Friday, January 31, 2020

MEMAHAMI HUMOR SUFI NASRUDDIN HODJA


MEMAHAMI HUMOR SUFI NASRUDDIN HODJA

*Resensi Buku Kumpulan Humor Nasruddin Hodja oleh Ali Ahsan Al haris

Selepas membaca buku "Panduan Ringkas Gerilya Kota" saya berencana membaca buku "ABC Anarkisme" karangan Alexander Berkman. Pilihan untuk membaca dan meresensi buku Kumpulan Humor Nasruddin Hodja terbitan Kakatua itu karena buku tersebut belum tuntas saya baca di tahun 2020. Saya membeli buku tersebut di sebuah pameran buku tempat saya menjadi buruh. Saya mendapatkan buku cetakan kedua yang memiliki 220 halaman.


Saya pertama kali mendengar nama beliau dari Mbah Nun di sinau bareng (Saya lupa lokasinya)...Mbah Nun bercerita saat Nasruddin Hodja tidak diterima di usir dalam jamuan makan malam pembesar kerajaan karena memakai pakaian yang lusuh. Hodja sempat adu mulut dengan pihak keamanan kerajaan padahal dia adalah tamu undangan. Karena banget jengkelnya, akhirnya Hodja ganti memakai pakaian yang dinilai khayalak umum bagus dan formal. Singkat cerita sesampainya di ruang jamuan, Hodja tiba-tiba membuka seluruh pakaiannya yang hanya menanggalkan celana kolor nya, pakaian yang Hodja copot itu kemudian ia towel-towel kan ke makanan di meja makan sembari berkata "Ini, kalian hanya menerima pakaianku bukan diriku". Dari cerita yang Mbah Nun ceritakan itu membuat saya berniat untuk mencari buku karangan Nasruddin Hodja.


Lain cerita, mungkin pembaca sudah mafhum dengan nama Jalaluddin Rumi dan Abu Nawas. Di Indonesia sendiri, mungkin buku Rumi yang mudah kita temui di toko buku, untuk Abu Nawas, sepengetahuan saya jarang ditemukan yang versi terjemahan. Saya pernah membaca karangan Rumi, isinya mayoritas untaian kalimat-kalimat indah yang bermakna mendalam. Perlu tadabbur mendalam untuk memahami apa yang Rumi sampaikan itu. Nah, apa yang saya baca dari humor-humor nya Hodja mirip dengan apa yang Rumi tulis, tapi dalam versi jenaka. Kalau kalian memposisikan hanya membaca saja tanpa mencoba menggali apa yang Hodja tulis, saya pastikan akan menemui sisi humornya, tapi apakah hanya itu saja? Tentu tidak, ada banyak tulisannya Hodja meski terkesan sederhana, bagiku bermakna mendalam. Ya meski aktualnya saya masih gagal paham.


Buku ini terdapat 220 judul dengan pelbagai tema. Apresiasi sangat besar dari saya untuk tim penerbit Kakatua Yogyakarta yang telah menerbitkan karangan sastra klasik ke versi Bahasa Indonesia.

Dari pelbagai judul dalam buku ini, ada beberapa judul yang bagiku menarik. Seperti:


ANJING DAN BATU

Nasruddin Hodja mengunjungi sebuah kota untuk suatu keperluan. Waktu itu musim dingin. Ia berjalan malam-malam, pulang ke penginapan. Di depan sebuah rumah, tiba-tiba seekor anjing galak menggonggong dan tak mau berhenti. Anjing itu rupanya curiga dengan orang asing.


Nasruddin membungkuk untuk mengambil batu. Ia ingin melempar anjing itu. Tapi batu yang ia pegang ternyata terpendam terlalu kuat ke dalam tanah, sukar diambil.


"Kota aneh!" gumam Nasruddin. "Mereka mengikat batu-batu di tanah tapi membiarkan anjing lepas bebas berkeliaran."


BERSEMBUNYI DALAM PETI

Begitu seringnya Nasruddin berurusan dengan maling! Malam ini pula, ia kembali kedatangan maling. Menyadari hal ini, bukannya keluar mengusir, Nasruddin justru bersembunyi dalam sebuah peti.


Para maling mencari barang berharga kesana-kemari di rumah itu, namun mereka tak menemukan apa pun. Setelah semua digeledah, pandangan mereka menabrak sebuah peti yang ada di sudut dapur. Mata-mata rakus itu langsung membayangkan keping-keping emas, perhiasan, dan barang-barang. Namun ketika tutupnya dibuka, mereka terperanjat sekaligus kecewa.


"Apa yang kau lakukan di dalam peti ini?" bentak salah satu dengan wajah penasaran.

"Maaf," ujar Nasruddin ramah. 

"Aku malu. Kalian tak bisa menemukan barang berharga apa pun di rumahku . Begitu malunya diriku sehingga aku sembunyi."


BUKAN KELEDAI BIASA

Nasruddin Hodja menuntun keledainya ke pasar. Di situ ia menjual keledainya seharga 30 dinar. Lelaki yang membeli keledai itu dengan cepat membuka penawaran lelang di tempat yang sama.


"Lihat binatang yang kuat dan tegap ini!" teriaknya kepada orang yang berlalu lalang. 


"Apakah kalian pernah melihat keledai yang lebih bagus dan perkasa dibanding keledai ini? Lihat, betapa bersih badannya, betapa jernih matanya, dan betapa perkasa!" lalu ia masih terus menambah-nambah kehebatan binatang ini. Setelah berteriak-teriak cukup lama, akhirnya ada yang menawar 40 dinar.


"Ditawar 40 dinar sodara-sodara!" si pedagang mengumumkan pada semua orang. 


"Ayo, siapa yang berani lebih?" tantang si penjual.


"Aku berani 50 dinar!" seru seseorang dari belakang.


"Akan ku bayar 55!" seru seseorang yang lain. Nasruddin tersentak. Ia tak mengira jika keledainya itu bisa menimbulkan minat yang luar biasa.


"Betapa bodoh! Tadinya kupikir itu keledai biasa!"gumam Nasruddin, "tentulah ini binatang tiada tara! Satu di antara sejuta."


Setelah lama tak ada yang menawar lebih tinggi lagi, ia mulai menyadari bahwa keledai itu akan terjual dengan harga 55 dinar.


"Yak! Ada yang sudah berani 75 dinar, sodara-sodara Ya-ya-ya!" teriak si juru lelang mengumumkan.


"Aku berani 80 dinar!!!" Teriak Nasruddin dari deretan paling belakang.


JIKA AKU TAHU

Nasib malang menimpa Nasruddin. Keledai piaraannya hilang dicuri. Sang Hodja mulai mencarinya, berseru memanggil, kesana-kemari. Seseorang melihat tingkahnya itu dan bertanya siapa yang mencuri dan bagaimana bisa hilang.


"Jika aku tahu pelakunya, keledai itu tak akan hilang!"


KAKI KANAN LEBIH DAHULU

Suatu hari Nasruddin hendak berangkat mengajar. la mengenakan sepatunya dengan tergesa-gesa. Istrinya datang menegur.


"Mullah, jika memakai sepatu kau selalu mendahulukan yang sebelah kanan. Mengapa?


Nasruddin menjawab, "Tidakkah bodoh jika aku me- masukkan kaki kananku ke dalam sepatu kiri?"


Di atas adalah beberapa tulisan Hodja yang saya kutip, tentu banyak sekali yang sangat menarik untuk saya kutip lagi, namun alangkah lebih baiknya jikalau pembaca membaca bukunya secara langsung. Hehe


***


Nasruddin Hoja bukan tokoh fiktif! Ia ada sebagaimana asy-Syafi’i, al-Ghazali, al-Farabi, al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan deretan nama-nama yang kita kita kenal. Kalimah dan petuah Nasruddin Hoja, juga mencerahkan, penuh hikmah dan sarat pelajaran kehidupan, sama seperti kalimah atau kisah al-Ghazali atau Ibrahin bin Adham.


Tak berhenti di situ, Hoja diakui Lembaga Pendidikan dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Dia dianggap sebagai tokoh yang turut memberikan andil dalam memperkaya khazanah kemanusiaan dunia. Selain dia, tokoh muslim yang namanya tercatat adalah Rumi. Demikian informasi yang saya baca dalam buku Solat Jumat di Hari Kamis: 101 Kisah Jenaka Nasruddin Hoja yang ditulis Muhibin.


Nasruddin Hoja hidup pada akhir abad ke 14 dan awal abad 15. Lahir di desa Khortu, Sivri Hisar, Anatolia Tengah Turki 776 H/1372 M, dan meninggal di kota Ak-Shehir, Propensi Konya 838 H/1432 M, dan dimakamkan pula di sana pula. Nasruddin barmazhab Hanafi. Ini menurut pendapat masyhur.


Cerita tentangnya, pertama ditemukan dalam manuskrip abad ke-15. Dalam manuskrip Ebu ‘l-Khayr-i Rumis Saltuk-name (1480 M), Nasruddin diceritakan sebagai murid sufi Seyyid Mahmud Hayreni di Ak-Shehir, Barat Laut Turki Modern. Kalau memperhatikan tahun hidupnya, Nasruddin hidup di era dinasti Seljuk.



Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja

No comments:

Post a Comment