Tuesday, November 5, 2019

Saat Saya Ditanya Seorang Kawan, Kenapa Ikut Maiyah


Saat Saya Ditanya Seorang Kawan, Kenapa Ikut Maiyah


Part I
Tentu ini pertanyaan sederhana, tapi jawabannya akan jadi sistemis sekali mengapa saya bisa kecantol di Maiyah pun lingkar atau simpul Maiyah yg tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Saya akan mengawali ini semua dari tempat kelahiran saya, Jepara. Sosok yang hari ini saya anggap sebagai senpai dan mentor saya, Kang Kafi Kita adalah biang keladi dari ini semua. Hehe. Beliau memperkenalkan saya dengan rutinan khataman Al Quran yg kemudian kami pungkasi bersama di dalam perkumpulan bernama Majlis Alternatif Jepara (MAJ). Saya mulai getol menghadiri MAJ saat saya kelas 1 SMK (2008) sampai dengan saya lulus sekolah dan pernah terlibat pula dalam kepanitiaan Jumbuh Pantun yg saat itu dihadiri langsung oleh Kang Sabrang. Praktis saat saya memilih sekolah ke luar provinsi, saat itu pula saya berpamitan dengan kawan-kawan MAJ.
Hidup di perantauan, apa itu Maiyah mulai terjawab.

Cak Nun dan Kiai Kanjeng

Part II
Saya lupa detailnya kapan MAJ (Majlis Alternatif Jepara) resmi menjadi simpul/lingkar Maiyah di Jepara. Namun sebelum saya mendengar MAJ resmi menjadi bagian dari Maiyah, model-model pembelajaran yg saya dapatkan dari MAJ beberapa saya temui di tempat saya menempuh pendidikan.
Kebetulan semacam itu akhirnya terjawab karena beberapa pentolan dalam komunitas/organisasi yg saya ikuti adalah para sedulu-sedulur yang rutin mengikuti majlis sinau bareng Mbah Nun & KK secara online maupun offline.
Dahaga karena lama meninggalkan MAJ, terobati dengan bergabungnya saya dengan forum-forum sejenis di kota perantauan.
Lambat laun, semakin kesini. Ditambah lagi dengan hingar bingarnya sosial media dan tentu semakin meluasnya pergaulan saya, beberapa kawan bertanya kepada saya.
Apa itu Maiyah ?

Part III
Dalam buku yang ditulis oleh dr. Ade Hashman, Mbah Nun menyebutkan, sejatinya Maiyah merupakan dinamika tafsir tanpa ujung, tidak terlalu penting juga untuk di definisikan.
Jika mengutip pendapatnya Kang Toto Rahardjo, sahabat Mbah Nun yg juga penggiat Maiyah mengatakan, "Maiyah" mengambil posisi cukup sebagai majlis ilmu. Sebatas itu saja, sederhana bukan.
Tapi jika saya amati dengan seksama, forum-forum Maiyah yang diselenggarakan Mbah Nun secara langsung maupun yg tidak. Maiyah menjadi penyokong segala organisasi, pergerakan, ataupun institusi yg ada di masyarakat. Akan tetapi, pembekalan materi Maiyah tidak seperti pengajian konservatif, tidak berisi doktrin perintah dan larangan dari teks-teks keagamaan secara harfiah dan kaku.
Meskipun Maiyah memiliki Marja', para jamaah diperlakukan secara dewasa dengan menstimulasi rasa ingin tahu. Proses transfer keilmuannya tidak berjalan satu arah, seperti guru dengan murid, kyai dengan santri dan pendidikan konvensional lainnya yg cenderung konsumtif, di Maiyah saya belajar pendidikan yg produktif.
Sederhananya, Mbah Nun dan Marja' lainnya hanya memberikan bekal kemudian para jamaah diberikan kunci almari, selepas itu terserah para jamaah berkreasi dengan almarinya masing-masing.


Part IV
Datang ke Maiyah, selalu ada tema baru. Itulah yang saya rasakan selama datang langsung maupun menonton via youtube.
Tema-tema Maiyah sendiri bisa bersinggungan dengan kondisi aktual, walaupun kenyataannya tidak secara khusus diperuntukan membahas hal-hal yg tengah menjadi trending topic di jagad media. Tema Maiyah lebih kepada pembahasan seluruh spektrum kehidupan yang dari bulan ke tahun menjadi benang merah kondisi Indonesia saat ini dan dunia. Maka jangan salah, jika beberapa momen Mbah Nun menyindir sikap politisi atau pejabat yang se enak udele dewe.
Mbah Nun dan forum-forum Maiyah lainnya juga menitikberatkan tema atau bahasan yang tidak sepihak, melainkan juga mengakomodir kebutuhan para jamaah.
Sudah menjadi rahasia umum pula jika pembahasan dalam Maiyah cenderung menggelitik, kadang nakal dengan mengembangkan sudut pandang yg tidak lazim. Atau kalau mau dibilang radikal, Maiyah melakukan dekonstruksi terhadap nilai-nilai yg selama ini dianggap mapan. Saya dan para jamaah Maiyah lainnya diajarkan keterampilan cara pandang yg menyeluruh.
Sebagai penutup part IV dan paragraf. Jamaah Maiyah dilatih untuk bebas berpikir dan meneropong pemahamannya terhadap masa depan dengan tetap berkaca ke masa silam. Berbeda dengan pendidikan konvensional yg peserta didiknya diperlakukan sebagai objek yg dibebani khazanah ilmu terutama dari masa silam.

Part V
Lha terus Maiyah itu apa?
Bagi para pembaca yg belum ngeh apa itu Maiyah, inshaallah tulisan sederhana ini akan mulai menjawab rasa penasaran kawan-kawan.
Dari berbagai sumber yg saya dapat, "Maiyah" dapat disebut juga sebagai "Pengajian", tapi bukan sebagaimana pengajian konservatif pada umumnya. Sebab Maiyah juga melakukan dekonstruksi terhadap model pengajian yang baku.
Mungkin para jamaah sudah banyak tahu pada awal tahun 1993, Maiyah bermula dari pengajian yg diprakasai oleh Cak Dil (Adil Amrullah, adik Mbah Nun) di Desa Menturo, Jombang. Pengajian Padhang Mbulan di Desa Menturo, merupakan embrio dari model pengajian Maiyah yg unik sehingga nomenklatur Maiyah sendiri mengalami evolusi mulai dari istilah pengajian, hamas (Himpunan Masyarakat Shalawat), Tombo Ati, Sinau Bareng, sampai akhirnya dikenal luas dengan sebutan Maiyah.
Bahkan dr. Ade Hashman menyebutkan bahwa Maiyah mirip dengan pesantren virtual atau semacam sekolah gratis terbuka atau universitas jalanan buat banyak orang. Formatnya amat berbeda dari model institusi pembelajaran yg pernah ada. Karena Maiyah seolah menjadi laboratorium sosial dalam melatih logika berpikir dan seni manajemen kehidupan.
Kaos Maiyah Yang Saya Kenakan

Part VI
Di Maiyah, tidak ada yg mutlak menjadi guru atau murid karena semua orang adalah pembelajar. Bahkan Syekh Dr. Nursamad Kamba pun pernah mengutarakan datang ke acara Kenduri Cinta untuk belajar. Jikapun kebetulan seseorang di Maiyah berposisi sebagai penyampai materi, dia tidak lepas dari atmosfer untuk turut belajar sesuai kedudukannya.
Bahkan Mbah Nun sendiri sering tidak berkenan jika dipanggil ustaz, kiai atau syekh. Mbah Nun malah mengatakan, "Aku iki dudu sopo-sopo, aku iki koncomu, Rek. Aku iki gentho".
Bukankah betapa indahnya jika setiap orang yg kita temui dijadikan guru, semua tempat adalah sekolah, dan setiap detik digunakan untuk belajar? Pendidikan itu proses murid belajar, bukan guru mengajari. Mencari ilmu itu dapat kita lakukan kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun sepanjang usia.
Sehingga prinsip di atas dapat mengantarkan kita pada pemahaman menakjubkan bahwa kehidupan dipenuhi oleh samudra hikmah tak bertepi. Setiap jamaah Maiyah merupakan pembelajar kehidupan karena sejatinya hidup sejak lahir hingga mati adalah kuliah tanpa bangku.

Part VII
Dalam era komersialisasi pendidikan zaman sekarang yg ada hak cipta, klaim hak paten atas model pelatihan yg dibuat, training, workshop dll. Maiyah justru menjadi sekolah "Sekolah Kehidupan" atau "Universitas Jalanan" yg dapat diakses siapa saja yg mau mendatanginya. Pembelajaran Maiyah baik secara offline maupun yang terdokumentasi di youtube maupun situs caknun(dot)com dapat diakses gratis oleh siapapun tanpa ada yg di sembunyikan.
Sudah dua dekade ini, Maiyah mengahdirkan pendidikan berkelanjutan soal hukum, politik, teknologi, sains terapan, kesenian, kebudayaan dan agama. Dapat saya katakan seluruh bidang studi yg ada di univesirsitas konvensional juga tersedia di Maiyah.
Seperempat abad umur Maiyah, dan kini jemaahnya membludak luar biasa. "Kader" (Jika boleh disebut semacam itu) dan kegiatannya tersebar di mana-mana, dan inshaallah akan semakin bertambah lagi. Memang sampai saat ini tidak pernah diketahui berapa persis jumlah jamaah Maiyah karena memang tidak ada yg namanya kartu anggota. Hadirin yg datang langsung ke acara Maiyah dapat mencapai puluhan ribu orang.
Silahkan kita bayangkan sendiri, bertahun-tahun Maiyah berlangsung, puluhan ribu orang rutin dan tertib datang mulai pukul 20.00-03.00 dini hari. Mereka duduk tertib menyimak acara, bahkan para anak kecil yg diajak orangtuanya tidak jarang rewel saat acara saat mengikuti Maiyah. Mbah Nun menyebut fenomena ini sebagai, hadiah hidayah dari Allah.

Part VIII (Terakhir)
Perlu ditegaskan bahwa Maiyah bukanlah agama baru, bukan syariat baru, bukan aliran teologi baru, dan tidak akan pernah berkembang menjadi mazhab baru dalam Islam. Yang dicari dan ciba dirumuskan dalam Maiyah adalah jawaban atas pertanyaan, "Bagaimana berislam seperti Islamnya Nabi Muhammad itu!".
Bermaiyah berarti berjuang mencintai Allah dan semakin mendekat kepada-Nya, kepada kekasih-Nya, Muhammad SAW., dan mengikhtiarkan manfaat dalam hidup, termasuk untuk Indonesia.
Mbah Nun rela menjalani lebih dari dua dekade berkeliling Nusantara untuk "Melamar Cinta Allah". Lewat Maiyah, Mbah Nun mengajak anak muda seantero negeri untuk menjadi kekasih Allah.
Maiyah mencetak "Anak-anak muda yang matematika" dalam artian tetap setia pada objektifitas dalam segala kondisi. Matematika, menurut Mbah Nun, adalah ilmu yg paling mendasar dalam Islam dan juga paling suci. Sebab dihadapan matematika, hasil 2 x 2 adalah 4 walaupun kondisi panas, badai, tsunami, miskin, kaya, siang, petang, perang dan damai.
Sampai sini, sudah paham kenapa saya ikut Maiyah?
~ Selesai ~
Terimakasih.


No comments:

Post a Comment