Emas Ghaib dan Sang Penjaga Wilayah
Tiga kali panggilan WhatsApp nomor tidak kenal, saya biarkan. Selang beberapa menit nomor tersebut mengirim personal chat, "Posisi?" Bunyi pesan tersebut, dan masih saya biarkan. Mungkin ada tiga jam saya tidak membalas pesan tanpa nama itu, sampai pekerjaan saya agak lenggang dan iseng melihat avatar pengirim pesan tadi.
"Lhooo, Cok. Iki kan konco lawas". Ternyata yang menelpon tiga kali tadi adalah kawan lama saya. Kita sudah lima tahun tidak bersua, maklum sekarang dia bekerja di luar Jawa. "Palingan bocah iki lagi neng Malang, mangkane ngubungi aku", batinku.
Singkat cerita kita janjian untuk bertemu, tapi karena kawan saya tidak memiliki banyak waktu, saya hanya bisa menemui dia di hotel tempatnya menginap. Sesampainya di hotel, saya menuju resto bintang empat tersebut. Bellboy bertanya ke saya apa yang sekiranya bisa dia bantu, saya hanya menjawab kalau ada janji bisnis dengan kawan saya yang menginap di hotel ini (Padahal ya cuman mampir ngopi, hehe).
Lima menit selepas saya duduk, kawan lama saya datang. Kita berdua berpelukan, kita saling melempar senyum dan adu pukul karena lama tak jumpa dan memberi kabar. Ya, terakhir ketemu dia waktu mendaki gunung. Saya sedikit protes ke dia, mengapa setelah bekerja dengan gaji lebih dari cukup malah membuat badannya kurus seperti ini, berbeda sekali saat kita terakhir bertemu. Tapi sudahlah, itu bukanlah inti dari tulisan ini.
Sebelum saya lanjut, perlu saya utarakan di awal tulisan jika akan ada kalimat sesepuh. Kalimat tersebut tentu memiliki tafsiran tersendiri, bisa jadi sebagai ahli spiritual, wali, kyai, dukun, penghayat dll. Saya tidak berani menyebut secara gamblang siapa sosok sesepuh ini, biarlah para pembaca blog saya yang menafsirkan apa yang saya tulis. Saya hanya berusaha menulis sesuai lanskap yang bagiku menarik untuk pembaca ketahui.
Oke fokus kembali.
Pada sela obrolan dengan kawan lama saya, iseng saya tanyakan di luar Jawa pernah ngapain saja (Konteks yang saya tanyakan diluar pekerjaan), dan dari sinilah keseruan cerita itu dimulai.
Kawan saya ini sempat ingin membeli rumah bekas di kota tempatnya bekerja, rumah tersebut dimiliki oleh seorang abdi negara yang masih aktif bertugas. Hubungan kawan saya dengan pemilik rumah terbilang akrab meski negosiasi harga selama dua bulan belum bertemu muaranya. Pada pertemuan ke empat kawan saya dengan pemilik rumah untuk nego harga, tiba-tiba sang pemilik rumah meminta bantuan yang sifatnya sangat rahasia. Si pemilik rumah tahu kalau kawan saya berasal dari daerah X, dia meminta untuk dibawakan "Jarik (Selendang Batik yang biasa dipergunakan untuk menggendong bayi) yang bekas dibuat membantu proses melahirkan (Jarik yang dimaksud pernah kena darah si jabang bayi). Jika tidak ada, pemilik rumah meminta tolong untuk dicarikan sendal (Saya lupa istilah nama sendalnya, yang jelas ini adalah sandal kuno dengan bentuk besar). Dan kedua barang itu harus berasal dari daerah X, tempat kawan saya lahir. Entah untung atau buntung, posisi waktu itu kawan saya memiliki Jarik bekas proses kelahirannya semasa kecil dulu yang selalu dia bawa kemana-mana. (Ada cerita khusus mengapa kawan saya selalu membawa Jarik ini).
Usut punya usut, Jarik tersebut rencananya dipergunakan untuk menarik "Emas" ghaib yang berada dirumah yang rencana ia beli. Saya sempat bertanya,
"Berapa prosentase yang kamu dapatkan jika berhasil menarik emas ghaib itu?"
"Lumayan, cukuplah untuk empat kali turunan ku", jawabnya sambil terkekeh ketawa.
Ritual Dimulai
Kawan saya diminta untuk datang pada malam rabu, karena sifatnya sangat rahasia. Kawan saya tidak mengajak siapapun, dan tentu tak lupa Jarik yang pemilik rumah pesan jangan lupa untuk dibawa ke lokasi ritual.
Sesampainya di lokasi, kawan saya bertemu dengan adik perempuan si pemilik rumah (Zuleha, nama samaran), Pak Ceko (Sesepuh 1, nama samaran) dan Pak Kafka (Sesepuh 2, nama samaran).
Sebelum ritual dimulai, mereka ngobrol hangat di ruang tamu dan saling berkenalan, termasuk Pak Ceko dan Pak Kafka saling memperkenalkan diri, keheranan kawanku dimulai saat melihat Pak Ceko yang tidak berani menatap wajah Pak Kafka saat diajak ngobrol dan hal ini dialami juga oleh Zuleha yang tak berani melihat wajah Pak Kafka.
Waktu memasuki pukul sebelas malam, mereka bersepakat untuk memulai ritual penarikan emas ghaib tersebut. Dari sini saya mulai paham mengapa peran Zuleha terbilang penting. Menurut penuturan kawanku, Zuleha adalah penjelmaan (Bisa dari ritual atau memang dipilih) pasukan dari Kerajaan pantai selatan yang bertugas menjaga emas ghaib ini.
Ritual dilaksanakan di dapur (Karena tempatnya agak lebar), peserta duduk melingkar dan tampak ditengah lingkaran tersebut ada jajan pasar dan kemenyan. Kedua sesepuh berdoa, Pak Kafka (Berdoa bahasa Arab), Pak Ceko (Berdoa memakai bahasa Jawa). Sedangkan peserta yang lain hanya diam termasuk kawan saya ini. Sampai pada waktu Pak Ceko naik dari duduk sila nya dan kini agak berjongkok, sambil menutup mata dan mengacungkan jari manisnya ke atas. Pak Ceko berkomunikasi dengan bangsa halus (Jin penjaga emas) apa sudah diperbolehkan menggali emas!
Komunikasi yang terjadi antara Pak Ceko dengan Jin penjaga emas ini terbilang lama, penuturan kawanku menyebut sempat hilang komunikasi dengan Jin penjaga emas tersebut.
Singkat cerita, Pak Ceko mendapat kontak dari Jin penjaga emas jika mereka sudah dapat menggali emas. Kemudian Pak Kafka mengarahkan ke pemilik rumah untuk mencangkul tanah di dekat pintu dapur. Proses mencangkul sudah mencapai kedalaman 30 cm dan belum ada tanda adannya emas. Pemilik rumah meminta Pak Ceko untuk berkomunikasi dengan Jin penjaga emas, lalu Pak Ceko memberitahu sedikit lagi nanti ketemu emasnya.
Sampai ujung cangkul itu menghantam benda keras, saat di cek, pemilik rumah menemukan satu emas batangan bergambar presiden pertama Indonesia. Karena penasaran, kawanku ikut memegang, dia heran mengapa emas batangan ini terasa hangat seperti baru keluar dari microwave saja.
Hasil cangkulannya mendapatkan hasil, pemilik rumah melanjutkan lebih dalam. Tapi naas, tetap tidak ada hasil dan Pak Ceko juga kehilangan komunikasi dengan Jin penjaga emasnya.
Lelah dengan proses penggalian, mereka sempat istirahat sejenak sembari meminum kopi dan merokok. Di sela obrolan, Pak Kafka memberitahu jika galian malam ini tidak akan mendapatkan banyak hasil. Dan hal itu di iyakan oleh Pak Ceko dengan anggukannya, seakan sudah paham dengan apa yang terjadi.
Hasil galian yang tak maksimal, dan waktu sudah menuju subuh. Para tamu undangan itu berniat undur diri, Pak Ceko diantar pulang oleh pemilik rumah. Sedangkan Pak Kafka memaksa kawan saya ini untuk diantarkan pulang kerumahnya, aslinya sedikit keberatan. Tapi dari situlah apa yang terjadi dibalik tidak maksimalnya hasil galian terjawab.
Pertarungan Kedua Sesepuh
Sampai dirumahnya Pak Kafka, kawan saya tidak diperkenankan langsung pulang karena ada pesan penting yang ingin disampaikan. Teh hangat, rokok dan angin malam menemani obrolan mereka berdua. Kawan saya ini akhirnya diberitahu oleh Pak Kafka mengapa proses penggalian emas tidak maksimal dan mengapa kontak dengan Jin selalu putus.
Singkatnya seperti ini.
Pemilik rumah tahu kalau Pak Ceko adalah orang yang dikenal ahli dalam hal ghaib, tahu jika rumahnya banyak harta berharga yang terpendam secara ghaib. Pemilik rumah meminta tolong ke Pak Ceko untuk menarik harta tersebut, namun ada syarat yang harus dipenuhi oleh pemilik rumah. Yaitu Jarik yang saya ceritakan di atas dan proses penggalian harta ghaib tersebut wajib ditemani oleh Pak Kafka. Mengapa harus Pak Kafka yang menemani? Menurut penuturan kawanku, Pak Kafka ini adalah sesepuh yang ditugasi menjaga kestabilan di wilayah tersebut (Kestabilan yang saya maksut ini berhubungan dengan hal ghaib).
Ternyata sebelum ritual dimulai, Pak Kafka dan pemilik rumah sudah ada perjanjian jika berhasil menarik harta ghaib akan disumbangkan ke orang yang tidak mampu, membangun masjid, pesantren dll termasuk prosentase yang wajib dibagi secara adil kepada peserta ritual. Namun dalam prakteknya, saat proses Pak Ceko berkomunikasi dengan dengan Jin penjaga harta. Si Jin ini meminta nyawa kawan saya. Hal inilah yang Pak Kafka tidak setuju sehingga dengan sengaja menghambat proses penarikan harta ghaib tersebut.
"Ada yang tidak benar dalam proses penggalian itu, saya sengaja menghambatnya agar tidak ada nyawa melayang demi harta yang aslinya bukanlah milik kita", begitu tutur Pak Kafka ke kawan saya.
Pak Kafka berpesan untuk menyimpan baik-baik Jarik yang dimiliki kawan saya, jika takut dipergunakan hal yang tidak-tidak. Pak Kafka menyarankan untuk membakarnya saja. Pak Kafka juga berpesan untuk jangan mau diajak menjalani ritual itu lagi, sebesar apapun bayarannya. Karena itu menyangkut nyawa kawan saya.
Pak Kafka juga bercerita kalau Pak Ceko mengajaknya ke Lumpur Lapindo di Sidoarjo. Ada ratusan dukun yang hadir disana yang berniat memberhentikan semburan lumpur tesebut. Akan tetapi Pak Kafka menolak ajakan tersebut, saat kawan saya bertanya mengapa menolak. Bukankah itu sebuah kebaikan karena memberhentikan bencana. Jawaban Pak Kafka malah membuat kaget, "Itu sudah digariskan memang terjadi, bahkan kelak daerah Tanggulangin Sidoarjo akan runtuh (Ambles kedalam tanah). Benar tidaknya hal tersebut, kita berdoa saja demi kebaikan dan keamanan Indonesia.
Pernyataan demi pernyataan Pak Kafka ini semakin membuat heran dan penasaran kawan saya. Alhasil kawan saya memberanikan diri untuk bertanya lebih detail dan kompleks.
Ringkasan dari pertanyaan kawan saya ke Pak Kafka, jika saya ringkas akan seperti ini.
Apakah benar banyak emas terpendam di Indonesia?
Benar, bangsa dan leluhur kita dulu sangat kaya raya. Banyak harta benda berupa emas perak termasuk pusaka yang tertimbun didalam tanah. Status dari harta tersebut ada yang tertimbun secara alami, dan ada yang leluhur kita sengaja menitipkannya ke bangsa Jin. Hal tersebut dilakukan karena pada zaman dahulu tidak ada tempat yang terbilang aman selain menitipkannya ke bangsa Jin. Memang ada laku ritual khusus yang harus dilakukan antara pemilik harta dan Jin penjaga harta ini, hal tersebut dapat berupa sesajian bahkan tumbal manusia. Harta terpendam itu hanya bisa diambil oleh pemilik atau ahli warisnya. Akan tetapi, tetap ada laku ritual tertentu jika ingin menarik harta tersebut ke dunia nyata. Kawan saya bertanya mengapa tidak diambil saja untuk melunasi hutang Indonesia?, Jawab Pak Kafka, "Semua itu bisa dilalukan, tapi kami (Para Sesepuh) lebih senang harta ini terpendam karena melihat banyak ketidakjujuran yang ada pemimpin negeri ini". Kawan saya lanjut bertanya, "Mengapa Pak Kafka tidak mengambil harta tersebut untuk dinikmati sendiri saja?", Jawab Pak Kafka singkat dan mengena sekali "Saya tidak butuh harta, ada yang lebih bernilai dari itu semua", jawaban Pak Kafka ini sangat multitafsir. Namun saya menilai bahwa yang dimaksud Pak Kafka adalah dicintai oleh Allah SWT nilainya lebih berharga dari dunia seisinya. Oh iya, menurut kawanku, rumah Pak Kafka sangatlah sederhana.
Apa benar setiap wilayah memilki kuncen?
Bagi pembaca mungkin sedikit bingung apa itu kuncen, anggap saja istilah tersebut berarti juru kunci, sesepuh atau orang yang dituakan di daerah tersebut.
Menurut penuturan kawanku, informasi ini ia dapatkan selepas berbulan-bulan sering silaturahmi dengan Pak Kafka. Banyak hal yang ia tanyakan termasuk apakah setiap wilayah memiliki kuncen dan bagaimana sistem komunikasi antar kuncen.
Jawabannya ada, namun tidak setiap wilayah (Kecamatan atau Kabupaten) memiliki kuncen. Untuk kasus yang diceritakan oleh Pak Kafka, para kuncen ini biasa membawahi minimal 4 kecamatan disekitar rumahnya. Untuk kuncen yang statusnya lebih tinggi, bisa membawahi langsung minimal 4 kabupaten sekaligus (Tentu ini hasil dari logika berpikir saya saja, semoga tidak mengurangi substansinya).
Yang menarik adalah bagaimana antar kuncen ini berkomunikasi, ternyata mereka para kuncen ini memiliki forum khusus yang dalam kehadirannya tidak berupa jasad alias seperti kita kopdar di warung kopi yang secara jelas fisik kita berada pada ruangan warung kopi tersebut. Mereka cukup berkomunikasi dengan batin, saling menyampaikan kabar di daerahnya masing-masing.
Hubungan kuncen yang masih hidup dan leluhur Nusantara.
Pak Kafka menyampaikan bahwasannya hubungan leluhur Nusantara dari zaman Majapahit bahkan jauh sebelum itu dengan kuncen yang sekarang masih hidup masih berjalan dengan baik. Pak Kafka menerangkan ada forum khusus yang dihadiri dan dipandu langsung oleh para leluhur Nusantara dengan kuncen yang ada saat ini membahas strategi yang perlu dilakukan demi Indonesia yang lebih baik. Mereka memiliki tempat khusus, bahkan nama tempat tersebut familiar kita dengar, maaf karena saya tidak diperkenankan memberitahukan tempat tersebut.
Para kuncen dan leluhur Nusantara sedang mempersiapkan Bangsa ini kembali gagah berdiri. Gagah dalam arti manusianya yang pandai, pintar, ekonominya melonjak naik, rakyatnya kuat dan pemimpinya berjiwa ksatria. Kita akan mengalami hal itu pada fase 2035-2045, ini bukan hanya isapan jempol belaka. Meski saya belum pernah bertemu dengan Pak Kafka, sudah saya dengar sendiri dari beberapa sesepuh yang saya kenal jika Indonesia akan memimpin peradaban dunia di 100 tahun kemerdekaannya. Namun, tantangan menuju kesana sangat berat. Terutama Indonesia akan mengalami fase porak poranda kedaulatan negaranya pada medio 2024-2035. Pembaca boleh percaya dan tidak, semua kembali ke pribadi masing-masing.
Tidak terasa obrolan saya dengan kawan lama saya ini sampai subuh, saya akhirnya bergegas pulang karena pagi harus bekerja dan kawan saya kembali ke perantauan.
Sebelum jalan ke parkiran, saya meminta izin untuk menuliskan apa yang kita berdua obrolkan ke blog saya. Kawan saya menyetujui dengan beberapa catatan, salah satunya menyamarkan karakter semua tokoh. Dan apa yang kalian baca hari ini, adalah resensi dari apa yang kita berdua obrolkan.
Sekian terimakasih.
Salam hangat.
Salam hangat bagi sesepuh yang barangkali membaca atau mendengar kisah ini.
No comments:
Post a Comment