Tentu telinga kita sudah sangat bosan mendengar istilah cebong dan
kampret, terlebih masa-masa menjelang pemilu kemarin. Tidak di dunia nyata,
apalagi di linimasa platform kenamaan seperti facebook, instagram dan twitter.
Lelah, saya lelah mendengarnya. Saya kira selepas pemilu kata cebong dan
kampret sudah hilang dengan sendirinya, lha kok malah semakin santer saya
dengar, lebih-lebih namanya sudah menyaingi made
in china saja yang hampir saya temukan di segala lini kehidupan. Hehe
Dua momen pemilihan presiden kali ini, semua orang berubah menjadi
politikus, dari anak SD yang kencingnya belum lurus sampai kakek-kakek yang
tititnya tak lagi bisa ereksi dipastikan pernah menjadi cebong dan kampret.
Dari tatanan masyarakat yang berpenghasilan rendah sampai satu orang kekayaanya
sama dengan seratus juta orang Indonesia bisa dipastikan mereka semua adalah
jelmaan dua hewan ini, ya kalau tidak cebong pastinya kampret.
Parahnya, selepas putusan MK yang tidak menerima gugatan tim BPN
menjadikan polarisasi di masyarakat semakin terasa. Hal tersebut di perparah
dengan pemberitaan media masa dari cetak sampai darling yang saya amati kian
hari semakin tidak mengarah ke perdamaian kedua kubu. Kalaupun memberitakan
perihal rekonsiliasi, judul pemberitaan yang mereka wartakan menyudutkan salah
satu pihak. Ini yang tidak mau rekonsiliasi cebong dan kampret atau para
petinggi penguasa frekuensi ya? Dasar media tukang tuduh.
Dari kedua belah pihak perhewanan, memang memiliki kelucuan
masing-masing. Para kampretes dengan pernyataan terkenalnya “Pokoknya Prabowo Harus Presiden Titik”,
bagiku adalah sebuah kebodohan. Ternyata hari ini masih ada pendukung yang fanatik
semacam itu ya, bagaimana bisa membuka ruang diskusi lebih lanjut jika prinsip
para kampretes kekeh di Prabowo harus Presiden, garai ngakak ae Cok.
Maski begitu, kita sebagai warna Negara Indonesia yang memiliki burung
Garuda sebagai maskot Negara perlu berbangga. Bahwa hari ini dunia perhewanan
sedang laku menjadi konsumsi para awak media cetak dan darling. Setelah cebong
kampret mulai turun pasaran, minggu ini kita ramai dengan Asu yang masuk masjid
dan kemarin masih hangat di linimasa media sosial kita adalah biawak yang naik
pagar, sungguh bahagia sekali kita jadi netizen. Cukup, kita jangan bertengkar
lagi yaa.
Bagaimanapun juga, meski para kampret dan cebong mati kelaparan.
Pemerintahan Indonesia harus tetap jalan, salah satunya adalah bagaimana Pak
Joko dan Mbah Yai Ma’ruf memilih para pembantunya nanti sampai tahun 2024. Banyak
stasiun televisi dan lembaga survey melakukan survey siapa saja yang menjadi
bakal tokoh dari menteri-menteri Presiden Jokowi jilid II. Banyak nama-nama
menteri petahana yang masuk bursa, begitupun nama-nama baru yang sebelumnya
tidak pernah kita dengar.
Bagiku, nama menteri Jokowi bukan penting lagi, karena yang paling
penting adalah bagaimana para kaum cebong dan kampret ini akan hidup akur dan
bahagia selepas pelantikan Presiden nanti di MPR.
Oleh karena itu, izinkan saya memberi saran Kepada Bapak Presiden Joko
Widodo agar kabinet kedepan diberikan nama Kabinet
Kadal. Saya jamin Bapak Jokowi akan mendapat sanjungan yang sangat meriah
dari para kaum cebong yang hidupya di air dan para kampret yang hidupnya di
darat. Kita akan bersatu padu dalam kabinet Kadal. Lho kok Kadal to Cak?, Soale
kadal isok urip neng darat karo neng banyu. Agar cebong dan kampret
sama-sama merasakan kehidupan di darat dan di air.
Budaaaallll cakkkk...
ReplyDelete