Friday, December 20, 2019

Mikrobiologi Perairan “TEKNIK BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF DALAM UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR”


Mikrobiologi Perairan
“TEKNIK  BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF DALAM UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR”
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi Perairan
Dosen : Andi Kurniawan, S.Pi., M.Eng., D.Sc.
Kelas M03
Disusun oleh:
Hoki Agustinus Ong Wijaya                          185080100111004
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga tugas Mikrobiologi Perairan tentang Ide aplikasi pemanfaatan mikroba dalam memonitor kualitas lingkungan perairan ini dapat disusun dengan baik. Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca,
 Tidak lupa saya mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah berkontibusi dan memberikan bantuan sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi materi, susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 5 Desember 2019


Penyusun







Latar Belakang

Kontaminasi bahan pencemar yang berasal dari aktivitas industri, pertanian, peternakan, maupun kegiatan rumah tangga telah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang signifikan pada badan air seperti sungai, danau dan waduk. Walaupun saat ini telah diberlakukan berbagai macam kebijakan dan peraturan terkait dengan pengendalian pencemaran air, diantaranya: PP No. 82 tahun 2001 dan Permen LH No. 13 Tahun 2010, namun lemahnya praktek pengawasan dan penegakan hukum menyebabkan penurunan kualitas air di badan air terus berlangsung. Saat ini upaya pengendalian pencemaran air pada umumnya dilakukan melalui teknologi pencegahan dan penanggulangan pencemaran air dengan pemilihan teknologi yang mempertimbangkan karakteristik air limbah dan standar kualitas efluen-nya. Teknologi yang dipilih diharapkan mampu mengubah kualitas efluen (effluent-standard) sehingga dapat memenuhi standar kualitas badan air penerima (stream-standard) yang dapat diaplikasikan secara maksimal agar dapat melindungi lingkungan serta memberikan toleransi bagi pembangunan industri. 

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana deskripsi dari pemanfaatan teknologi bioremediasi?

Apa keunggulan dan kelemahan dari teknologi bioremediasi ?

Bagaimana arah pengembangan dari teknologi pemanfaatannya?




Untuk mengetahui deskripsi dari pemanfaatan bioremediasi.

Untuk mengetahui keunggulan dan kekurangan dari bioremediasi.

Untuk mengetahui arah pengembangan dari teknologi pemanfaatan bioremediasi.




2.1 Deskripsi Teknologi

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya. Pengolahan air tercemar secara biologi pada prinsipnya adalah meniru proses alami self purification di sungai dalam mendegradasi polutan melalui peranan mikroorganisma. Peranan mikroorganisma pada proses self purification ini pada prinsipnya ada dua (Gambar 1) yaitu: pertumbuhan mikroorganisma menempel dan tersuspensi.    



a. Pertumbuhan mikroorganisma

menempel Mikroorganisme ini keberadaannya menempel pada suatu permukaan misalnya pada batuan ataupun tanaman air. Selanjutnya diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPA) misalnya dengan sistem trickling filter. Selama pengolahan aerobik air limbah domestik, genus bakteri yang sering ditemukan berupa Gram-negatif berbentuk batang heterotrofik organisme, termasuk Zooglea, Pseudomonas, Chromobacter, Achromobacter, Alcaligenes dan Flavobacterium. Filamentous bakteri seperti genera Beggiatoa, Thiotrix dan Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm, sebagaimana organisme seperti Nitrosomonas dan nitrifikasi Nitrobacter.

b. Pertumbuhan mikroorganisma yang tersuspesi

Mikroorganisme ini keberadaannya dalam bentuk suspensi di dalam air yang tercemar. Selanjutnya diaplikasikan pada IPAL dengan sistem lumpur aktif konvensional menggunakan bak aerasi maupun sistem SBR (Sequence Batch Reactor). Berbeda dengan mikroorganisma yang menempel, sistem pertumbuhan mikroorganisma yang tersuspensi terdiri dari agregat mikroorganisma yang pada umumnya tumbuh sebagai flocs dalam kontak dengan air limbah pada waktu pengolahan. Agregat atau flocs, yang terdiri dari berbagai spesies mikroba, berperan dalam penurunan polutan. Umumnya spesies mikroba ini terdiri dari bakteri, protozoa dan metazoa. Pada sistem kolam stabilisasi, organisme phototrophic, yang memanfaatkan berbagai akseptor elektron, dapat dimanfaatkan untuk mencapai pengolahan yang baik dengan mengabaikan masukan energi. Kumpulan paper yang menceritakan berbagai metoda pengolahan air limbah yang menggunakan mikroorganisma serta permasalahannya dielaborasi dalam Mara, Duncan and Horan (2003). Pengembangan penerapan kedua proses tersebut dalam teknologi pengolahan air limbah dapat digabungkan berupa hybrid reactor (Gambar 2). Pada akhirnya, peniruan proses alami self purification di sungai dalam mengdegradasi polutan baik melalui mikroorganisma yang menempel maupun mikroorganisma yang tersuspensi untuk bioremediasi air tercemar memerlukan beberapa tahapan. Tahapan tersebut meliputi: isolasi bakteri, pengujian bakteri dalam mengdegradasi zat pencemar, identifikasi, dan perbanyakan bakteri. Bagi pengggunaan bakteri indigenous, seperti yang dipersyaratkan oleh Kep Men LH No.128 (2003), tahap isolasi bakteri merupakan langkah awal yang harus diperhatikan.



2.2 Keunggulan dan Kelemahan

Bioremediasi dapat didefinisikan sebagai proses pemulihan secara biologi. Pendekatan secara bioteknologi dengan menggunakan mikroorganisme merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk mengolah polutan. Proses biologi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengolah polutan berat yang terdapat di lingkungan perairan. Keuntungan dari penanganan polutan secara biologi, antara lain biaya proses serta pemeliharaan yang rendah. Adapun kekurangannya yaitu seringkali beban pencemaran di lingkungan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan proses degradasi zat pencemar tersebut secara alami. Akibatnya, zat pencemar akan lebih cepat terakumulasi di lingkungan.


Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi atau menurunkan polutan dalam pengendalian pencemaran air telah menjadikan metoda ini menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dengan metode yang menggunakan bahan kimia. Bahkan, saat ini, flokulan umum yang berbahan baku Alum untuk menurunkan bahan pencemar air sungai telah bisa digantikan dengan bioflokulan yang mikroorganismanya diisolasi dari proses lumpur aktif dan diketahui dapat menurunkan turbiditi sebesar 84-94% (Buthelezi et al, 2009). Selain itu, kehandalan mikroba termasuk diantaranya bakteri, jamur, dan protozoa dalam pengolahan air limbah dan peranannya dalam menjaga keseimbangan ekologis perairan sudah banyak dielaborasi (Gerardi., 2006).

Dalam teknologi ini organisme hidup yang paling banyak digunakan selain tumbuhan adalah mikroorganisme, yang digunakan untuk pemecahan atau degradasi bahan pencemar lingkungan menjadi bentuk yang lebih sederhana dan aman bagi lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran atau polutan. Yang termasuk dalam polutan antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Bioremediasi mempunyai potensi menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan.

Sehubungan dengan bioremediasi, Pemerintah Indonesia telah mempunyai payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) melalui Kementerian Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal.






Teknologi bioremediasi dalam pengendalian badan air tercemar dapat dilakukan melalui proses: isolasi, pengujian bakteri dalam mengdegradasi zat pencemar, identifikasi bakteri, dan perbanyakan bakteri. Isolat bakteri tersebut dapat berasal dari bakteri “indigenous” atau dari “commercial product”. Baik bakteri “indigenous” maupun commercial product” dapat mereduksi bahan pencemar logam Pb, nitrat, nitrit, bahan organik (COD), sulfida, kekeruhan, dan amonia di sungai maupun danau. Perbanyakan bakteri indigenous dilakukan melalui tahapan: pembuatan kultur stok, pemeliharaan kultur, perbanyakan kultur tahap I, perbanyakan kultur tahap II, dan pembuatan kultur produksi. Sedangkan perbanyakan bakteri yang berasal dari commercial product tinggal mengencerkan produk dengan dosis yang telah ditetapkan pada kemasannya



Bovio, E., Giorgio, O., Valerie, P., Federica, S., Renata, D., Michail, Y., Rosario, C., Francesca, C dan Giovanna, C, V. 2017. The culturable mycobiota of a Mediterranean marine site after an oil spill: Isolation, identification and potential application in bioremediation. ELSEVIER. 576: 310-318.

Priadie, B. 2012. Teknik bioremediasi sebagai alternatif dalam upaya pengendalian pencemaran air. Jurnal Ilmu Lingkungan. 10 (1): 38-48.

No comments:

Post a Comment