Sastrawan Jalanan Part 03
Saat aku pertama kali mempublikasi puisi-puisi ber label sasatrawan jalanan ini, aku dapat kabar dari kawan dekatnya. Aku bilang dekat karena selama di Malang, penulis sering kali menginap di kosan kawan saya ini. Dia ikut tertawa saat aku benar-benar memberanikan diri untuk mem publikasi karya-karya dia. Tentu bagi sebagian kalangan, termasuk kalian yang sedang membaca blog saya, akan terheran-heran apa makna dari semua puisi-puisi yang ia tulis. Namun akan aku beritahu sedikit saja mengapa karya si penulis begitu berarti, terkhusus bagiku.
Karya-karya ini muncul di saat tak tentu hidup, tak tentu dalam sehari kau dapat makan seberapa besar suapan nasi, belum lagi jika berfikir nanti malam akan tidur dimana, ngopi dengan siapa dan tentu. Siapa yang mau sekedar nongkrong bicara tentang dunia literasi yang makin hari serasa makin tiada guna.
Namun lebih dari itu semua, aku masih menunggu kabar bagaimana jika si penulis benar-benar membaca langsung kalau karya-karyanya yang selama ini ia tutup rapat-rapat di dalam flasdis berkaratnya, tiba-tiba terposting tanpa seizinya. Sungguh, entah ekspresi murka, mengutuk atau malah tak sudi lagi untuk berkawan denganku.
Ini adalah puisi ketiga dari ratusan puisi yang sempat aku colong dari flasdisnya, dalam memahami karya semacam ini. aku tak begitu pandai, aku sudah mencoba belajar ke beberapa sastrawan Malang untuk memahami sebuah puisi, namun sayang keberkahan itu belum aku dapatkan. Selamat membaca, semoga dari postingan berlabel Sastrawan Jalanan ini kita dapat mensyukuri hidup bahwa, masih banyak saudara kita di luar sana yang demi meluruskan punggung dan memejamkan mata untuk sekedar istirahat saja masih kesusahan. Namun mereka tak pernah lelah dalam belajar dan mensyukuri hidup. Terimakasih.
Tukang Cukur
Setelah kucukur rambutmu
Betapa tegang hidup ini
Pandang mataku berkunang kunang
Kursi yang baru saja kau duduki adalah titik lindu
Guntur dan gulungan mendung tebal
Datang dengan frekuensi yang tinggi
Lampu disco dimainkan langit secara tiba tiba
Di seberang sana di tengah pelataran seluas lapangan
Terlihat sebuah wayang sendirian sedang menyalakan matahari
Setelah itu kakinya menendang nendang bola
Di kamar ganti selesai menendang nendang bola
Dihimpunnya asbak palu bor catut dan gergaji
Kemudian dengan semua itu dia duduk bersila
Di atas hamparan rumput sintetis agak berbau
tak ada persediaan secangkir kopi
Tak ada sebungkus kretek Indonesia asli
Oh betapa tegang hidup ini
Sebelum kau beranjak dari kursi cukur
Tolong bacakanlah untukku baris baris kalimat
Yang melompat lompat di wajah monitor di atas sana
Atau ambilkan sebuah buku atau apapun asal tebal
Untuk menutupi pandanganku pada sesuatu
Yang akan mengebor pelipisnya sendiri itu
Kenapa tak datang saja kantuk menyelamatkanku
Dia tak sedang bunuh diri
Tapi dia sedang menjalani sejenis mati
Setelah baru saja dia hatam belajar tentang cara menjadi martir
Dengan tujuan mengabarkan pentingnya menyelamatkan diri sendiri
Bagi siapapun di tengah pergaulan hidup yang penuh sangsi
Amboi... ngomong ngomong benarkah menjelang ajal
Bisma terbaring di hadapan para pandawa
Dengan ribuan panah menancap di sekujur tubuhnya
***
Konon ada seorang tukang cukur
Yang setiap hari asik menakar tap tap hidup
Pada tiap kepala di kios potong rambut sempit bilik kayu
Potongan potongan kata berserakan
berserpihan di lantai akibat badai buatan
Yang berasal dari kipas angin made in sendiri
Lantas hanya dengan itu semua si tukang cukur merasa
Seolah olah dirinya seorang penyair
Dan memang setiap orang yang olah-bicara di dunia ini
Pada dasarnya adalah penyair
Tapi kalau kau menyimpan hasrat yang menggebu gebu
Untuk bertemu seorang penyair di kediamannya
Maka kau akan menemukan seorang tukang cukur saja di sana
Yang terus terusan menunggu kedatangan seorang kekasih
Dan kalau beruntung seorang kekasih benar benar datang
Tubuhnya pasti akan gemetar secar tiba tiba
Kakinya kejang mulutnya wagu dan sebagainya
Bila kau terlanjur di sana tolong bantu pegang pundaknya
Lalu bisikkanlah beberapa kata peringatan di bawah ini ke telinganya
“beeb kenapa kamu lupa mencukur rambutmu setelah kau cukur rambutku
Berikan gunting sasak mesin cukur dan sisir itu padaku
Maka akan kupersembahkan lidah asin-manisku ini
Untuk memangkas rapi halusinasi dunia beserta seluruh bualanmu”
Juni 2015
No comments:
Post a Comment