Thursday, December 26, 2019

Ketika Saya Dituduh Nyinyir

Ketika Saya Dituduh Nyinyir


Tuduhan itu berasal dari seorang kawan yang membaca tulisan-tulisan di blog saya. Dia mengatakan jika mayoritas tulisan saya terlalu nyinyir ke pemerintah atau lingkungan sosial saya. Sempat jengkel waktu dia mengatakan seperti itu, mengapa dia mudah sekali menyimpulkan kalau apa yang saya tulis selama ini dianggapnya nyinyir, padahal saya menulis berdasar apa yang saya alami saja, kalau toh ada pernyataan pada tulisan saya yang mengejek beberapa orang atau lembaga. Bukankah hampir semua penulis melakukan itu. Mengapa ini menjadi masalah? Batinku. Tetapi setelah saya dengarkan apa yang dia maksud. Ternyata kawan saya ini menyarankan mengapa saya tidak menulis hal-hal yang lebih mendidik atau menyampaikan pesan moral.

Jika substansi menulis harus menyampaikan pesan, saya sepakat dengan pendapat kawan saya. Akan tetapi jika setiap tulisan harus mendidik dan menyampaikan pesan moral kepada pembaca. Tentu saya akan menjadi orang pertama yang membantahnya. Berbicara tema seperti ini sudah pernah saya perdebatkan dengan kawan-kawan sesama penulis dan pembaca, kami memiliki kesimpulan jika setiap manusia (Dalam hal ini penulis) memiliki strategi masing-masing dalam menyampaikan sebuah pesan kepada pembaca. Banyak kita temui penulis yang dengan gamblang menuliskan ribuan pesan moral dalam karyanya, ada juga dengan gaya satir, lelucon, fabel dll.

Banyak kita temukan penulis besar, dengan karyanya yang juga besar mendapatkan penghargaan dari lembaga swasta atau plat merah. Dalam sesi pemberian penghargaan tersebut, lumrah kita dengar testimoni dari ketua panitia atau sosok yang dianggap berpengaruh berbicara bahwa karya dari penulis tersebut diapresiasi karena membuat banyak orang tobat, hormat kepada guru, membuat banyak orang tergugah hatinya untuk lebih empati dan hal-hal lain yang penuh dengan pesan moral. Apakah saya harus menulis seperti itu, apakah hal semacam ini yang kawan saya maksudkan? Mungkin begitu.

Sah saja jika penulis berpihak pada hal semacam itu, mereka menggunakan tulisannya sebagai tungangan pesan. Tapi jangan salah, pengalaman saya menyimpulkan bahwa penulis semacam itu hanya akan menjadikan karyanya angkutan umum yang cenderung kejar setoran. Dari situlah yang membenarkan bahwa kita ini adalah anak bangsa yang suka dinasehati, suka diberikan pesan moral, sehingga lupa kalau hal semacam itu membuat kita lemah dan tumpul berpikir.

Sekali lagi, tulisan ini bukan dalam rangka menyerang balik pendapat kawan saya yang mengharuskan tulisan harus menyampaikan pesan mendidik dan moral.

Saya hanya berpikir, betapa bahayanya jika saya menuruti saran dari kawan saya. Karena akan ada standarisasi bagaimana cara menulis yang mendidik dan bermoral. Jika hal ini serius dilakukan oleh semua penulis, yang terjadi akan ada banyak sensor di semua buku. Bahkan, hal ini akan menjadi tirani bagi para penulis sendiri, korbannya tentu kita sebagai pembaca.

Perlu kawan saya tahu, banyak penulis besar dan amatiran seperti saya ini yang tujuan utamanya menulis untuk diri sendiri. Dan saya banyak menulis dalam rangka memperingatkan diri sendiri, sebagai rambu bahwa saya harus komitmen dengan apa yang saya tulis.


Salam hangat.
Jangan lupa ngopi tanpa gula, agar tidak menjadi korban quote. 



No comments:

Post a Comment