Tuesday, September 29, 2020

Resensi Buku Psikologi Suryomentaraman

Psikologi Suryomentaraman

 

A.      Ilmu Nyata dan Ilmu Keyakinan

Ki Ageng memulai bab Ilmu (Kawruh) dengan sebuah pembedaan tegas definisi dari Ilmu yang menurut beliau adalah "Sistematika penalaran yang mengarahkan orang untuk memilah-milah persoalan ke dalam kategori-kategori benar, sehingga melahirkan kejernihan berpikir dan keteraturan tindakan".

Dengan berpikir secara benar, tindakan kita selamat. Berpikir salah, tindakan kita akan masuk kategori yang salah.

Cara berpikir benar akan melahirkan tindakan yang benar. Cara berpikir yang salah akan melahirkan tindakan yang salah pula. Sederhananya, Ilmu adalah cara seseorang untuk mencapai level berpikir dan bertindak benar sehingga dapat mengantarkannya pada kebahagiaan.

Ilmu secara objek dibagi menjadi dua.

1.       Barang Asal: Sebuah keharusan, tidak kasat mata, tanpa cacah, tetap, tidak terikat ruang dan waktu.

2.       Barang Jadi: Keberadaanya ditentukan barang asal sehingga dapat diketahui cacahnya, tidak tetap dan terikat dengan ruang dan waktu.

Karena ilmu sebagai objek, maka perlu sebuah subjek untuk mengetahui, dan manusia adalah satu-satunya mahluk yang sanggup karena memilik akal. Namun lantas tidak semua pengethauan yang lahir dari fikiran manusia berarti benar. Karena seringkali orang meyakini kebenaran pengetahuan dari pikiran orang yang “Merasa Tahu”.

Dari hal tersebut, maka sumber pengetahuan dibagi menjadi dua.

1.       Tahu Sendiri: Dapat merasakan,mengerti dan melihat secara langsung

2.       Mengira Tahu: Tidak merasakan langsung, tidak mengerrti dan melihat secara langsung

Jika dibuat sebuah alur, kurang lebih seperti ini.

Tahu Sendiri > Ilmu Nyata/Rasional > Terus mencari sebab akibat & dapat diverifikasi.

Mengira Tahu > Ilmu Keyakinan/Irasional > Cukup diyakini tanpa perlu dimengerti, sumbernya kata orang, dugaan dan pantas-pantasnya.

Hasil dari ilmu nyata membuat kepercayaan seseorang tetap, jika dipercaya tak bertambah, jika disangkal tak berkurang. Sedangkan ilmu keyakinan bersifat tidak tetap. Jika dipercaya bertambah, jika disangkal akan berkurang. Dalam hal bersosial dan bermasyarakat, ilmu nyata dapat membuat sebuah komunitas rekat karena sifatnya ilmunya yang pakem. Berbeda dengan ilmu keyakinan yang cenderung berubah-berubah tergantung banyaknya orang percaya dan menyangkalnya.

B.      Dari Kramadangsa Menjadi Manusia Tanpa Ciri

Pokok dari ajaran kawruh jiwa adalah tentang “Yang Tahu” dan “Yang Diketahui”. Ajaran ini berlaku ke semua hal (Rasional dan Irasional). Pada bab ini, kramadangsa mengajarkan bagaimana mengetahui diri sendiri, karena mempelajari diri sendiri berbeda caranya karena tidak seluruhnya memerlukan kapasitas analitis, melainkan juga reflektif. Terlebih dalam mempelajari diri sendiri karena hal ini berhubungan dengan kejiwaan.

“Yang Tahu” dan “Yang Diketahui” menjadi sangat penting karena bukan membahas “aku yang sedang melijat benda di sekelilingku” melainkan “aku yang sedang mengamati rasaku sendiri”.

SI JURU CATAT


Setiap manusia tidak pernah berhenti dalam mencatat kebiasaanya dalam mencatat, dalamhal ini menyimpan apa yang pernah ia alami melalui indera penglihatan, peraba, pencium, pengecap dan pendengaran. Proses pencatatan itu pada mulanya bersifat netral sebelum melahirkan kramadangsa atau rasa sebagai “aku” yang senantiasa ingin meyenangkan diri sendiri dan mengabaikan kesenangan atau perasaan orang lain.

Dari watak kramadangsa itu tadi, kemudian dikategorikan tiga kelompok besar yang mempengaruhi kehidupan manusia, yaitu: Semat (Jabatan), Drajat (Kehormatan) dan Kramat (Kekuasaan). Dari sini coba saya simpulkan kegunaan dari kramadangsa adalah untuk pelayanan atau arsip dari catatan-catatan selama seorang manusia hidup yang kemudian berpengaruh terhadap laku spiritual.

Perlu saya jelaskan terlebih dahulu latar belakang dari kramadangsa sehingga sangat penting untuk kita ketahui. Kramadangsa baru muncul saat manusia memasuki umur 2-3 tahun, pada umur tersebut seorang anak sudah dapat mengetahui, mencatat dan mengenali benda-benda yang ada disekitarnya termasuk merespon lingkungan dengan perasaanya meski sebatas senang dan tidak meski anak tersebut belum dapat mengenali siapa dirinya. Baru saat si anak bertambah umur, catatan-catatan selama ia hidup akan mengantarkannya pada keinginan.

Jenis catatan kramadangsa menurut Ki Ageng Pronowidigdo, seorang parawai Kawruh Jiwa paling orotitatif dan pengikut Ki Ageng Suryomentaraman, kramadangsa dibagi menjadi 11 kelompok catatan.

1.       Kelompok Catatan Harta Benda: segala jenis barang kepemilikan seperti harta, tanah, hewan peliharaan, perhiasan, buku dll. Tanggapan kramadanagsa mengenal hal ini, jika hartaku berkurang aku susaj, jika hartaku bertambah maka aku senang.

2.       Kelompok catatan kehormatan: tersusun dari cara orang dalam menunjukan penghormatan seperti mencium tangan, membungkukan badan, meyanjung dan memuji. Tanggapan kramadangsa dalam hal ini. Jika dihormati aku senang, jika disepelekan aku susah.

3.       Kelompok catatan kekuasaan: meliputi hal yang berkaitan dengan batas-batas kekuasaan, seperti ruang kerja, pagar rumah, tanah milik, dan lain-lain. Kramadangsa akan menanggapi catatan ini sebagai kewenanganku; jika dilanggar aku marah, jika dipuji aku senang. Setiap gangguan yang terjadi di anggap sebagai gangguan terhadap kekuasaanku.

4.       Kelompok catatan keluarga: catatan ini terdiri dari semua orang yang menjadi bagian dari keluarga, anak, istri, ayah, ibu, adik, paman dll. Kramadangsa dalam hal ini memberi tanggapan hanya dengan rasa senang dan susah. Jika orang lain mengganggu keluarku aku susah, dan jika mereka membantu keluargaku aku akan senang.

5.       Kelompok catatan golongan: orang yang masuk kelompok catatan ini terbagi menjadi dua, sengaja dan tidak sengaja. Contohnya seperti ini. Haris adalah seorang pengangguran, ia masuk partai politik karena ia menilai parta tersebut memperjuangakan golonganya sesame penganggur agar mendapatkan pekerjaan. Di sisi lain, Haris juga seorang yang melarat. Namun karena ia tidak memiliki apa-apa dan orang lain memang menyebutnya demikian makai a tak dapat menolak. Cara menanggapi kelompok catatan ini pun sama. Jika golonganku dibantu aku senang, jika dirugikan aku akan marah.

6.       Kelompok catatan bangsa. Pada umumnya seseorang tidak dapat memilih menjadi bagian bangsa mana. Hal ini terjadi karena ia dilahirkan oleh orangtuanya yang tinggal di Indonesia. Ada juga seseorang yang dengan sendirinya memilih kebangsaanya sendiri. Seperti seorang anak yang lahir dari kedua orangtua yang berbeda kebangsaan. Maka saat ia dewasa bebas memilih mau mengikuti kebangsaan ayah atau ibunya. Tanggapan dalam kelompok catatan bangsa pun sama. Jika bangsaku diganggu aku marah, jika dipuji aku senang.

7.       Kelompok catatan jenis. Kelompok catatan ini berisi rasa sebagai sesame manusia. Contohnya saat kita di tengah hutan dan melihat ada manusia yang sedang diterkan harimau. Sebagai manusia kita tergerak untuk menolongnya. Namun jika kita melihat ada harimau atau hewan lain saling terkam dan membunuh kita akan membiarkannya karena hewan tersebut bukan golongan kita.

8.       Kelompk catatan kepandaian: yang termasuk kelompok ini meliputi berbagai keahlian seperti mengukuir, menulis, membatik, membuat video, menenun, menari dll. Sifat kramadangsa dalam menanggapi hal ini pun sama. Jika ada orang yang mencela keahlianku maka aku marah, dan jika dipuji aku senang.

9.       Kelonpok catatan kebatinan. Kawruh jiwa yang kelahiranya sebagai kritik atas tendensi-tendesi irasional dan klenik pada waktu itu, sering disalahpahami sebagai aliran kebatinan. Dalam hal ini kramadangsa tanggapanya pun sama. Jika seseorang mencela aliran kebatinanku maka aku marah dan sebaliknya.

10.   Kelompok catatan pengetahuan. Saya merasa hampir ada kemiripan kelompok catatan kepandaian dengan pengetahuan di mana lebih menitikberatkan kepada sebuah karya semacam lukisan, tulisan, membuat kursi, membuat meja dll. Tanggapan kramadangsa terhadap kelompok catatan ini pun sama. Jika ada orang yang mencela ciptaanku aku akan marah, dan jika ada orang yang memuji hasil ciptakaanku makan aku akan sangat senang.

11.   Kelompok catatan rasa hidup. Kelompok catatan ini berisi jenis-jenis pengalaman yang dilahirkan oleh rasa hidup yang berasal dari energi yang terdapat dari dalam manusia untuk melestarikan jenisnya, misalnya memenuhi kebutuhan pangan, papan, sandang dan seksual. Ambil contoh makan yang fungsi aslinya lebih kepada penahan rasa lapar. Hal ini kemudian bergeser seiring catatan-catatannya yang semakin berkeinginan yang lain. Makanan yang semula kebutuhan ragawi bergeser ke sarana pemuas keinginan, membedakan makanan mahal dan miskin, enak dan tidak, mahal, murah dan sebagainya.

Si Tukang Menanggapi

Ki Ageng mengajarkan kepada kita untuk meneliti apa yang kita rasakam saat menanggapi orang lain. Dalam menilai seseorang, kita sering menaggapi dengan “Suka” dan “Tidak Suka”, tanggapan ini di dorong dari catatan-catatan dan pengalaman hidup seperti yang dibahas di atas tadi.

 

BAB 4

Pada bab ini, Ki Ageng menekankan kita untuk mengenali diri sendiri, hal ini teramat penting karena kita sering terjebak dalam istilah yang disebut Ki Ageng dengan “Gagagasan” dan “Potret”. Gagasan dalam hal ini diartikan sebagai “Apa yang kita fikirkan”, sedangkan Potret “Apa yang kita alami”. Ilmu mawas diri atau olah rasa berfungsi sebagai sarana latihan memilah-milah rasa sendiri dan orang lain sebagai manifestasi tercapaianya manusia tanpa ciri.

Karena ilmu olah rasa berhubungan dengan penilaian kita ke orang lain. Manfaat dari menguasai ilmu olah rasa akan menghindarkan kita dari perselisihan dalam pergaulan karena masing-masing dari kita menganggap gagasan kita adalah potret. Hal ini terjadi karena kita sendiri atau orang lain bertindak sebagai orang yang mengira-ngira dan mendaku sebagai pengagas. Selain itu, ilmu olah rasa/mawas diri dapat dipergunakan untuk menghikmahi hidup yang kadang kita rasakan susah dan senang. Padahal dua hal tersebut bersifat abadi. Kita tidak dapat memilih untuk selalu hidup dalam kenyamanan dan ketenangan, ilmu olah rasa mengajarkan kepada kita bahwa susah dan senang itu abadi, hanya siklusnya yang berbeda.

 

BAB 5

Ki Ageng menekakankan pada pembedahan apa yang kita rasakan itu murni muncul dari dalam sendiri atau ketidakpuasan kita terhadap lingkungan kita. Seperti halnya hidup dalam bermasyarakat, idellnya adalah kita hidup lebih mementingkan masyarakat di atas kepentingan pribadi, hal ini tentu dapat tercapai jikalau negara menjamin hak hidup warganya dengan menjamin lapangan pekerjaan, keamanan warga dan sejahtera sehingga nanti otomatis masyarakat akan dengan sendirinya memenuhi apa yang mejadi kebutuhan negara.

Jika penasaran dengan isi bukunya, silahkan baca lebih lanjut. Ada dua buku yang saya rekomendasikan: Buku pertama adalah yang saya baca ini, kedua adalah buku berjudul "Kawruh Jiwa - Warisan Spiritual Ki Ageng Suryomentaraman Oleh Muhaji Fikriono terbitan Yayasan Obor Indonesia".


Terimakasih

Malang, 29 September 2020

Ali Ahsan Al Haris

 

No comments:

Post a Comment