Monday, August 21, 2017

Selembar Puisi Maling Tukang Parkir Penyair Metroseksual Dan Polisi Di Kota & Setelah Sandiwara Selesai

Sastrawan Jalanan Part 07

Benar-benar senang jika membaca karya-karya penulis hebat, diksi-diksi yang ia tulis serasa membuat hati ini bergedik bangga. Aku jarang sekali bertemu mereka secara langsung, namun dengan membaca karya-karyanya serasa aku sedang cangkruk dengan mereka, aku serasa dekat dengan mereka. Terlepas apapun itu, entah karya dalam bentuk cetak maupun digital, karya itu di hargai dengan label penerbit besar atau sebatas status facebook dan caption instgram, aku tetap senang dan berdoa semoga makin hari mereka makin produktif menulis.

Aku menjadi penggemar dan penganggum rahasia beberapa penulis, diam-diam aku menguntit kehidupan mereka, aku ikut cemburu dan senang dengan apapun yang mereka tulis dan upload. Hal ini cenderung konyol dan lucu kalau kalian sendiri yang mengalaminya, namun perlu kita akui hal tersebut terjadi bukan hanya pada diriku saja. Melainkan banyak di luar sana, atau bisa jadi salah satunya adalah kalian.

Berikut ada dua puisi karya Bung Parkiran, semoga dapat menginspirasi kita semua. Terimakasih banyak.


Karya 1
Selembar Puisi Maling Tukang Parkir Penyair Metroseksual Dan Polisi Di Kota


Hanya genit lampu patroli polisi
di antara
motor kreditan dicuri maling tiap hari

Hanya kelugasan prikik tukang parkir
di antara
bunyi toa musholla dihimpit bising jalan raya pagi sore

Hanya cakap berapi berapa layaknya halusinasi
di antara
kilatan mata pisau tumpul dalam sebuah puisi

Dimanakah nyanyian cinta mengubur nada nadanya
kemanakah tanah kelahiran menyergah lari anak anaknya
di antara suara-suara yang tak pernah tidur sepanjang waktu

Pasar gaduh manusia rapuh

Dan kota adalah kuali raksasa
tempat maling polisi juga metroseksual kere
dan semacam penyair dan kawan kawannya
bersafari lalu bertumpuk menyatu di tempat tempat keramaian
untuk secara diam diam mengutuk nasib sendiri
hingga gosong malam remang
pelayan yang setia bagi kematian tak bermakna

Oktober 2016


Karya 2
Setelah Sandiwara Selesai

Seorang penyair mencium kekasihnya
Dengan satu diksi dalam puisi ini
Itupun tak sampai

Dengan cinta yang berkobar
Mestinya ada kesetiaan di perjalanan
Untuk berontak pada sepi karena tirani

Mereka butuh berduaan
Untuk membicarakan banyak hal dengan teliti
Tapi tak sekali gerimispun yang turun
Benar benar berlari membawa maunya

Dan dunia tetap tak mengerti
Bahwa dari seribu senyummu
Yang menyayat jantungku
Adalah mimpi setelah itu

April 2015

No comments:

Post a Comment