KONSEP
DESA
Kata
Desa sendiri berasal dari bahasa India yakni “swadesi”
yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur
yangmerujuk padasatu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki
batas yang jelas (Soetardjo, 2004:15, Yuliati, 2003:24). Menurut Bouman (dalam
Beratha, 1982:26) mengemukakan bahwa: Desa adalah sebagai salah satu bentuk
kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya
saling mengenal; kebanyakan yang termasuk di dalamnya hidup dari pertanian,
perikanan dan sebagainya, usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak
alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga
yangrapat, ketaatan padatradisi dan kaidah-kaidah sosial.
Menurut
B.N Marbun (2006:15) mengemukakan bahwa: Desa ialah sebagai suatu Daerah yang
ada sejak beberapa keturunan dan mempunyai ikatan kekeluargaan atau ikatan
sosial yang yang tinggi/menetap disuatu Daerah dengan adat istiadat yang
dijadikan sebagai landasan hukum dan mempunyai seorangpemimpin formil yaitu
KepalaDesa.
Sedangkan
menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi daerah bahwa : yang
dimaksud dengan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adapt- istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistim pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.
32 Tahun 2004). Dengan demikian bahwa pemerintah desa adalah pemerintahan yang
terendah yang dipilih oleh rakyat dan untuk rakyat yangbertanggungjawab
terhadap rumah tangganyasendiri.
4.
PEMBAHASAN
Kajian
ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif analisis, untuk menggambarkan
suatu fenomena konflik yang terjadi, dan ditujukan untuk menguraikan secara
terperinci konflik tersebut. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode
kualitatif melalui bacaan mendalam. Adapun cara untuk memilih informasi dengan
menggunakan snowball atau secara berantai dengan mencari informasi yang
objektif, demikian seterusnya hingga informasi telah dianggap cukup.
Timbulnya
konflik dilatarbelakangi adanya perbedaan pendapat antara kelompok pro dan
kontra terhadap rencana pendirian pabrik semen di kawasan kars Sukolilo,
sebagai salah satu kawasan yang diprioritaskan memiliki bahan baku semen yang
berkualitas. Karena itulah investor tertarik untuk dapat mengeksploitasi tanah
kars yang terkandung di dalam pegunungan Kendeng. Dalam konflik tersebut bukan
hanya dipicu antarkelompok masyarakat dengan pemrakarsa proyek tetapi juga
dengan Pemerintah Daerah Kab. Pati.
Pihak
pro dengan pendirian pabrik semen berharap dapat memperbaiki kehidupan ekonomi
masyarakat sekitarnya dengan berjualan, membangun restoran/warung makan,
membuat sewa penginapan dan masih banyak usaha yang lain akan dapat dibangun.
Dukungan selalu diberikan oleh pihak pro kepada investor agar dapat mendirikan
pabrik semen di Kecamatan Sukolilo dengan tujuan memanfaatkan tanah kars
pegunungan Kendeng sebagai bahan baku semen dan bisa memberikan lapangan kerja
kepada penduduk sekitar calon lokasi pabrik, sehingga dampak positif dari
pembangunan daerah dapat terwujud.
Aspek
pokok yang perlu diperhatikan dan menjadi dasar dari pemikiran negatif informan
antara lain:
1. .Secara
politik, masyarakat kontra masih menagih janji Gubernur untuk melakukan survei
bersama mengenai hasil AMDAL. Tersebut merupakan realisasi janji Gubernur yang
disampaikan saat melakukan pertemuan pada tanggal 10 Januari 2009. Karena isu
lingkungan sangat tinggi tingkatannya untuk merealisasikan pendirian pabrik
semen.
2. Secara
ekonomi, masyarakat menghadapi ketidakpastian akan perubahan pola pekerjaan
baru pasca pendirian pabrik semen. Hal ini sebagai hasil evaluasinya dalam
memperoleh pengetahuan seputar terganggunya kestabilan lingkungan serta
penyerapan tenaga kerja yang kurang optimal pada warga setempat, serta rasa
tidak yakin informan akan kapasitas dan kemampuannya untuk masuk dalam
perubahan pola pekerjaan baru yang ditawarkan pada perusahaan semen.
3. Secara
sosial dan budaya, masyarakat yang menyadari akan adanya banyak perubahan,
merasakan kekhawatiran yang tinggi ketika pembangunan pabrik semen mempengaruhi
sistem sosial maupun budayanya. Misalnya kekhawatiran terjadinya kesenjangan
antara penduduk pendatang dengan penduduk asli yang akhirnya membawa perasaan
tidak percaya akan perubahan yang membawa kesejahteraan warga setempat di masa
depan dengan hadirnya pabrik semen. Disamping itu lahan pertanian yang akan
digunakan sebagai calon lokasi pabrik atau penambangan dapat mengalami hasil
yang kurang produktif.
Dengan
mengetahui pemikiran dari informan maka pemetaan konflik dilakukan dengan
mengidentifikasi pihak yang terlibat konflik. Pertama, pihak-pihak primer yakni
dapat diatas namakan kelompok warga Sikep Samin yang menyuarakan isu lingkungan
kepada masyarakat, dengan gerakan yang diawalinya tersebut menjadikan warga
desa lain sebagai calon lokasi penambangan dan pabrik semen turut serta
menyuarakan pendapatnya untuk menolak pendirian pabrik disekitar pegunungan
Kendeng. Kedua, pihak sekunder sebagai pihak yang terlibat secara tidak
langsung dalam konflik. Pihak disini memiliki kepentingan
mengenai konflik dan solusinya, tetapi tidak terlibat langsung di dalamnya.
Dapat dimisalkan bahwa pihak investor berkonflik dengan masyarakat yang menolak
pembangunan, kemudian kelompok masyarakat yang menolak tersebut mengadukan pada
pers dan Pemerintah Kecamatan sebagai subdistrict dalam Pemerintahan. Pers dan
pihak Kecamatan inilah seharusnya sebagai pihak sekunder yang sangat membantu
dalam penyelesaian konflik. Ketiga, pihak yang tertarik dengan konflik, yakni
dapat ditunjuk mediator dari luar, yang benar-benar netral.
Dalam
konflik ini ada tiga kepentingan yang sama kuat, pertama yaitu Pemerintah
Daerah Kabupaten Pati, dimana cara pandang mereka terhadap pendirian pabrik
semen di Kecamatan Sukolilo adalah hal yang penting. Terlebih untuk menambah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakatnya supaya lebih
meningkat. Kedua, yaitu dari pihak investor PT. Semen Gresik yang merupakan
salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang go public dan mampu menaikkan
harga jual saham tiap tahunnya. Ketiga adalah warga masyarakat Sukolilo itu
sendiri. Sebagai sumber utama dengan adanya pertentangan antara warga yang
setuju dengan warga yang kontra terhadap pendirian pabrik semen di kawasan
Kecamatan Sukolilo. Penentangan dari pihak kontra sering diwujudkan dengan
kekhawatiran mereka terhadap lingkungan sekitar gunung Kendeng untuk
dieksploitasi oleh perusahaan, yang nantinya akan membuat bencana dan dampak
yang negatif, seperti diantaranya: polusi udara, kebisingan dari pabrik,
mondar-mandirnya kendaraan proyek untuk distribusi,
merusak hutan karena kawasan Kendeng adalah sebagai sumber mata air yang
fungsinya bisa digunakan untuk irigasi sawah dan ladang di beberapa desa di
Kecamatan Sukolilo.
Konflik
yang terjadi dalam kasus pendirian pabrik semen di Kecamatan Sukolilo Kabupaten
Pati memang kompleks akar permasalahannya, sampai-sampai pemecahan resolusi
konflik sulit untuk ditindaklanjuti. Ditambah dengan pernyataan dari pihak
perusahaan bahwa meraka tidak mundur dari perencanaan proyek di kawasan kars
Kendeng Sukolilo, tetapi jika perusahaan harus set back lagi kecil
kemungkinannya.
Resolusi
konflik yang digunakan untuk memperoleh keluaran konflik yakni dengan
intervensi pihak ketiga, dimana keputusan yang diperoleh tidak mengikat.
Keputusan hanya mengikat para pihak yang terlibat konflik sampai pihak ketiga
tidak mempunyai wewenang untuk mengambil sebuah keputusan. Khususnya dalam
penyelesaian kasus konflik pendirian pabrik semen di Kecamatan Sukolilo,
dimediasi oleh pihak Pemda Kab. Pati yang dianggap kurang sesuai hasil
capaiannya dan tidak memuaskan bagi pihak yang berkonflik.
Setelah teridentifikasi melalui
pemetaan konflik secara khusus diperlukan mediasi untuk melaksanakan
musyawarah. Kembali penyusunan desain intervensi yang berisi tentang tujuan,
sasaran, target intervensi dan penentuan apa yang akan dicapai dalam proses
mediasi. Akan tetapi dalam proses mediasi yang dilakukan lebih dari lima kali,
yang diikuti oleh perwakilan dari pihak yang terlibat dalam
konflik tidak berusaha untuk mengoptimalkan dengar pendapat, penyeimbangan
kekuasaan dan kejujuran masih sangat jauh dari harapan. Berikut gambar peta
konflik yang terjadi dalam rencana pendirian pabrik semen di Sukolilo Kabupaten
Pati:
Sumber Gambar : UNDIP |
Proses mediasi yang dilakukan oleh
pihak Pemerintah Daerah untuk mengendalikan konflik dalam rencana pendirian
pabrik semen di Kecamatan Sukolilo tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan
tahapan yang sudah ada. Berkali-kali upaya mediasi telah dilakukan tapi belum
ada hasil yang mencapai kesepakatan bersama, belum ada solusi terbaik untuk
semua pihak yang berkonflik.
5. PENUTUP
Pada dasarnya penolakan yang muncul
pada mayoritas penduduk Desa Sukolilo, Kedumulyo, Baturejo dan Gadudero dengan
keberanian mereka untuk melawan penolakan berawal dari keresahan warga akan
ketidakpastian masa depannya, yang membawa dominasi komponen afektif berupa
ketidakpercayaan dan kekhawatiran terhadap berbagai kemungkinan dampak
pembangunan pabrik semen. Selain itu isu lingkungan menjadi salah satu alasan
yang tidak kalah penting, kekhawatiran akan hilangnya sumber mata air, polusi
suara (kebisingan) dan juga polusi udara yang berdampak pada kesehatan. Untuk
itu pemanfaatan sumber daya alam yang dikelola Pemerintah Daerah harus
dilaksanakan secara adil dan selaras. Jika tidak demikian, maka yang terjadi
adalah konflik.
Untuk itu langkah terbaik untuk sosialisasi
dengan masyarakat desa tetap mengedepankan adat, budaya, kondisi sosial dan
ekonomi mereka. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik yang
berkepanjangan. Karena selama ini, setiap ada pembangunan ataupun kebijakan
baru dari Pemda Kab. Pati hampir selalu menuai konflik yang berkelanjutan. Hal
ini bisa diperkirakan kurangnya kedekatan (miscommunication) antara decision
maker dengan society.
Sebaiknya selalu ada ruang dialog yang
lebih intens, karena selama ini masih minim dengan nilai-nilai moral dan
kesadaran diri serta political will Pemda Kabupaten Pati dan Pemprov Jateng
yang berpihak pada kesejahteraan masa depan bangsa menjadi taruhan penting.
Sehingga realisasi program yang telah disepakati bersama menjadi kualitas yang aktual
serta nyata dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Jawa Tengah.
DAFTAR PUSATAKA
BUKU
Bouman, Pengertian Desa, Beratha, Bandung1982
B.NMarbun, pengertian pedesaan,Mandarmaju,
Bandung 2006
Davis, Konflik Pertanahan, Galia Indonesia,
Jakata1977
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang No. 32 Tahun 2004
FILM
SEMEN VS SAMIN, Produksi Watchdoc
Indonesia
INTERNET
Omahkendeng[dot]org
Walhi[dot]or[dot]id
No comments:
Post a Comment