Suhu, Mentor
Pertama Ali di Kota Bunga
Part I
*Ali Ahsan Al-Haris
Bertemu
lagi dengan saya, maaf maksut saya bertemu lagi dengan tulisan saya. Pada
tulisan ini sedikit banyak saya akan melanjutkan sebuah cerita-cerita tak
bertuan. Kali ini saya akan membahas salah satu dari sekian teman/ sahabat Saudara bahkan mentor bagi saya yang tak lain
tak bukan saya sebut dirinya dengan SUHU.
Mengapa
saya menyebut tokoh yang akan saya ceritakan ini dengan julukan Suhu
dikarenakan tokoh tersebut adalah sekian dari banyak orang yang aku temui
sekaligus aku belajar darinya dalam berbagai hal dengan notabe Gila, gila karena secara logika takan
sampai aku fikirkan.
Mari
kita mulai, Bismillahirrahmanirrahim.
Saya bertemu denganya pada tahun 2011, untuk tanggal dan bulanya saya lupa.
Seingatku pada saat itu bulan Ramadhan pertamaku di Kota Malang; salah satu
kota ter Gila yang pernah aku sambangi dengan berbagai misterinya.
Sosoknya
bertubuh kurus tinggi, kulitnya sawo matang seperti kebanyakan orang Bumi
Putera. Rambutnya pada saat itu agak panjang tak rapi. Biasa berpakaian yang
menurutku waktu itu cenderung aneh dan lucu. Mengapa cara berpakaianya aku
anggap lucu karena tidak mencerminkan kebanyakan mahasiswa yang stylish dan
rapi. Jujur pada pertama kali bertemu denganya aku berkesan padanya bahwa orang
ini cenderung sulit untuk bergaul. Sosoknya yang pendiam dengan pandangan yang
mengoreksi setiap hal yang dilihatnya menambah keyakinanku bahwa orang ini
memang sulit di ajak ngobrol.
Pada
saat itu dia memiliki kebiasaan jarang pulang ke kos, dengar-dengar menyelidik
ternyata aku tahu bahwa dia suka tidur di UKM, kos temenya dan ternyata dia
juga punya kontarakan lagi di luar kos yang kita tempati bersama. Kebiasaanya
tersebut sebenarnya bukanlah masalah bagiku, karena sedikit banyak aku sudah
tahu bahwa dunia mahasiswa memang di sibukan dengan berbagai kegiatan akademik
maupun aktivis, dan aku memang menilai dari awal kalau dia adalah salah satu
aktivis kampus di Kota Malang.
Singkat
cerita aku mulai akrab denganya karena dia memiliki kebiasaan menonton film dan
membaca buku di dalam kamar. –Perlu pembaca ketahui, kamar anak kos berada di
lantai dua; kamarnya berada paling ujung dekat balkon kos. Balkon digunakan
anak-anak kos untuk sekedar duduk santai sambil ngopi, ngerumpi, baca buku,
merokok atau mengawasi keadaan bawah. –saat aku mau ke balkon untuk melihat
lihat kondisi di bawah, pintu kamarnya yang tidak tertutup rapat membuatku
dapat melirik sekilas apa yang ia kerjakan. Di antara anak kos, dia salah satu
pemilik dipan dengan ukuran lebar, dipan berukuran persegi yang salah satu
ujungnya datar di fungsikan dia untuk menaruh laptopnya sembari nonton film.
Sedikit-sedikit aku beranikan untuk tiba-tiba nyelonong masuk kamarnya tanpa
mengucap salam [Hal ini kalau sekarang aku fikir memang konyol dan tak sopan,
tapi itulah Ali] sambil ikut nimbrung nonton juga. Aktivitas ini lama kelamaan
diketahui oleh dia, aku pun di sapa olehnya untuk di ajak gabung nonton. Kalau
gak salah waktu itu kita nonton film Fast and Furios, entah itu seri berapa aku
lupa. Berawal dari situlah aku mulai akrab denganya.
Sebenarnya kalau berniat menulis cerita ini
sesuai pola novel dan penguatan tokoh jujur saja aku tak sanggup, bukan berarti
aku tak sanggup atau sejenisnya. Karena begitu banyak pengalaman dan kenangan
yang aku alami denganya. Sebagai rasa penghargaan dan rasa terimakasih yang
mendalam untuknya maka cerita sederhana ini semoga dapat tersampaikan padanya.
Kenapa kok gak bilang langsung saja ? karena aku punya cara sendiri yang
menurutku lebih tepat dan apresiative dalam berterimakasih. Semoga.
Setahuku,
ingat setahuku lho ya !! hehe. Dia berasal dari background yang berkeluarga
bagus dan harmonis, anak terakhir dari tiga bersaudara. Memiliki sosok kakang
dan mbakyu. Berasal dari daerah dekat lubang 65 dan yang paling penting untuk
pembaca ketahui juga. Dia memiliki sosok ikhlas luar bisa gila, pemikiranya
yang idealis di lengkapi dengan kejujuran yang tiada tara membuatku hormat
padanya.
Bicara
pengalaman apa saja yang pernah aku alami denganya, ribuan kenangan yang memang
harus saya tulis. Namun aku hanya akan menulis beberapa saja yang menurutku
begitu membekas di hatiku sampai saat ini. Hal ini bukan berarti yang tak saya
sebutkan tidak berarti. Ini masalah penerimaan pribadiku, karena bisa saja yang
kutulis nanti menurutnya itu biasa saja dan sebetulnya banyak hal yang harusnya
di akui olehnya hal itu diperjuangkanya untuku namun malah aku menganggapnya
bisa saja.
Pendidikan
karakter dengan Naik Gunung, dulu waktu aku SMK kelas 2 sering ngeNet. Selain
mengerjakan tugas-tugas sekolah aku sering buka-buka gambar gunung yang
terkenal di Indonesia, dan pada saat itu yang aku buka adalah gunung Semeru.
Tepat saat aku melihatnya aku berdoa agar Allah mengizinkan aku untuk bisa
kesana. Lanjut saat aku kelas tiga SMK, aku melakukan agenda tahunan sekolah
yakni Pelatihan Sistem Ganda (PSG), semacam maggang bagi anak SMK yang memakan
waktu 4-5 bulan. Kelompoku PSG nya di
taruh di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Beberapa minggu di sana aku bertemu
dengan orang yang berprofesi sebagai Supliyer ikan untuk pabrik, biasa aku
panggil dengan sapaan akrab Mas Teguh.
Singkat cerita aku mulai akrab denganya, aku di tawari maen ke rumahnya yang
jaraknya kisaran 2 Km dari basecampku. Ternayata ekh ternayata, dia memiliki
hobi naik gunung. Kebetulanya juga dia memperlihatkan foto-foto pendakianya di
Gunung Semeru. Entah kenapa Allah mempertemukan aku dengan mas teguh,
sepertinya doaku untuk naik semeru mulai terwujud. Dia mengenalkan padakau
adiknya yang pada saat itu semester 7 sedang kuliah di Universitas Brawijaya
Malang. Adiknya mas teguh yang bernama Tomi bilang ke aku “Kalau nanti lulus
dan mau lanjut coba saja di Brawijaya dek, ada Fakultas Perikanan kok [Mas Tomi
merekomendasikan saya pada Fakultas Perikanan dikarenakan saya adalah siswa SMK
Jurusan Perikanan], Selain itu mas juga aktif di Impala- [Pada saat itu aku
hanya mengangguk saja sok tahu apa itu Impala] –nanti masuk Impala juga biar
hobi kamu saat SMK dapat tersalurkan secara baik”.
Singkat
cerita akhirnya aku lulus SMK, berkeinginan untuk lanjut sekolah lagi. Mulai
dari sekolah Pelayaran Sorong Papua, Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, Akademi
Perikanan Sidoarjo, Sekolah Tinggi Statistik aku coba semua dan hasilnya gagal.
Opsi terakhir hanya daftar SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri). Pada saat itu aku memilih jalur IPA yang hanya boleh diperkenankan
memilih dua jurusan saja. Sedikit cerita saja, pemilihan kampus mana dan
jurusan apa sempat aku bingungkan juga. Ibu saya menyarankan di Universitas
Diponegoro saja, alasanya dekat rumah dan banyak kenalan akrab Dekan-dekan di
sana. Bapak saya menyaranankan di IAIN Walisongo Semarang (Sekarang UIN
Walisongo), alasanya karena Bapak banyak orang dalam yang nanti bisa bantu.
Akhirnya aku tetapkan juga aku hanya memilih jurusan di Undip saja. Lain waktu
Mas saya telfon untuk nyoba di Brawijaya saja, alasanya “Mosok dua pilihan Undip kabeh nang, sijie Brawijaya ae cobak”.
Akhirnya aku tetapkan untuk memilih Undip dan Brawijaya.
No comments:
Post a Comment