Mengapa Kita Harus
Berpikir Secara Logis?
Tugas logika
ialah membahas tentang ketepatan berpikir, yaitu menyelidiki sifat dan
cara-cara berpikir yang benar dengan menggunakan akal sehat atau logis. Dengan
berpikir logis maka kesimpulan yang diambil benar dan logis pula. Tugas seperti
ini bukan hanya berguna bagi kalangan akademisi, melainkan masyarakat umum
seperti kita perlu mempelajarinya. Terutama dalam era arus informasi yang bebas
dan tak terbatas. Mengapa hal ini dirasa penting, salah satu alasan utamanya dalam
rangka memberangus informasi hoax dan menjadi orang yang Sumbu Pendek, meski
terkesan tidak mungkin setidaknya kita sudah berusaha, dan itu bisa kita
lakukan sembari rebahan.
Pengetahuan
logika sesungguhnya sangat praktis sifatnya, karena yang dipentingkan ialah
kecakapan menggunakan aturan-aturan pemikiran secara tepat terhadap
persoalan-persoalan konkrit yang kita hadapi sehari-hari, dan dengan logika
dapat membantu kita mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kritis,
membentuk sikap objektif dan sikap ilmu yang positif.
Pembaca barangkali
akan menilai tulisan ini terlalu dangkal dalam membahas babakan logika, namun
saya pribadi ingin menyampaikan jika seseorang memiliki kemampuan untuk
menyampaikan buah pikiran dengan teratur, baik secara tertulis maupun secara
lisan. Terlebih dalam menyampaikan sebuah pendapat, seyogyanya apa yang kita
sampaikan dapat menggunakan bahasa yang jelas disertai alasan-alasan yang logis
pula.
Oleh karena itu,
pentingnya berpikir secara logis bagi masyarakat di era teknologi dan informasi
seperti sekarang adalah sebuah keperluan. Logika membantu manusia berpikir
lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari
kekeliruan, dan logika dapat juga membantu kita untuk bersikap objektif, lepas
dari pelbagai prasangka yang subjektif.
Kapan hari saya dan
Adit bertemu kawan sewaktu sekolah dulu, kita bertiga diskusi bagaimana Pemerintah
Pusat menangani wabah Covid-19 belakangan ini. Dua jam kita diskusi, dia selalu
mensalahkan langkah yang di ambil Pempus, tidak ada yang benar dan salah
kaprah.
Saya dan Adit
tak banyak bicara, terlebih jika kudu mengkritik langkah yang Pempus lakukan dalam
penanganan wabah Covid-19.
Gerimis mulai
turun, kita memilih berpisah, berjabat tangan dan saling melempar senyum.
“Harusnya Presidennya
itu Prabowo”, - Celetuk kawan saya
“ASU” – Jawab Adit.
“Ternyata dari
tadi saya saya ngobrol dengan korban Pilpres, Jancok” – Batinku.
No comments:
Post a Comment