Thursday, December 31, 2015

Suhu, Mentor Pertama Ali di Kota Bunga

Suhu, Mentor Pertama Ali di Kota Bunga
Part II (end)

*Ali Ahsan Al-Haris

Hasil pengumuman menyatakan aku lolos SNMPTN di  Kampus bernama raja-raja Majapahit tersebut. Hal ini aku belum sadari apa dibalik ini semua. Aku hanya mengucap syukur sedalam-dalamnya kepada Allah ternyata orang geblek sepertiku masih diberi kesempatan kuliah di kampus negeri.

Hal ini mulai tersadar saat Suhu mengajak aku untuk ke Gunung Semeru; rumah para dewa; gunung tertinggi di Pula Jawa, gunung beken yang pertama kali aku tanjaki. Perjalan ke Ranukumbololah aku menyadari hal ini, bahwa dulu aku pernah berdoa kepada Allah untuk diberi kesempatan nanjak ke salah satu gunungnya. Allah memberi kode morse kepadaku dengan dipertemukan dengan Mas Teguh, Adiknya yang bernama Tomi, diterima di Brawijaya dan tak lain tak bukan orang yang dimanahi oleh Allah adalah sosok yang saya ceritakan ini -Suhu. Ternyata aku faham mengapa harus kuliah di Malang, ya inilah alasanya, aku menganggap Allah mengabulkan do’aku.

Sebagai gunung beken yang pertama kali aku tanjaki, jujur saja aku tak tahu menahu teknik packing dan mendaki yang benar dengan medan yang jauh berbeda aku alami semenjak di SMK dulu. Suhu mengajariku dengan sabar, mulai dari cara packing, melipat dan memasukan tenda sampai ke cara mendirikan tenda. Tak banyak memang yang suhu ajarkan padaku. Karena aku merasa, selain dia lelah membawa cariel sendirian, ada misi lain di balik itu semua; salah satu analisisku yakni belajar step by step. Pendakian semeru suhu hanya megajariku A, pendakian besok B begitupun seterusnya.

Pengalaman yang membekas buatku dan suhu adalah pintu tenda yang tidak bisa di tutup karena resletingya rusak. Parahnya  lagi pendakian pertamaku adalah musim hujan, dan benar saja. Malam pertamaku di gunung di sambut dengan hujan deras, angin lebat dengan pintu tunda yang rusak tak bisa ditutup menemani kita di Kali Mati. Bagi pembaca yang pernah mendaki gunung, tahu kondisi semeru seperti apa maka akan dapat merasakan betapa gokilnya aku dan suhu alami pada malam itu.  

Hal tersebut bukan menjadi halangan bagi kita, malahan itu menjadi momen yang sampai sekarang menjadi bahan tertawaan saat aku bertemu denganya.

Pendakian pertama ke Semeru, gunung yang selama ini aku cita-citakan ternayata sesuai do’a awal ku pada Allah. “Izinkanlah aku ke salah satu gunungmu; Semeru”. Ternayata memang benar, aku tidak diperkenankan menginjak puncanya. Mahameru. Aku berfikiran, selain fisik yang kurang kuat, Allah hanya mengizinkan aku mengunjungi gunungnya saja, masalah puncak di pending dulu.

Pendakian ke Semeru lain waktupun akhirnya aku dapat puncaknya; Mahameru. Sudah dapat puncak, akupun sempat penasaran bagaimana rasanya sampai puncak sebelum matahari terbit, menikmati sunrise, mungkin itu adalah hal yang menyenangkan. Toh hal ini kesampaian juga pada pendakianku selanjutnya, entah kenapa Allah memberiku hal ini dengan mudahnya. Namun saat aku merasa do’aku ingin ke Semeru, puncak dan dapat sunrise sudah terpenuhi semua. Sampai saat ini aku malah takut untuk nanjak lagi ke Semeru, entah kenapa hal ini aku rasakan karena yang jelas semua keinginanku sudah  tercapai semua di Semeru. Dan aku rasa itu cukup bagiku, bahkan lebih. Untuk membungkus keinginan ke Semeru kembali, aku sering bohong pada teman-teman maupun adik tingkatku dengan beribu-ribu alasan kalau akan di ajak nanjak ke Semeru lagi hahaha.

Oke lanjut, Perjalanan pulang, aku di traktir makan sama bakso Malang sama suhu. Sungguh terasa nikmat tiada tara, serasa seumur hidup ini tak pernah melihat dan makan yang namanya Bakso. Mungkin ini karena efek rasa capek yang tiada tara.

Sampai di kos dan selebihnya, suhu bercerita tentang perjalan kita ke semeru. Namun dia bukan hanya bercerita, ternyata aku mulai faham karakter suhu itu bagaimana. Hal ini aku sadari dengan cerita-cerita perjalan kita gunung namun ada serpihan-serpihan maksut dan nasihat yang sengaja ia tujukan padaku. Seperti “Naik gunung itu perang batin leh, perang antara fisik dan niat”, “di Gunung itu kita akan tahu karakter kita dan teman-teman kita”, “Tujuan naik gunung ya pulang, bukan puncak”, “Sabar dan do;a jadi kunci utama kalau naik gunug leh”. Itu hanya beberapa dari ribuan unyaian kalimat yang ia sampaikan padaku.

Pengalaman saya denganya kiranya apa lagi ya, sebenarnya ad banyak hal yang sulit untuk aku sendiri aku utarakan pada tulisan ini, namun setidaknya hal ini dapat menjadi inspirasi pembaca semua bahwasanya teman adalah segala hal diatas segala hal.

Masalah iklhas-ikhlasan, Suhu adalah sekian banyak dari banyak orang yang menurutku paling ikhlas selama berada di kota bunga. Pernah aku mengalaminya saat dia rela sepeda motornya di pinjam berhari-hari bahkan berminggu-minggu oleh temanya; malahan bukan hanya sekedar di pinjam, yang ada dipinjam plus merusakan. Dan ujung-ujungnya Suhu yang mengganti dengan uangnya sendiri. Hal itu juga pernah aku alami dengan sendirinya. Berat rasanya, tapi kenapa dia bisa ya.

Jujur saja aku bingung harus menulis dari celah mana lagi, karena saya rasa semua celah itu sudah dipenuhi olehnya, kebaikanya padaku serta perhatinya yang curahkan padaku melebihi lebih dari teman. Namun ada hal yang paling aku curigai dan cenderung curigai dari dia, pembacaan karakter orang yang sering dia lakukan. Entah pembaca percaya atau tidak, dia adalah orang yang jago membaca fikiran seseorang. Aku adalah saksi mata yang masih hidup untuk menceritakan hal ini kepada pembaca.

Bagi pembaca yang sudah mengetahui siapa Suhu dan bagaimana karakternya mungkin sedikit banyak akan meng-amini hal ini. Namun bagi pembaca yang tidak tahu siapa dia, aku jamin seratus persen akan heran seheran-heranya dan cenderung merasa hal ini kontradiksi besar karena ketidak percayaan yang kalian emban di pundak kalian masing-masing.

So, aku merasa cukup untuk menyudahi cerita singkat ini. Semoga naskah sederhana ini dapat member pelajaran kepada kalian semua bahwa teman itu sama berharganya dengan diri kalian. Kalaupun dari pembaca ada yang sedang bermusuhan dengan teman kalian maka segeralah untuk saling bermaafan.


Sekian terimakasih dari saya, budayakan membaca dan menulis. Karena membaca akan menyelamatkan kalian dari kebodohan , sedangkan menulis akan menyelamatkan kalian dari pusaran sejarah zaman. Thanks Go ahead brother

Behind the gun @aliahsanID

No comments:

Post a Comment