Cinta Yang Buta
Laura
dan Maura, sosok kembar identik tapi memiliki sifat yang berbeda. Laura
mempunyai sifat yang pendiam. Lebih suka menikmati kesendiriannya dengan
membaca buku. Karena itulah Laura tidak mempunyai banyak teman dan mendapat
julukan kutu buku dari teman-temannya sekelasnya. Berbeda sekali dengan Maura
yang lebih suka kumpul bersama teman-temannya. Mudah bergaul dan selalu ceria.
Karena sifat mereka yang sangat berbeda inilah orang-orang tak begitu sulit
membedakan keduanya.
Malam itu adalah malam yang spesial bagi Maura. Akhirnya orang
yang ditunggu-tunggu telah datang. Hendry datang dengan membawa setangkai bunga
mawar merah di tangannya. Dengan senyum bahagia Maura menerima bunga yang
dibawa Hendry dan menggandeng lengan Hendry dengan mesra.
“Laura!
Laura!” teriak Maura memanggil.
Laura yang sedang asyik membaca buku di kamarnya pun terpaksa menyudahinya dan segera menghampiri Maura.
Laura yang sedang asyik membaca buku di kamarnya pun terpaksa menyudahinya dan segera menghampiri Maura.
“Ada
apa sih Maura? Pakai teriak-teriak segala,” ucap Laura dengan kesal.
“Nggak ada apa-apa sih. Aku cuma mau ngenalin pacarku sama kamu.” Maura lalu menggandeng kembali lengan Hendry, “Namanya Hendry, teman sekelas kita. Sekarang sudah menjabat sebagai wakil ketua OSIS. Kamu kenal kan?”
“Ya.
Sejak kapan kalian jadian?” tanya Laura, matanya terlihat sedikit berkaca-kaca
menatap ke arah Hendry.
“Seminggu yang lalu.” Maura lalu menarik tangan Hendry dan meninggalkan Laura sendirian di teras.
“Seminggu yang lalu.” Maura lalu menarik tangan Hendry dan meninggalkan Laura sendirian di teras.
Beberapa saat Laura terdiam, kemudian tersenyum memaksa. Laura
lantas masuk dan membiarkan Maura dan Hendry yang sudah duduk berduaan di ruang
tamu. Mereka terlihat sangat mesra. Tak henti-hentinya Hendry memuji Maura
hingga terdengar oleh Laura. Diam-diam Laura sejak tadi memperhatikan mereka.
Perasaannya kacau balau. Rasa marah dan sedih bercampur aduk hingga tak terasa
meneteskan air matanya. Bagaimana tidak, Hendry adalah lelaki yang diam-diam
dicintainya selama ini ternyata sudah berpacaran dengan saudari kembarnya.
Walaupun mereka kembar, Laura tak pernah menceritakan perasaannya pada siapa
pun. Begitu pula sebaliknya, Maura juga tak pernah bercerita tentang
perasaannya pada siapa pun termasuk kepada Laura.
Maura pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan yang akan
dihidangkannya untuk Hendry. Melihat hendry duduk sendirian di ruang tamu,
Laura menghampiri Hendry. Laura pun mencoba menggoda Hendry, tapi Hendry selalu
menghindar.
“Maaf,
aku hanya menyukai Maura. Sebaiknya kamu tinggalkan aku sendiri, sebelum Maura
datang!” usir Hendry dengan halus.
Laura lantas pergi meninggalkan Hendry dalam perasaan jengkel.
Laura lantas pergi meninggalkan Hendry dalam perasaan jengkel.
Di dapur Maura asyik menyiapkan makanan untuk Hendry. Melihat
Maura yang sibuk menyiapkan makanan, Laura menghampiri dan membantunya. Tanpa
sepengetahuan Maura, Laura menambahkan sesuatu pada minuman yang dibuat Maura.
Setelah semuanya selesai, Maura mengantarkan makanan dan minuman yang dibuatnya
kepada Hendry. Laura menatap punggung Maura dengan seringai licik. “Nikmati
saja hari terakhirmu dengan Hendry tersayang. Sebentar lagi kau tidak akan bisa
bersamanya lagi.” Laura terkikik pelan. Laura lantas kembali ke kamarnya dengan
senyum yang tak henti-hentinya tergambar di wajahnya.
Maura menyuapi makanan pada Hendry dengan mesra. Hendry begitu
senang mendapat perlakuan mesra dari pacarnya itu.
“Hend, kamu cobain deh minuman yang aku buat! Pasti enak,” pinta Maura manja. Hendry pun segera meminumnya. Tetapi setelah beberapa teguk, Hendry meletakkan gelas itu ke atas meja. Hendry merasa lehernya tercekik begitu kuat, nafasnya pun tersengal-sengal. Akhirnya tak bisa bernafas sama sekali. Maura yang melihat Hendry sudah tak bernyawa lagi menangis histeris sambil menggoyang-goyang tubuh Hendry.
“Laura! Cepat kemari!” panggil Maura menangis histeris.
Laura segera menghampiri Maura. Laura terkejut ketika melihat Hendry sudah tak bernyawa lagi. Laura lantas menenangkan Maura yang terus menangis.
“Hend, kamu cobain deh minuman yang aku buat! Pasti enak,” pinta Maura manja. Hendry pun segera meminumnya. Tetapi setelah beberapa teguk, Hendry meletakkan gelas itu ke atas meja. Hendry merasa lehernya tercekik begitu kuat, nafasnya pun tersengal-sengal. Akhirnya tak bisa bernafas sama sekali. Maura yang melihat Hendry sudah tak bernyawa lagi menangis histeris sambil menggoyang-goyang tubuh Hendry.
“Laura! Cepat kemari!” panggil Maura menangis histeris.
Laura segera menghampiri Maura. Laura terkejut ketika melihat Hendry sudah tak bernyawa lagi. Laura lantas menenangkan Maura yang terus menangis.
Rumah Laura dan Maura dipenuhi oleh tetangga. Mereka berdesakan
untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di rumah mereka. Tak lama kemudian
polisi datang. Polisi lalu memindahkan mayat Hendry dan menggeledah seisi
rumah. Tak lupa makanan dan minuman yang dimakan Hendry diamankan oleh polisi
untuk penyelidikan. Laura membantu polisi menunjukkan semua ruangan yang ada di
rumahnya. Pada akhirnya sampai di kamar Maura, polisi menemukan sebotol racun
di dalam lemari pakaiannya. Belum sempat berkata, Maura ditangkap polisi. Maura
pun berontak, berusaha membela diri.
“Pak,
tolong lepaskan saya! Saya tidak tau apa-apa kenapa Hendry meninggal,” jelas
Maura menangis.
“Kemungkinan
Hendry meninggal karena keracunan, dan saya menemukan botol racun ini di lemari
pakaian anda. Jadi anda jelaskan saja di kantor polisi,” ucap polisi itu sambil
membawa Maura ke mobil polisi.
Maura sangat terkejut dan syok mendengar perkataan polisi itu. Maura tidak tahu apa-apa tentang racun itu. Maura sudah sangat terpukul dengan kematian Hendry yang tiba-tiba, dan sekarang dituduh sebagai pembunuh Hendry.
Maura sangat terkejut dan syok mendengar perkataan polisi itu. Maura tidak tahu apa-apa tentang racun itu. Maura sudah sangat terpukul dengan kematian Hendry yang tiba-tiba, dan sekarang dituduh sebagai pembunuh Hendry.
“Laura, tolong aku! Kumohon! Aku tak bersalah,” pinta Maura.
Laura hanya diam sambil menatap Maura yang tengah menuju ke kantor polisi dengan senyum sinis di bibirnya.
“Selamat tinggal Maura sayang. Sayang sekali, seharusnya kamu yang mati di tanganku,” pikirnya dengan penuh kebencian.
Beberapa polisi membawa sekantung plastik mayat yang berisi mayat
Hendry lewat begitu saja di hadapannya. Laura hanya bisa menatap plastik mayat
Hendry di kejauhan dan berkata dengan pelan “Lebih baik kau mati, daripada aku
harus melihatmu bersama dengan gadis lain. Kalau aku tak bisa memilikimu, maka
tak ada seorang pun yang boleh memilikimu.” [Oleh : Betry Silviana].
No comments:
Post a Comment