Thursday, June 25, 2020

MAKALAH MIKROBIOLOGI PERAIRAN Pemanfaatan Bioluminansi Bakteri sebagai Biomonitoring Kualitas Perairan


MAKALAH MIKROBIOLOGI PERAIRAN
“Pemanfaatan Bioluminansi Bakteri sebagai Biomonitoring Kualitas Perairan”

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Mikrobiologi Perairan
Dosen Pengampu: Andi Kurniawan S.Pi, M.Eng, D.Sc


Disusun Oleh:
Putri Aulia Witasya                         185080100111050

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANA DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas  segala rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas Mikrobiologi Perairan. Makalah ini dapat digunakan sebagai wahana untuk menambah pengetahuan.
Makalah ini dibuat sedemikian rupa agar pembaca dapat dengan mudah mempelajari dan memahami tentang peran mikroba dalam monitoring kualitas perairan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang Jamur Basidiomycota.


Malang, 11 Desember 2019


Penulis


Air memegang peranan penting di dalam kehidupan manusia dan juga makhluk hidup lainnya, antara lain air dapat digunakan untuk minum, memasak, mencuci, mandi, mengairi sawah, ladang, dan industry. Pencemaran air adalah masuknya zat, energi, unsur, atau komponen lainnya ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan perubahan bau, warna, dan rasa (Effendi, 2003). Air limbah merupakan air buangan dari masyarakat hasil sisa dari berbagai aktifitas manusia. Kandungan zat kimia dalam air limbah perlu diketahui sebagai langkah awal untuk menentukan perlakuan yang tepat terhadap air limbah tersebut. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi. Adanya bahan-bahan organik dalam suatu air limbah dapat mempengaruhi kehidupan dari makhluk hidup tertentu, seperti ikan, serangga, dan organisme lain yang sangat bergantung pada oksigen (Hindarko, 2003). Hasil penelitian Betawati, et al. (2008) menunjukkan bahwa beberapa situ di Jabodetabek mengindikasikan telah tercemar. Situ Babakan, Ulin Salam, dan Agathis tergolong perairan tawar yang tercemar sedang, serta danau Sunter dan danau Lido tergolong perairan yang tercemar berat. Telah diketahui beberapa bakteri dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat pencemaran di perairan. Pemantauan kualitas air secara periodik dan perbaikan pemanfaatan lahan di wilayah perairan sangat diperlukan guna memelihara kesehatan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan perairan. Terdapat kelompok bakteri heterotrofik yang berperan penting dalam sistem perairan karena kemampuan aktivitas metabolismenya, baik pada lingkungan aerob ataupun anaerob (Sigee, 2005). Bakteri heterotrofik merupakan golongan bakteri yang mampu memanfaatkan dan mendegradasi senyawa organik kompleks yang mengandung unsur C, H, dan N (Parwanayoni, 2008). Bakteri heterotrofik lebih umum dijumpai di perairan dibandingkan bakteri autotrofik, oleh karena itu dalam ekosistem perairan, bakteri heterotrofik berfungsi menghancurkan bahan-bahan organik pencemar dalam air (Achmad, 2004).

Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
Apa itu biomonitoring?
Bagaimana deskripsi teknologi biomonitoring oleh mikroba?
Apa keunggulan dan kelemahan dari teknologi tersebut?
Bagaimana arah pengembangan dari teknologi tersebut?

Adapun tujuan dari teknologi ini adalah untuk memanfaatkan mikroba sebagai agen hayati dalam proses monitoring kualitas perairan yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
                Biomonitoring adalah metode pemantauan kualitas air dengan menggunakan indikator biologis (bioindikator). Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan. Apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan. Kelompok-kelompok tersebut sering digunakan dalam pendugaan kualitas air karena dapat mencerminkan pengaruh perubahan kondisi fisik dan kimia yang terjadi di perairan dalam selang waktu tertentu. Secara umum istilah biomonitoring dipakai sebagai alat atau cara yang penting dan merupakan metode baru untuk menilai suatu dampak pencemaran lingkungan (Mukono, 2006).
Indikator yang digunakan biomonitoring biasanya hidup atau menempati wilayah perairan tertentu atau disebut indikator biologis. Indikator biologis merupakan cara terbaik untuk diterapkan dalam pengelolaan lingkungan karena organisme berinteraksi langsung dengan lingkungannya (Hakim dan Trihadiningrum, 2012). Bioindikator merupakan kelompok atau komunitas organisme yang saling berhubungan, yang keberadaannya atau perilakunya sangat erat berhubungan dengan kondisi lingkungan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai satu petunjuk atau uji kuantitatif. Biomonitoring merupakan metode sangat cepat dan tidak mahal dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan dapat pula mengikutsertakan masyarakat umum untuk membantu mengontrol kebersihan dan kesuburan lingkungan lahan perairan, sehingga dapat dilaksanakan dengan segera (Tjokrokusumo, 2006). Mikroorganisme yang bertindak sebagai bioindikator disebabkan kehadiran mikroorganisme tersebut mendominasi di atas spesies lain, misalnya: Coliform, Coliform fekal, E. coli, Streptococci fekal, dan Clostridia spores.

                Bioluminescence adalah emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu. Hingga saat ini, bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai macam makhluk hidup seperti cendawanbakteri, dan organisme di perairan, namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewanvertebrata terestrialamfibi, dan mamalia. Sebagian besar plankton memiliki kemampuan menghasilkanpendaran, terutama plankton yang hidup di perairan laut dalam.
Peristiwa terjadinya bioluminescence merupakan peristiwa yang terjadi akibat kerja enzim didalam tubuh organisme.hal tersebut dikarenakan beberapa enzim yang system kerjanya menghasilkan cahaya.
Banyak bakteri yang dapat menghasilkan bioluminesensi, umumnya diketahui kemudian bahwa seluruh bakteri tersebut tergolong ke dalam bakteri gram negatifmotil, memiliki morfologi batang, dan bersifat aerobatau anaerob fakultatif. Bakteri-bakteri itu tersebar di daerah lautan, perairan tawar, dan tanah (terestrial). Contoh bakteri penghasil bioluminesensi yang telah diteliti adalah genus Vibrio (V.harveyi, V.fischeri, V.cholera), Photobacterium (P.phosphoreum, P.leiognathi), Xenorhabdus (X.luminescens), Alteromonas (A.haneda), dan Shewanella.
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik dan dan merupakan oksidasisenyawa riboflavin fosfat (FMNH2) (lusiferin bakteri) serta rantai panjang aldehida lemak hingga menghasilkan emisi cahaya hijau-biru yang dikatalisis oleh enzim lusiferase. Luciferase adalah suatu enzim heterodimer berukuran 77 kDa yang terdiri dari dua subunit, yaitu subunit alfa (α) dan subunit beta (β). Subunit α (~40 kDa) disandikan oleh gen luxA, sedangkan subunit β (~37 kDa) disandikan oleh gen luxB. Selain luciferase, masih terdapat beberapa enzim lain yang terlibat dalam keseluruhan reaksi ini dan ekspresi enzim-enzim tersebut diatur oleh suatu operon yang disebut operon lux.
 Enzim lusiferase akan mempergunakan substrat senyawa aldehida yang disintesis di dalam sel dengan bantuan multienzim yang disebut kompleks enzim aldehida lemak reduktase (fatty aldehyde reductase complex). Kompleks enzim ini terdiri dari tiga subunit enzim yaitu redutase, transferase, dan sintetase yang masing-masing disandikan oleh gen luxC, luxD, dan luxE. Subunit transferase akan mengkatalisis pemindahan grup lemak asil yang teraktivasi ke airoksigen, dan akseptor tiol. Kedua subunit lainnya, yaitu reduktase (~54 kDa) dan sintetase (~42 kDa)akan mengkatalisis reduksi senyawa asam lemak menjadi aldehida dengan reaksi sebagai berikut :
RCOOH + NADPH + ATP --> RCHO + NADP + AMP + PPi.

Komponen sistem bioluminesensi lainnya adalah flavoprotein yang disandikan oleh gen luxF. Protein ini hanya ditemukan pada Photobacterium dan fungsinya belum diketahui tetapi dari sekuens asam aminonya, diketahui bahwa protein ini homolog dengan lusiferase. Pada bakteri juga ditemukan luxG yang diduga memiliki peranan dalam reaksi bioluminesensi untuk bakteri yang hidup di lingkungan perairan. Khusus untuk V. harveyi, juga ditemukan luxH yang berperan dalam sistem luminesensinya. Operon lux bekerja dibawah pengaruh protein regulator yang berupa protein reseptor (luxR) dan autoinduser (luxI).
Selain protein-protein yang disandikan oleh operon lux, masih terdapat 4 protein lain yang memengaruhi reaksi bioluminesensi, yaitu 
lumazine, protein fluoresensi kuning, flavin reduktase, dan aldehida dehidrogenase. Lumazine yang ditemukan pada Photobacterium dan Vibrio berfungsi memperpendek panjang gelombang yang dihasilkan dari emisi cahaya (<490 nm), sedangkan protein fluoresensi kuning berfungsi mengubah panjang gelombang cahaya menjadi 540 nm pada V. fischeri sehingga cahaya yang diemisikan mengalami perubahan warna. Flavin reduktase dapat mengkatalisis reduksi FMN menjadi FMNH2 sehingga substrat tersedia terus-menerus karena diregenerasi. Yang terakhir adalah enzim aldehida dehidrogenase yang berperan dalam degradasi senyawa aldehida. 

Biolumiansi sendiri berfungsi untuk mendeteksi adanya pencemaran atau polutan di perairan. Semakin banyak bakteri bioluminansi maka perairan tersebut dikatakan tercemar. Bakteri tersebut bertugas untuk memonitoring sekaligus mendegradasi pencemaran tersebut. bioluminescent dapat secara efektif digunakan sebagai alat dalam mendeteksi polutan kimia dalam air dalam biaya sangat efektif dan cara yang ramah lingkungan.

2.3.1 Keuntungan
                                Keuntungan dari pemanfaatan bioluminansi bakteri untuk monitoring kualitas perairan ini adalah dapat secara efektif mendeteksi adanya pencemaran dengan pertambahan jumlah sel. Selain itu juga lebih ramah lingkungan dan mudah diisolasi. Tampilannya yang indah dapat menjadi daya tarik tersendiri.
2.3.2 Kekurangan
                                Kekurangan dari pemanfaatan bioluminansi bakteri untuk monitoring kualitas perairan adalah bakteri yang mudah mati jika terkena polutan dengan konsentrasi terlalu tinggi. Selain itu dalam penanamannya membutuhkan protein yang tinggi serta daya dukung lingkungan yang kuat.

                Pengembangan teknologi monitoring kualitas air menggunakan bioluminansi bakteri ini berupa penanaman bakteri untuk ditebar dilingkungan tercemar. Selain itu mengkombinasikan bakteri ini dengan agen biosorpsi lainnya untuk menciptakan aplikasi biomonitoring sekaligus bioremendiasi yang efektif dan ramah lingkungan.


                Kesimpulan yang didapat dari pembahasan diatas adalah sebagai berikut:
Biomonitoring adalah metode pemantauan kualitas air dengan menggunakan indikator biologis (bioindikator).
Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan.
Bioluminescence adalah emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu.
Peristiwa terjadinya bioluminescence merupakan peristiwa yang terjadi akibat kerja enzim didalam tubuh organisme.hal tersebut dikarenakan beberapa enzim yang system kerjanya menghasilkan cahaya.
Biolumiansi sendiri berfungsi untuk mendeteksi adanya pencemaran atau polutan di perairan.

                Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan aplikasi ini adalah membuat teknologi dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada untuk mengawal kualitas perairan sekaligus membersihkan pencemaran.
Rahayu, W. (2009). Monitoring air di daerah aliran sungai .
Thacharodi. T., C. Jeganathan, and D. Thacharodi.2019. Biomonitoring of heavy metal pollution by bioluminescent bacterial biosensors.  Indian Journal of Science and Technology. 12(15).
Widiyanto, J., dan A. Sulistayarsi. 2018. Biomonitoring kualitas air sungai madiun dengan bioindikator makroinvertebrata.
Yu, D., L. Bai, J. Zhai, Y. Wang, and S. Dong.2017. Toxicity detection in water containing heavy metal ions with a self-powered microbial fuel cell-based biosensor. Talanta.168: 210-216.

No comments:

Post a Comment