MAKALAH
MIKROBIOLOGI PERAIRAN
“Pemanfaatan
Bioluminansi Bakteri sebagai Biomonitoring Kualitas Perairan”
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Mikrobiologi Perairan
Dosen
Pengampu: Andi Kurniawan S.Pi, M.Eng, D.Sc
Disusun
Oleh:
Putri
Aulia Witasya 185080100111050
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANA DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
2019
Puji
syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas segala rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas Mikrobiologi Perairan. Makalah
ini dapat digunakan sebagai wahana untuk menambah pengetahuan.
Makalah
ini dibuat sedemikian rupa agar pembaca dapat dengan mudah mempelajari dan
memahami tentang peran mikroba dalam monitoring kualitas perairan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang Jamur Basidiomycota.
Malang, 11 Desember 2019
Penulis
Air
memegang peranan penting di dalam kehidupan manusia dan juga makhluk hidup
lainnya, antara lain air dapat digunakan untuk minum, memasak, mencuci, mandi,
mengairi sawah, ladang, dan industry. Pencemaran air adalah masuknya zat,
energi, unsur, atau komponen lainnya ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas
air terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan perubahan bau,
warna, dan rasa (Effendi, 2003). Air limbah merupakan air buangan dari
masyarakat hasil sisa dari berbagai aktifitas manusia. Kandungan zat kimia
dalam air limbah perlu diketahui sebagai langkah awal untuk menentukan
perlakuan yang tepat terhadap air limbah tersebut. Selain itu, hal ini juga
dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi. Adanya bahan-bahan
organik dalam suatu air limbah dapat mempengaruhi kehidupan dari makhluk hidup
tertentu, seperti ikan, serangga, dan organisme lain yang sangat bergantung
pada oksigen (Hindarko, 2003). Hasil penelitian Betawati, et al. (2008)
menunjukkan bahwa beberapa situ di Jabodetabek mengindikasikan telah tercemar.
Situ Babakan, Ulin Salam, dan Agathis tergolong perairan tawar yang tercemar
sedang, serta danau Sunter dan danau Lido tergolong perairan yang tercemar
berat. Telah diketahui beberapa bakteri dapat digunakan untuk mendeteksi
tingkat pencemaran di perairan. Pemantauan kualitas air secara periodik dan
perbaikan pemanfaatan lahan di wilayah perairan sangat diperlukan guna
memelihara kesehatan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan perairan.
Terdapat kelompok bakteri heterotrofik yang berperan penting dalam sistem
perairan karena kemampuan aktivitas metabolismenya, baik pada lingkungan aerob
ataupun anaerob (Sigee, 2005). Bakteri heterotrofik merupakan golongan bakteri
yang mampu memanfaatkan dan mendegradasi senyawa organik kompleks yang
mengandung unsur C, H, dan N (Parwanayoni, 2008). Bakteri heterotrofik lebih
umum dijumpai di perairan dibandingkan bakteri autotrofik, oleh karena itu
dalam ekosistem perairan, bakteri heterotrofik berfungsi menghancurkan
bahan-bahan organik pencemar dalam air (Achmad, 2004).
Rumusan
masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
Apa itu
biomonitoring?
Bagaimana
deskripsi teknologi biomonitoring oleh mikroba?
Apa
keunggulan dan kelemahan dari teknologi tersebut?
Bagaimana
arah pengembangan dari teknologi tersebut?
Adapun
tujuan dari teknologi ini adalah untuk memanfaatkan mikroba sebagai agen hayati
dalam proses monitoring kualitas perairan yang lebih efisien dan ramah
lingkungan.
Biomonitoring adalah metode
pemantauan kualitas air dengan menggunakan indikator biologis (bioindikator).
Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya atau
perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan. Apabila terjadi
perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaaan dan perilaku
organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas
lingkungan. Kelompok-kelompok tersebut sering digunakan dalam pendugaan
kualitas air karena dapat mencerminkan pengaruh perubahan kondisi fisik dan
kimia yang terjadi di perairan dalam selang waktu tertentu. Secara umum istilah
biomonitoring dipakai sebagai alat atau cara yang penting dan merupakan metode
baru untuk menilai suatu dampak pencemaran lingkungan (Mukono, 2006).
Indikator
yang digunakan biomonitoring biasanya hidup atau menempati wilayah perairan
tertentu atau disebut indikator biologis. Indikator biologis merupakan cara
terbaik untuk diterapkan dalam pengelolaan lingkungan karena organisme
berinteraksi langsung dengan lingkungannya (Hakim dan Trihadiningrum, 2012).
Bioindikator merupakan kelompok atau komunitas organisme yang saling
berhubungan, yang keberadaannya atau perilakunya sangat erat berhubungan dengan
kondisi lingkungan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai satu petunjuk atau
uji kuantitatif. Biomonitoring merupakan metode sangat cepat dan tidak mahal
dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan dapat pula mengikutsertakan
masyarakat umum untuk membantu mengontrol kebersihan dan kesuburan lingkungan
lahan perairan, sehingga dapat dilaksanakan dengan segera (Tjokrokusumo, 2006).
Mikroorganisme yang bertindak sebagai bioindikator disebabkan kehadiran
mikroorganisme tersebut mendominasi di atas spesies lain, misalnya: Coliform,
Coliform fekal, E. coli, Streptococci fekal, dan Clostridia spores.
Bioluminescence adalah emisi
cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu.
Hingga saat ini, bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai
macam makhluk hidup seperti cendawan, bakteri, dan organisme di perairan, namun tidak ditemukan
pada tanaman berbunga, hewanvertebrata terestrial, amfibi, dan mamalia. Sebagian
besar plankton memiliki
kemampuan menghasilkanpendaran,
terutama plankton yang
hidup di perairan laut dalam.
Peristiwa
terjadinya bioluminescence merupakan peristiwa yang terjadi akibat kerja enzim
didalam tubuh organisme.hal tersebut dikarenakan beberapa enzim yang system
kerjanya menghasilkan cahaya.
Banyak bakteri yang
dapat menghasilkan bioluminesensi, umumnya diketahui kemudian bahwa seluruh
bakteri tersebut tergolong ke dalam bakteri gram negatif, motil, memiliki morfologi batang,
dan bersifat aerobatau anaerob fakultatif.
Bakteri-bakteri itu tersebar di daerah lautan, perairan tawar, dan tanah (terestrial).
Contoh bakteri penghasil bioluminesensi yang telah diteliti adalah genus Vibrio (V.harveyi, V.fischeri, V.cholera), Photobacterium (P.phosphoreum, P.leiognathi), Xenorhabdus (X.luminescens), Alteromonas (A.haneda),
dan Shewanella.
Reaksi
yang terjadi bersifat spesifik dan dan merupakan oksidasisenyawa
riboflavin fosfat (FMNH2) (lusiferin bakteri) serta rantai panjang aldehida lemak hingga
menghasilkan emisi cahaya hijau-biru yang dikatalisis oleh enzim lusiferase.
Luciferase adalah suatu enzim heterodimer berukuran
77 kDa yang terdiri dari dua subunit, yaitu subunit alfa (α) dan subunit beta
(β). Subunit α (~40 kDa) disandikan oleh gen luxA, sedangkan subunit
β (~37 kDa) disandikan oleh gen luxB. Selain luciferase,
masih terdapat beberapa enzim lain yang terlibat dalam keseluruhan reaksi ini
dan ekspresi enzim-enzim tersebut diatur oleh suatu operon yang
disebut operon lux.
Enzim
lusiferase akan mempergunakan substrat senyawa aldehida yang
disintesis di dalam sel dengan bantuan multienzim yang disebut kompleks enzim
aldehida lemak reduktase (fatty aldehyde reductase complex). Kompleks enzim ini
terdiri dari tiga subunit enzim yaitu redutase, transferase, dan sintetase yang
masing-masing disandikan oleh gen luxC, luxD, dan luxE. Subunit
transferase akan mengkatalisis pemindahan grup lemak asil yang teraktivasi
ke air, oksigen,
dan akseptor tiol. Kedua subunit
lainnya, yaitu reduktase (~54 kDa) dan sintetase (~42 kDa)akan mengkatalisis
reduksi senyawa asam lemak menjadi aldehida dengan reaksi sebagai
berikut :
RCOOH +
NADPH + ATP --> RCHO + NADP + AMP + PPi.
Komponen
sistem bioluminesensi lainnya adalah flavoprotein yang
disandikan oleh gen luxF. Protein ini
hanya ditemukan pada Photobacterium dan
fungsinya belum diketahui tetapi dari sekuens asam aminonya, diketahui bahwa
protein ini homolog dengan lusiferase. Pada bakteri juga
ditemukan luxG yang diduga memiliki peranan dalam reaksi
bioluminesensi untuk bakteri yang hidup di lingkungan perairan. Khusus
untuk V. harveyi,
juga ditemukan luxH yang berperan dalam sistem luminesensinya.
Operon lux bekerja dibawah pengaruh protein regulator yang berupa
protein reseptor (luxR) dan autoinduser (luxI).
Selain protein-protein yang disandikan oleh operon lux, masih terdapat 4 protein lain yang memengaruhi reaksi bioluminesensi, yaitu lumazine, protein fluoresensi kuning, flavin reduktase, dan aldehida dehidrogenase. Lumazine yang ditemukan pada Photobacterium dan Vibrio berfungsi memperpendek panjang gelombang yang dihasilkan dari emisi cahaya (<490 nm), sedangkan protein fluoresensi kuning berfungsi mengubah panjang gelombang cahaya menjadi 540 nm pada V. fischeri sehingga cahaya yang diemisikan mengalami perubahan warna. Flavin reduktase dapat mengkatalisis reduksi FMN menjadi FMNH2 sehingga substrat tersedia terus-menerus karena diregenerasi. Yang terakhir adalah enzim aldehida dehidrogenase yang berperan dalam degradasi senyawa aldehida.
Selain protein-protein yang disandikan oleh operon lux, masih terdapat 4 protein lain yang memengaruhi reaksi bioluminesensi, yaitu lumazine, protein fluoresensi kuning, flavin reduktase, dan aldehida dehidrogenase. Lumazine yang ditemukan pada Photobacterium dan Vibrio berfungsi memperpendek panjang gelombang yang dihasilkan dari emisi cahaya (<490 nm), sedangkan protein fluoresensi kuning berfungsi mengubah panjang gelombang cahaya menjadi 540 nm pada V. fischeri sehingga cahaya yang diemisikan mengalami perubahan warna. Flavin reduktase dapat mengkatalisis reduksi FMN menjadi FMNH2 sehingga substrat tersedia terus-menerus karena diregenerasi. Yang terakhir adalah enzim aldehida dehidrogenase yang berperan dalam degradasi senyawa aldehida.
Biolumiansi
sendiri berfungsi untuk mendeteksi adanya pencemaran atau polutan di perairan.
Semakin banyak bakteri bioluminansi maka perairan tersebut dikatakan tercemar.
Bakteri tersebut bertugas untuk memonitoring sekaligus mendegradasi pencemaran
tersebut. bioluminescent dapat secara efektif digunakan sebagai alat dalam
mendeteksi polutan kimia dalam air dalam biaya sangat efektif dan cara yang ramah
lingkungan.
2.3.1
Keuntungan
Keuntungan dari
pemanfaatan bioluminansi bakteri untuk monitoring kualitas perairan ini adalah
dapat secara efektif mendeteksi adanya pencemaran dengan pertambahan jumlah
sel. Selain itu juga lebih ramah lingkungan dan mudah diisolasi. Tampilannya
yang indah dapat menjadi daya tarik tersendiri.
2.3.2
Kekurangan
Kekurangan dari
pemanfaatan bioluminansi bakteri untuk monitoring kualitas perairan adalah
bakteri yang mudah mati jika terkena polutan dengan konsentrasi terlalu tinggi.
Selain itu dalam penanamannya membutuhkan protein yang tinggi serta daya dukung
lingkungan yang kuat.
Pengembangan teknologi monitoring
kualitas air menggunakan bioluminansi bakteri ini berupa penanaman bakteri
untuk ditebar dilingkungan tercemar. Selain itu mengkombinasikan bakteri ini
dengan agen biosorpsi lainnya untuk menciptakan aplikasi biomonitoring
sekaligus bioremendiasi yang efektif dan ramah lingkungan.
Kesimpulan yang didapat dari
pembahasan diatas adalah sebagai berikut:
Biomonitoring
adalah metode pemantauan kualitas air dengan menggunakan indikator biologis
(bioindikator).
Bioindikator
adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya atau perilakunya di
alam berhubungan dengan kondisi lingkungan.
Bioluminescence
adalah emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi
kimia tertentu.
Peristiwa terjadinya
bioluminescence merupakan peristiwa yang terjadi akibat kerja enzim didalam
tubuh organisme.hal tersebut dikarenakan beberapa enzim yang system kerjanya
menghasilkan cahaya.
Biolumiansi
sendiri berfungsi untuk mendeteksi adanya pencemaran atau polutan di perairan.
Saran yang dapat diberikan untuk
pengembangan aplikasi ini adalah membuat teknologi dengan memanfaatkan
sumberdaya alam yang ada untuk mengawal kualitas perairan sekaligus
membersihkan pencemaran.
Rahayu, W. (2009). Monitoring air di daerah
aliran sungai .
Thacharodi. T., C. Jeganathan, and D.
Thacharodi.2019. Biomonitoring of heavy metal pollution by bioluminescent
bacterial biosensors. Indian Journal of
Science and Technology. 12(15).
Widiyanto, J., dan A. Sulistayarsi. 2018. Biomonitoring
kualitas air sungai madiun dengan bioindikator makroinvertebrata.
Yu, D., L. Bai, J. Zhai, Y. Wang, and S. Dong.2017.
Toxicity detection in water containing heavy metal ions with a self-powered microbial
fuel cell-based biosensor. Talanta.168: 210-216.
No comments:
Post a Comment