Wednesday, December 18, 2019

Status Facebookmu, Mencuri atau Mendaur Ulang Cerita?

Status Facebookmu, Mencuri atau Mendaur Ulang Cerita?


17 Agustus 2019, sore hari yang senggang saya membaca status facebook seseorang. User ini bukanlah kawan saya di facebook, mungkin karena algoritma facebook yang menampilkan apa yang kita like dan komen pada setiap aktifitas muncul ke beranda menjadikan saya dapat membaca cerita pendek yang kemudian saya angkat menjadi tulisan yang kalian baca ini.

Cerita pendek tersebut seputar kisah percintaan duo sejoli yang saling mencintai, singkat cerita si lelaki akan mendaki gunung dan menawarkan ingin hadiah apa sepulang lelaki tersebut ke rumah si perempuan, kekasihnya itu meminta bunga terindah yang ada di gunung yang ia daki. Kira-kira begitulah alur cerita jika saya ringkas.
Hingga beberapa hari ditunggu, lelaki tersebut tidak ada kabar dan berkunjung ke rumah. Lama di nanti, ternyata yang datang ke rumah si perempuan ini adalah kawan kekasihnya, saat bertemu si perempuan di depan itu, kawan dari kekasih si perempuan ini langsung memeluk dan mengabarkan ke si perempuan ini bahwa pasangannya meninggal dunia di gunung saat hendak mengambil bunga yang rencana ia berikan ke kekasihnya itu.

Oke sampai disini dulu, jika pembaca blog saya pernah menonton film "SOE HOK GIE", tentu akan paham bagaimana alur cerita kematian Gie di Gunung Semeru. Bedanya, si perempuan ini tidak meminta bunga, melainkan menunggu pernyataan cintanya Gie. Namun naas, yang terjadi malah kawan Gie, membawa kabar kematiannya di Gunung tertinggi di pulau Jawa itu. Persis reka kejadiannya seperti ringkasan cerita yang saya tulis di atas.

Sebelum saya lanjutkan, mohon maaf jika terlalu dini dalam menghakimi user pembuat cerita di atas telah melakukan pencurian plot cerita pada film Gie. Sangat bisa jadi saya yang kurang banyak refrensi sehingga mengdaku penulis cerita tersebut melakukan pencurian plot.
Lantas, apakah yang dilakukan penulis tersebut salah?

Hmm, saya tidak berani menyalahkan pun sebaliknya. Tapi, bukankah kebanyakan penulis melakukan hal tersebut! Tentu bukan maqom saya membahas hal ini, tapi saya ingin urun pendapat yang saya dapatkan dari pengalaman dan pelbagai penulis yang pernah membahas hal ini dengan serius.

Ini Hanya Masalah Daur Ulang Cerita.

Ya, aslinya kita tidak perlu memperdebatkan hal ini salah atau benar. Karena banyak kita temui penulis-penulis besar yang melakukan hal ini. Mendaur ulang dalam konteks ini bukannya menuliskan cerita lama ke versi lebih modern tidak, bukan berarti juga menuliskan ke versi baru dengan meminjam karakter yang ada pada kisah lama, juga tidak.

Dari pelbagai penulis yang pernah membahas hal ini termasuk dalam plagiat atau tidak, saya lebih tertarik dengan alasan Eka Kurniawan yang dia tulis dalam jurnalnya. "Mendaur ulang di sini lebih dimaksudkan kepada meminjam (atau mencuri) plot cerita yang sudah ada, untuk dituliskan dalam karya baru. Ceritanya boleh jadi hampir sama, tapi nama karakter, setting, dan gaya boleh jadi berubah. "Pencurian" ini oleh mayoritas orang, tidak tampak. Bisa jadi karena mayoritas orang tidak tahu sumber yang dicuri. Bisa jadi karena yang dicuri adalah plot cerita, sehingga tak tampak dipermukaan". Kurang lebih itulah pendapat Eka yang saya ingat. Jika salah, mohon di koreksi.

Semoga penjelasan di atas dapat membuka pembaca pada pemahaman baru, kita tidak perlu lagi menghabiskan energi membahas itu termasuk plagiat atau tidak, biarkan itu menjadi urusannya para ahli. Penting kita hidup sehat, keluarga dan pekerjaan aman lancar sudah lebih dari cukup. Hehe

Oh iya, menurut Eka, ada beberapa penulis besar yang di apresiasi karena kelihaiannya dalam mendaur ulang cerita. Sebut saja The Alchemist karya Paulo Coelho dan The Bad Girl karya Mario Vargas Llosa. Mungkin sebagian pembaca mengenal siapa nama-nama itu, dan mereka bukanlah penulis biasa-biasa. Paulo Coelho penulis banyak novel best seller, The Alchemist hanya salah satunya. Mario Vargas Llosa, ia pernah mendapatkan nobel Kesusastraan 2010.

Kisah sesungguhnya dari The Alchemist? Bisa diringkas sebagai berikut: seorang bocah gembala bernama Santiago, suatu hari tidur di gereja tua di perdesaan Andalusia. Di sana ia memimpikan satu harta karun, yang sayangnya berada jauh di bawah piramida di Mesir. Sepanjang novel, dikisahkan perjalanan Santiago menyeberangi benua (Eropa ke Afrika) dengan berbagai kesulitan, hingga akhirnya ia tiba di Mesir. Di sana ia tak menemukan harta karunnya, malah bertemu seseorang yang menertawakannya. Orang ini menertawakan kekonyolannya karena mau-maunya melakukan perjalanan jauh mengikuti mimpi. Orang ini bilang, ia memimpikan hal yang kurang lebih sama, bahwa ia memimpikan harta karun tapi tempatnya jauh. Di sebuah gereja tua di perdesaan Andalusia. Orang tersebut tak mau melakukan perjalanan konyol dari Mesir ke Andalusia. Saat itulah Santiago sadar, harta karunnya berada di tempat ia memulai perjalanan. Bagi penggemar atau yang pernah membaca Hikayat Seribu Satu Malam atau orang Barat lebih mengenalnya sebagai Arabian Nights, pasti mengenal satu cerita berjudul “A Ruined Man Who Became Rich Again Through a Dream” (muncul dalam versi terjemahan Richard Burton). Kisahnya? Tentang lelaki kaya yang bangkrut. Dalam kesusahan, ia memimpikan harta karun di satu tempat. Ia pergi ke tempat yang disebut di mimpinya, dan tidak menemukan harta karun. Ia malah bertemu seseorang yang juga memimpikan hal yang sama tapi tak mau pergi. Bedanya, orang ini melihat harta karunnya di satu tempat, yang segera diketahui tokoh kita sebagai rumahnya. Ia kembali ke rumahnya, menggali di halaman, dan menemukan harta karun tersebut. Sama? Ya, sama persis. Bedanya, kisah dalam Hikayat Seribu Satu Malam diceritakan dengan sangat ringkas, hanya sekitar 2-3 halaman. Lebih serupa cerpen. Paulo Coelho mengembangkannya menjadi novel sekitar 200 halaman. Plot dasarnya persis sama, tapi tentu saja dalam bentuk novel, Coelho mengembangkannya lebih kaya. Ada kisah cinta (pertama antara Santiago dengan anak pedagang wol, kemudian dengan gadis gurun bernama Fatimah). 

Novel yang lain adalah The Bad Girl karya Mario Vargas Llosa. Ceritanya bisa diringkas seperti ini: ada seorang bocah yang jatuh cinta sama seorang gadis (nakal). Si bocah selalu cinta dan sayang kepada gadis ini, tapi si gadis malah membalasnya dengan segala hal yang menyakitkan. Pertama mereka bertemu di sekolah menengah. Si gadis mau saja dibawa nonton bioskop atau jalan-jalan. Tapi, setiap si bocah mengajaknya untuk jadi pacar, si gadis menolaknya. Mereka bertemu lagi di Paris. Si bocah (kini bujangan) masih mencintainya. Si gadis mau kencan dengannya, tidur dengannya, tapi ketika diajak serius, si gadis malah pergi dengan diplomat Prancis. Seumur hidup si bocah mencintai gadis ini, tapi si gadis selalu menolaknya, dan lebih memilih gonta-ganti pacar (dan suami), mengejar orang- orang kaya, kemasyhuran, dan petualangan. Berkali-kali si gadis mengkhianati si bocah, tapi si bocah selalu menerimanya kembali, sebab ia selalu sayang dan cinta kepadanya. Yang pernah membaca Madame Bovary Gustave Flaubert, pasti mengingat kisah tersebut. Si gadis merupakan karakter modern dari Emma Bovary. Tentu saja Vargas Llosa memang kenal betul dengan Bovary, ia bahkan menulis satu buku khusus mengenai itu, The Perpetual Orgy. Vargas Llosa memindahkan latar novel ke Peru (lalu melintasi benua ke Paris, London, Tokyo, Barcelona). Seperti The Alchemist, versi baru Madame Bovary ini tentu menjadi lebih kaya. Sudut pandang narasi memang dari si bocah (bernama Ricardo). Kisah The Bad Girl, selain melintasi tempat-tempat yang lebih luas, juga ditandai dengan pergeseran politik dan budaya bersama berjalannya waktu. Novel ini sekaligus menjadi komentator untuk kemenangan Revolusi Kuba, kemunculan generasi bunga di London, dan banyak hal lagi. Selebihnya silakan baca karya-karya itu untuk melihat perbandingan-perbandingan lebih detail. Satu hal yang jelas, kasus ini barangkali bisa menjadi ajang para penulis untuk belajar: bagaimana menjadi pencuri yang baik.

Gimana, bosan dengan tulisan ini? Jika bosan, ya gpp juga. Kawan-kawan dapat membaca langsung apa yang Eka tulis dalam jurnalnya. Saya hanya mencoba meringkas dari apa yang Eka tulis karena berangkat dari adannya status facebook yang plot ceritanya (Menurut saya) sama persis dengan film Gie.

Sudah ya, saya capek ngetiknya. Siapa tahu diantara kita ada yang ingin menjadi pencuri yang baik berkat tulisan ini. Agagagaga

No comments:

Post a Comment