Saturday, November 26, 2016

Kalau Jodoh Pasti Bertemu

Kalau Jodoh Pasti Bertemu
*Ali Ahsan Al Haris [ed]

Adinda dan Adam sudah pacaran semenjak mereka kelas 1 SMA dan tahun ini memasuki tahun ke-3. Mereka adalah pelajar kelas XII di sebuah sekolah di Sabang, kota paling barat Indonesia. Hubungan mereka berjalan cukup baik, sama halnya seperti kebanyakan pasangan lain yang suka menghabiskan waktu bersama. Makan, jalan, mendiskusikan banyak hal bersama. Baik urusan sekolah ataupun luar sekolah.

Tahun ini adalah tahun yang akan lumayan berat. karena pasalnya sebentar lagi mereka akan mengikuti ujian akhir. Setiap bertemu pun mulai ada pembicaraan-pembicaraan tentang keinginan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah berusaha cukup giat mereka lulus dengan nilai yang memuaskan.

“Din, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu.” Suara Adam memecah keheningan di antara mereka.

“Iya Dam, katakan saja.” Jawab Adinda.

“Ini hari terakhir kita di sekolah, dan mungkin…” Adam menghentikan ucapannya.

“Mungkin apa?” desak Adinda penasaran.

“Aku akan melanjutkan kuliah ke luar Aceh.” Hening, hanaya ada suara ombak yang bersahutan di bibir pantai Pulau Weh. “Adinda, aku minta keikhlasanmu untuk hubungan kita.” Lagi-lagi suara Adam memecah lamunan Adinda.

“Baiklah, aku mengerti maksudmu.” Jawab Adinda sambil berusaha bangkit.

“Adinda tunggu.” Pinta Adam sambil menarik lengan Adinda.

“Apa lagi?” tanya Adinda dengan nada suara yang sedikit agak parau karena menahan tangis.

“Aku masih sangat mencintaimu, sama seperti 3 tahun terakhir..” Belum selesai kata-kata Adam, Adinda sudah menjawab mantap.

“Mari kita buktikan cinta kita dalam penantian ini, dan jika kita memang berjodoh aku dan kamu akan bertemu lagi pada saatnya nanti.” Jawaban Adinda mengakhiri percakapan panjang mereka, Adam hanya terdiam melihat Adinda berlalu.

7 tahun Adinda lewati dalam kesendirian, hanya bertemankan kesunyian, buku-buku dan Nanda sahabatnya semenjak kuliah. Sekarang Adinda dan Nanda adalah rekan kerja di sebuah Rumah Sakit Swasta. Suatu ketika entah kenapa Adinda terikat akan sosok Adam, ia membatin “Masihkah ia mencintaiku?”. Dan Bruuukk… Adinda menabrak seseorang, alangkah kagetnya Adinda ketika melihat sosok yang ditabraknya adalah laki-laki yang beberapa detik yang lalu menjadi lamunannya.

“Adinda” “Adam.” Terdengar bersamaan. Itu pertemuan pertama mereka setelah terpisah 7 tahun oleh jarak dan waktu. Terliahat jelas di mata keduanya ada segudang rindu yang mereka simpan untuk satu sama lain. Dari ketidaksengajaan itu sampai ke pertemuan-pertemuan yang sengaja mereka aturkan. 1 bulan sudah mereka merajut kembali apa yang dulu sempat mereka simpan.

Sore itu Adinda hendak pulang ke rumah seusai bertemu Adam. “Assalamu’alaikum”.

“Wa’alaikum salam.” Sambut ibu Adinda.

“Dinda, ada yang mau Ayah dan Ibu bicarakan sama kamu, bisa duduk sebentar” pinta Ayah. Dengan anggukan Adinda duduk di sebelah Ibunya sedangkan Ayah di depan keduanya.

“Begini Nak, kamu kan pernah bilang bahwa siapa saja yang datang melamarmu tidak akan kau tolak selama ia orang yang baik dan kami setuju, bukan begitu?”.

“Iya Ayah,” jawab Adinda dengan perasaan yang sudah tak menentu.

“Sekarang Ayah dan Ibu sudah sepakat akan menjodohkanmu dengan anak dari teman kami, apa ada yang ingin Dinda sampaikan? atau jika Dinda mau Ayah bisa meminta foto dari calon suamimu.”

“Tidak perlu Ayah, Dinda yakin siapapun yang kalian pilihkan untuk Dinda pasti yang terbaik karena semua orangtua pasti menginginkan kebahagiaan untuk anak-anak mereka.”

“Perasaan Adinda malam itu begitu kalang kabut, bukan karena khawatir pada pilihan orangtuanya tapi ia terus memikirkan bagaimana cara memberitaukan kepada Adam. Tanpa Adinda tau di rumah yang terpisah Adam juga dijodohkan oleh orangtuanya. Beberapa hari setelah kejadian tersebut mereka bertemu dan saling bercerita tentang keadaan mereka yang tak mampu menolak permintaan orangtua masing-masing.

“Semua persiapan sudah siap. Pengantin laki-laki, penghulu, saksi dan wali nikah Adinda yaitu Ayahnya. Adinda tidak diizinkan ke luar kamar sebelum Akad nikah selesai, dengan perasaan yang tak menentu Adinda pasrah menunggu. 

“Akadnya sudah akan dimulai” bisik pengiring Adinda.
Sesaat sebelum berangkat Adam masih berharap bahwa nama yang disebutkan orangtuanya sebagai calon pendampingnya adalah orang yang selama ini ia cintai, hanya saja ada keraguan di hati Adam karena mengingat ia hanya tau nama kekasihnya Adinda namun tak tau nama walinya.

“Selang beberapa jam Akad pun dimulai. Adam menjawab lantang dengan satu tarikan nafas saja. “Kalian sudah sah jadi suami istri.” Ini adalah detik-detik menegangkan untuk Adinda dan Adam karena mereka akan bertemu tanpa saling tau. Ibu menggandeng Adinda ke luar kamar. Betapa kaget dan bahagianya mereka ketika melihat satu sama lain.

“Subhanallah” batin keduanya.

“Dialah Adindaku” lirih Adam.
Ya robb, inikah hadiah untuk keikhlasanku” batin Adinda. Dengan berlinang air mata Adinda mencium tangan suaminya dan saat Adam mencium kening Adinda ia membisikkan sesuatu.

“Ana uhibbuki fillah (aku mencintaimu karena Allah)”.

“Ahabbakalladzi ahbabtani lahu (Semoga Allah mencintaimu yang telah mencintaiku karena-Nya)” jawab Adinda. Oleh [Wirdatun Jannah]


No comments:

Post a Comment