Thursday, April 23, 2020

Terlalu Banyak Membaca Itu Tidak Baik


Terlalu Banyak Membaca Itu Tidak Baik


Aneh tidak sih jika kita di tanya seseorang sudah berapa banyak buku yang kita baca. Terlebih jika ada komparasi berapa lama kita membagi waktu dalam membaca buku dan Al-Quran. Hal-hal semacam ini sering saya dengar di bangku-bangku warung kopi girasan, sekat rak buku perpustakaan, bazar buku dan group-group diskusi. Puncak dari pertanyaan itu adalah apa yang kita sudah kita kerjakan dari banyaknya buku yang tandas kita baca. Sebuah momok yang seolah sengaja dibenturkan untuk kalangan pembaca dan tidak.


Pada buku pergolakan pemikiran islam karangan Ahmad Wahib, beliau berpendapat jika terlalu banyak persentase waktu untuk membaca itu tidak baik. Kita hanya sekedar akan menjadi reservoir ilmu. Pemikiran otentik yang kita adakan maksimal hanya dalam kerangka kemungkinan-kemungkinan yang diberikan dalam suatu buku dan perbandingannya dengan buku lainnya. Banyak membaca harus diimbangi dengan banyak merenung dan banyak observasi langsung. Harus ada keseimbangan antara membaca, merenung dan mengamati. Dengan demikianlah kita akan mampu membentuk pendapat sendiri dan tidak sekedar mengikut pendapat orang atau memilih salah satu di antara pendapat yang berbeda-beda.


Mbah Nun pernah berkata jika kita harus selalu menjadi manusia yang terus menerus belajar dan sinau bareng. Kita tidak tahu apa yang selama ini kita fahami dan dapatkan benar bagi diri dan kemanusiaan atau malah menyesatkan. Sebagai manusia pembelajar tentu kita harus memiliki sumber ilmu, itu bisa kita dapatkan dari mengikuti kajian kitab kuning para Kyai, membaca Al Quran, membaca buku dll. Sebagai telaah dari hasil belajar secara mandiri, sebaiknya kita memiliki sebuah kelompok diskusi, pengajian, seminar dll yang hasilnya dapat membuat hasil belajar kita semakin kokoh sebagai kebulatan sistim pemikiran.


Ali Ahsan Al Haris
Malang, 23 April 2020







No comments:

Post a Comment