YANG PENTING BAGIKU ADALAH DIALOG
Buku datang silih berganti
Dari penulis satu ke penulis yang lain
Genre satu ke genre lainnya
Bukannya berhenti, dahaga itu malah makin terasa.
Ada yang membekas
Ada yang lewat begitu saja
Ada yang mencerahkan, pun
Ada yang mempropagandakan.
Menjadi pembaca yang hanya penasaran
Menjadi pembaca yang kritis
Menjadi pembaca yang sok pintar
Atau, menjadi pembaca yang merasa terus menerus sinau dan sinau
Dalam proses membaca buku, saya tidak pernah ada yang membimbing harus
membaca buku genre apa dan dilanjutkan membaca buku tema apa. Alhasil, buku
yang saya baca cenderung asal pilih sesuai kehendak hati dan dompet, tidak
mempertimbangkan kelanjutan suatu tema pun kronologis sejarah. Pada titik itu
(Empat tahun yang lalu), saya banyak menyendiri dan bertanya ke diri saya.
Lantas tujuan saya membaca buku itu apa? Asu tenan kok.
Fase tersebut, yang saya anggap sebagai Quarter Life babakan pencarian
jati diri. Allah SWT mempertemukan saya dengan buku mungil nan tebal berjudul
"Pergolakan Pemikiran Islam" karangan Alamarhum Achmad Wahib.
Ada tulisan Almarhum yang bagiku menjawab pergolakan perasaanku pada
saat itu, seperti ini tulisannya:
Janganlah anda tanya padaku bagaimana tentang isi sebuah buku yang
baru selesai aku baca.
Aku tidak pernah ingat dengan baik akan isinya dan aku memang tidak
pernah berusaha mengingatnya, walaupun aku bukanlah orang yang merasa tidak
beruntung mengingatnya.
Syukurlah kalau kebetulan masih ada yang teringat dan tidak apalah
bila telah melupakannya semua.
Yang penting bagiku adalah dialog yang terjadi antara aku dan
pengarangnya sewaktu tulisan itu aku baca.
Aku buka pintu hati dan otakku selebar-lebarnya untuk memperoleh
pengaruh dari pengarang itu di samping sekaligus aku berusaha menyaringnya
dengan cermat.
Aku ingin bahwa dialog dengan buku-buku itu tidak hanya menambah
pengetahuanku tapi lebih-lebih lagi membantu dan mempengaruhi sikap hidupku.
Karena itu aku selalu berusaha mencerna, menyaring, mengkritik dan
meresapinya agar dia berjabat tangan lebih erat dengan pikiran-pikiran dan
kepribadian yang sudah ada dan menyempurnakannya.
Aku pun berusaha, terlebih-lebih lagi, membentuk dan mengolahnya agar
yang sudah ada dan menemukan suatu bentuk pengungkapan baru yang segar sesuai
dengan penghayatan-penghayatan dalam diriku.
Dan yang paling penting adalah usahaku bahwa dialog dengan
pikiran-pikiran pengarang itu akan mengantarkan aku pada kebenaran-kebenaran
baru yang lebih tinggi.
Sikap-sikap seperti ini kulakukan pula bila aku mengikuti diskusi,
mendengarkan ceramah, berdebat atau menghadiri seminar-seminar.
Aku sangat bersedih hati bila setelah selesai diskusi, berdebat,
ceramah atau seminar, aku tidak punya waktu untuk merenungi apa-apa yang baru
lewat itu dengan baik dan leluasa.
Sebab hanya dengan merenung dan merenung, apa yang aku lihat, dengar
dan rasakan serasi dalam diriku sebagai suatu kesatuan dan membantu mem
permatang kepribadianku, dan menambah ilmu ku bukan sebagai kumpulan
potongan-potongan tapi sebagai suatu kebulatan sistem.
Aku berusaha mencerna, mencoba dan mengasah terus agar apa yang sudah
ada itu makin lama makin padat dan bulat, agar tercapailah suatu gambaran diri
yang konsisten.
8 Februari
1970
Sekian
terimakasih
Malang, 8
April 2020
Ali Ahsan Al
Haris
No comments:
Post a Comment