Suhu, Mentor
Pertama Ali di Kota Bunga
Part II (end)
*Ali Ahsan Al-Haris
Hasil
pengumuman menyatakan aku lolos SNMPTN di
Kampus bernama raja-raja Majapahit tersebut. Hal ini aku belum sadari
apa dibalik ini semua. Aku hanya mengucap syukur sedalam-dalamnya kepada Allah
ternyata orang geblek sepertiku masih diberi kesempatan kuliah di kampus
negeri.
Hal
ini mulai tersadar saat Suhu mengajak aku untuk ke Gunung Semeru; rumah para
dewa; gunung tertinggi di Pula Jawa, gunung beken yang pertama kali aku
tanjaki. Perjalan ke Ranukumbololah aku menyadari hal ini, bahwa dulu aku
pernah berdoa kepada Allah untuk diberi kesempatan nanjak ke salah satu
gunungnya. Allah memberi kode morse kepadaku dengan dipertemukan dengan Mas
Teguh, Adiknya yang bernama Tomi, diterima di Brawijaya dan tak lain tak bukan
orang yang dimanahi oleh Allah adalah sosok yang saya ceritakan ini -Suhu.
Ternyata aku faham mengapa harus kuliah di Malang, ya inilah alasanya, aku
menganggap Allah mengabulkan do’aku.
Sebagai
gunung beken yang pertama kali aku tanjaki, jujur saja aku tak tahu menahu
teknik packing dan mendaki yang benar dengan medan yang jauh berbeda aku alami
semenjak di SMK dulu. Suhu mengajariku dengan sabar, mulai dari cara packing,
melipat dan memasukan tenda sampai ke cara mendirikan tenda. Tak banyak memang
yang suhu ajarkan padaku. Karena aku merasa, selain dia lelah membawa cariel
sendirian, ada misi lain di balik itu semua; salah satu analisisku yakni
belajar step by step. Pendakian semeru suhu hanya megajariku A, pendakian besok
B begitupun seterusnya.
Pengalaman
yang membekas buatku dan suhu adalah pintu tenda yang tidak bisa di tutup
karena resletingya rusak. Parahnya lagi
pendakian pertamaku adalah musim hujan, dan benar saja. Malam pertamaku di
gunung di sambut dengan hujan deras, angin lebat dengan pintu tunda yang rusak
tak bisa ditutup menemani kita di Kali
Mati. Bagi pembaca yang pernah mendaki gunung, tahu kondisi semeru seperti
apa maka akan dapat merasakan betapa gokilnya aku dan suhu alami pada malam
itu.
Hal
tersebut bukan menjadi halangan bagi kita, malahan itu menjadi momen yang
sampai sekarang menjadi bahan tertawaan saat aku bertemu denganya.
Pendakian
pertama ke Semeru, gunung yang selama ini aku cita-citakan ternayata sesuai
do’a awal ku pada Allah. “Izinkanlah aku ke salah satu gunungmu; Semeru”. Ternayata
memang benar, aku tidak diperkenankan menginjak puncanya. Mahameru. Aku
berfikiran, selain fisik yang kurang kuat, Allah hanya mengizinkan aku
mengunjungi gunungnya saja, masalah puncak di pending dulu.
Pendakian
ke Semeru lain waktupun akhirnya aku dapat puncaknya; Mahameru. Sudah dapat puncak, akupun sempat penasaran bagaimana
rasanya sampai puncak sebelum matahari terbit, menikmati sunrise, mungkin itu
adalah hal yang menyenangkan. Toh hal ini kesampaian juga pada pendakianku selanjutnya,
entah kenapa Allah memberiku hal ini dengan mudahnya. Namun saat aku merasa
do’aku ingin ke Semeru, puncak dan dapat sunrise sudah terpenuhi semua. Sampai
saat ini aku malah takut untuk nanjak lagi ke Semeru, entah kenapa hal ini aku
rasakan karena yang jelas semua keinginanku sudah tercapai semua di Semeru. Dan aku rasa itu
cukup bagiku, bahkan lebih. Untuk membungkus keinginan ke Semeru kembali, aku
sering bohong pada teman-teman maupun adik tingkatku dengan beribu-ribu alasan
kalau akan di ajak nanjak ke Semeru lagi hahaha.
Oke
lanjut, Perjalanan pulang, aku di traktir makan sama bakso Malang sama suhu.
Sungguh terasa nikmat tiada tara, serasa seumur hidup ini tak pernah melihat
dan makan yang namanya Bakso. Mungkin ini karena efek rasa capek yang tiada
tara.
Sampai
di kos dan selebihnya, suhu bercerita tentang perjalan kita ke semeru. Namun
dia bukan hanya bercerita, ternyata aku mulai faham karakter suhu itu
bagaimana. Hal ini aku sadari dengan cerita-cerita perjalan kita gunung namun
ada serpihan-serpihan maksut dan nasihat yang sengaja ia tujukan padaku.
Seperti “Naik gunung itu perang batin leh, perang antara fisik dan niat”, “di
Gunung itu kita akan tahu karakter kita dan teman-teman kita”, “Tujuan naik
gunung ya pulang, bukan puncak”, “Sabar dan do;a jadi kunci utama kalau naik
gunug leh”. Itu hanya beberapa dari ribuan unyaian kalimat yang ia sampaikan
padaku.
Pengalaman
saya denganya kiranya apa lagi ya, sebenarnya ad banyak hal yang sulit untuk
aku sendiri aku utarakan pada tulisan ini, namun setidaknya hal ini dapat
menjadi inspirasi pembaca semua bahwasanya teman adalah segala hal diatas
segala hal.
Masalah
iklhas-ikhlasan, Suhu adalah sekian banyak dari banyak orang yang menurutku
paling ikhlas selama berada di kota bunga. Pernah aku mengalaminya saat dia
rela sepeda motornya di pinjam berhari-hari bahkan berminggu-minggu oleh
temanya; malahan bukan hanya sekedar di pinjam, yang ada dipinjam plus
merusakan. Dan ujung-ujungnya Suhu yang mengganti dengan uangnya sendiri. Hal
itu juga pernah aku alami dengan sendirinya. Berat rasanya, tapi kenapa dia
bisa ya.
Jujur
saja aku bingung harus menulis dari celah mana lagi, karena saya rasa semua
celah itu sudah dipenuhi olehnya, kebaikanya padaku serta perhatinya yang
curahkan padaku melebihi lebih dari teman. Namun ada hal yang paling aku
curigai dan cenderung curigai dari dia, pembacaan karakter orang yang sering
dia lakukan. Entah pembaca percaya atau tidak, dia adalah orang yang jago
membaca fikiran seseorang. Aku adalah saksi mata yang masih hidup untuk
menceritakan hal ini kepada pembaca.
Bagi
pembaca yang sudah mengetahui siapa Suhu dan bagaimana karakternya mungkin
sedikit banyak akan meng-amini hal ini. Namun bagi pembaca yang tidak tahu
siapa dia, aku jamin seratus persen akan heran seheran-heranya dan cenderung
merasa hal ini kontradiksi besar karena ketidak percayaan yang kalian emban di
pundak kalian masing-masing.
So,
aku merasa cukup untuk menyudahi cerita singkat ini. Semoga naskah sederhana
ini dapat member pelajaran kepada kalian semua bahwa teman itu sama berharganya
dengan diri kalian. Kalaupun dari pembaca ada yang sedang bermusuhan dengan
teman kalian maka segeralah untuk saling bermaafan.
Sekian
terimakasih dari saya, budayakan membaca dan menulis. Karena membaca akan menyelamatkan
kalian dari kebodohan , sedangkan menulis akan menyelamatkan kalian dari
pusaran sejarah zaman. Thanks Go ahead
brother
Behind the
gun @aliahsanID
No comments:
Post a Comment