Thursday, May 30, 2019

Anti Sambat-Sambat Club


- Anti Sambat-Sambat Club –
*Ali Ahsan Al Haris


Sudah hidup tujuh tahun lebih di perantauan, jauh dari hangatnya kopi buatan ibu saya yang setiap pagi dibuat oleh Ibunda, jauh dari obrolan tentang masa muda Ayah saya sewaktu muda, dan kangen tentang harumnya deterjen mesin cuci rumah yang hampir tiap sore saya ubek-ubek untuk mencui pakaian seisi rumah.

Hidup dirantau, bertemu keluarga baru, pengalaman dan cerita-cerita baru yg tiap hari silih berganti, dari mulai omelan istri, ribetnya anak yang bengal, tagihan awal bulan yang mencekik leher, partner kerja yg munafik dan sejuta cerita kehidupan keluar dari mulut-mulut manusia yg anti di sebut sebagai "Geng Anti Sambat-Sambat Club".

Lokasi di Maksimal Coffee, dengan Cak Anjas dan Cak Hadi

Perbedaan umur, pengalaman dan pergaulan menjadikan diri saya di tempa pengalaman yg sangat berarti. Baik buruknya hidup berefek pada nasib di kemudian hari, namun perjuangan tak akan terhenti hanya masalah, perut.

Jika meja dan kursi bisa bicara, mungkin mereka lelah dengan keluhan demi keluhan yg kami obrolkan, jika gelas kopi ini bersaksi di akhirat kelak, saya yakin gelas tersebut akan lantang bicara di hadapan Tuhan jika saya adalah manusia sampah yg suka sambat. Hehe

Tapi beginilah hidup.
Kudu dibawa bercanda.

Kalau kata Mbah Nun, "Masio lunyu eo tetep di penek, Rek".
Oleh karenanya juga, saya sebagai salah satu masyarakat Maiyah tenar dengan filosofi pohon Belimbing.
"Penekno belimbing kuwi, lunyu-lunyu penekno"

Padahal sambat tidak menyelesaikan masalah, kok ya iseh sambat ae, Rek.
Hehe


No comments:

Post a Comment