Thursday, November 24, 2016

Cinta Yang Buta

Cinta Yang Buta

Laura dan Maura, sosok kembar identik tapi memiliki sifat yang berbeda. Laura mempunyai sifat yang pendiam. Lebih suka menikmati kesendiriannya dengan membaca buku. Karena itulah Laura tidak mempunyai banyak teman dan mendapat julukan kutu buku dari teman-temannya sekelasnya. Berbeda sekali dengan Maura yang lebih suka kumpul bersama teman-temannya. Mudah bergaul dan selalu ceria. Karena sifat mereka yang sangat berbeda inilah orang-orang tak begitu sulit membedakan keduanya.
Malam itu adalah malam yang spesial bagi Maura. Akhirnya orang yang ditunggu-tunggu telah datang. Hendry datang dengan membawa setangkai bunga mawar merah di tangannya. Dengan senyum bahagia Maura menerima bunga yang dibawa Hendry dan menggandeng lengan Hendry dengan mesra.
“Laura! Laura!” teriak Maura memanggil.
Laura yang sedang asyik membaca buku di kamarnya pun terpaksa menyudahinya dan segera menghampiri Maura.
“Ada apa sih Maura? Pakai teriak-teriak segala,” ucap Laura dengan kesal.

“Nggak ada apa-apa sih. Aku cuma mau ngenalin pacarku sama kamu.” Maura lalu menggandeng kembali lengan Hendry, “Namanya Hendry, teman sekelas kita. Sekarang sudah menjabat sebagai wakil ketua OSIS. Kamu kenal kan?”
“Ya. Sejak kapan kalian jadian?” tanya Laura, matanya terlihat sedikit berkaca-kaca menatap ke arah Hendry.
“Seminggu yang lalu.” Maura lalu menarik tangan Hendry dan meninggalkan Laura sendirian di teras.
Beberapa saat Laura terdiam, kemudian tersenyum memaksa. Laura lantas masuk dan membiarkan Maura dan Hendry yang sudah duduk berduaan di ruang tamu. Mereka terlihat sangat mesra. Tak henti-hentinya Hendry memuji Maura hingga terdengar oleh Laura. Diam-diam Laura sejak tadi memperhatikan mereka. Perasaannya kacau balau. Rasa marah dan sedih bercampur aduk hingga tak terasa meneteskan air matanya. Bagaimana tidak, Hendry adalah lelaki yang diam-diam dicintainya selama ini ternyata sudah berpacaran dengan saudari kembarnya. Walaupun mereka kembar, Laura tak pernah menceritakan perasaannya pada siapa pun. Begitu pula sebaliknya, Maura juga tak pernah bercerita tentang perasaannya pada siapa pun termasuk kepada Laura.
Maura pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan yang akan dihidangkannya untuk Hendry. Melihat hendry duduk sendirian di ruang tamu, Laura menghampiri Hendry. Laura pun mencoba menggoda Hendry, tapi Hendry selalu menghindar.
“Maaf, aku hanya menyukai Maura. Sebaiknya kamu tinggalkan aku sendiri, sebelum Maura datang!” usir Hendry dengan halus.
Laura lantas pergi meninggalkan Hendry dalam perasaan jengkel.
Di dapur Maura asyik menyiapkan makanan untuk Hendry. Melihat Maura yang sibuk menyiapkan makanan, Laura menghampiri dan membantunya. Tanpa sepengetahuan Maura, Laura menambahkan sesuatu pada minuman yang dibuat Maura. Setelah semuanya selesai, Maura mengantarkan makanan dan minuman yang dibuatnya kepada Hendry. Laura menatap punggung Maura dengan seringai licik. “Nikmati saja hari terakhirmu dengan Hendry tersayang. Sebentar lagi kau tidak akan bisa bersamanya lagi.” Laura terkikik pelan. Laura lantas kembali ke kamarnya dengan senyum yang tak henti-hentinya tergambar di wajahnya.
Maura menyuapi makanan pada Hendry dengan mesra. Hendry begitu senang mendapat perlakuan mesra dari pacarnya itu.
“Hend, kamu cobain deh minuman yang aku buat! Pasti enak,” pinta Maura manja. Hendry pun segera meminumnya. Tetapi setelah beberapa teguk, Hendry meletakkan gelas itu ke atas meja. Hendry merasa lehernya tercekik begitu kuat, nafasnya pun tersengal-sengal. Akhirnya tak bisa bernafas sama sekali. Maura yang melihat Hendry sudah tak bernyawa lagi menangis histeris sambil menggoyang-goyang tubuh Hendry.
“Laura! Cepat kemari!” panggil Maura menangis histeris.
Laura segera menghampiri Maura. Laura terkejut ketika melihat Hendry sudah tak bernyawa lagi. Laura lantas menenangkan Maura yang terus menangis.
Rumah Laura dan Maura dipenuhi oleh tetangga. Mereka berdesakan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di rumah mereka. Tak lama kemudian polisi datang. Polisi lalu memindahkan mayat Hendry dan menggeledah seisi rumah. Tak lupa makanan dan minuman yang dimakan Hendry diamankan oleh polisi untuk penyelidikan. Laura membantu polisi menunjukkan semua ruangan yang ada di rumahnya. Pada akhirnya sampai di kamar Maura, polisi menemukan sebotol racun di dalam lemari pakaiannya. Belum sempat berkata, Maura ditangkap polisi. Maura pun berontak, berusaha membela diri.
“Pak, tolong lepaskan saya! Saya tidak tau apa-apa kenapa Hendry meninggal,” jelas Maura menangis.
“Kemungkinan Hendry meninggal karena keracunan, dan saya menemukan botol racun ini di lemari pakaian anda. Jadi anda jelaskan saja di kantor polisi,” ucap polisi itu sambil membawa Maura ke mobil polisi.
Maura sangat terkejut dan syok mendengar perkataan polisi itu. Maura tidak tahu apa-apa tentang racun itu. Maura sudah sangat terpukul dengan kematian Hendry yang tiba-tiba, dan sekarang dituduh sebagai pembunuh Hendry.

“Laura, tolong aku! Kumohon! Aku tak bersalah,” pinta Maura.
Laura hanya diam sambil menatap Maura yang tengah menuju ke kantor polisi dengan senyum sinis di bibirnya.

“Selamat tinggal Maura sayang. Sayang sekali, seharusnya kamu yang mati di tanganku,” pikirnya dengan penuh kebencian.
Beberapa polisi membawa sekantung plastik mayat yang berisi mayat Hendry lewat begitu saja di hadapannya. Laura hanya bisa menatap plastik mayat Hendry di kejauhan dan berkata dengan pelan “Lebih baik kau mati, daripada aku harus melihatmu bersama dengan gadis lain. Kalau aku tak bisa memilikimu, maka tak ada seorang pun yang boleh memilikimu.” [Oleh : Betry Silviana].




No comments:

Post a Comment